Pengertian Etnosains
Ethnoscience berasal dari kata ethnos dari bahasa Yunani yang berarti bangsa dan kata scientia dari bahasa Latin yang berarti pengetahuan. Etnosains kurang lebih berarti pengetahuan yang dimiliki oleh suatu bangsa atau lebih tepat lagi suatu suku bangsa atau kelompok sosial tertentu. Menurut (Ahimsa, 1998) mendefinisikan Etnosains sebagai system of knowledge and cognition typical of a given culture atau sistem pengetahuan dan kognisi (gagasan/ pikiran) khas untuk suatu budaya tertentu. Penekanannya di sini adalah pada sistem atau perangkat pengetahuan yang merupakan pengetahuan yang khas dari suatu masyarakat (kearifan lokal), karena berbeda dengan pengetahuan masyarakat yang lain.
Etnosains perlu diintegrasikan dalam pembelajaran kimia dikarenakan Indonesia kaya akan Budaya dan kearifan lokal yang harus dikonservasi dan dimanfaatkan pada pendidikan, pembelajaran, dan riset sains termasuk pada pembelajaran kimia. (Aikenhead 2000) menyatakan bahwa tahapan-tahapan untuk menciptakan pembelajaran bermakna adalah dengan mengaitkan pembelajaran berbasis budaya. Sehingga Guru harus menyadari bahwa kimia memiliki kaitan erat dengan budaya siswa, yang sangat mempengaruhi cara berpikirnya, seperti yang diungkapkan oleh (Gay,2000) bahwa pembelajaran berbasis multikultur akan membentuk identitas budaya siswa. Integrasi nilai- nilai kearifan lokal pada proses pembelajaran kimia di sekolah menjadikan siswa dapat bersaing secara kompetitif dalam menghadapi era globalisasi dan modernisasi, sekaligus sebagai upaya untuk melestarikan potensi dan kebudayaan masing-masing daerah.
Budaya Mewaringi Keris
Keris merupakan senjata tikam tradisional, juga dianggap memiliki kekuatan gaib, Kaitanya dengan budaya merupakan salah satu kelengkapan adat, sebagai lambang dari kekuasaan tertentu dan sebagai wakil atau utusan pribadi pemiliknya. Keris adalah merupakan hasil karya budaya bangsa Indonesia yang keberadaannya diperkirakan sudah ada sejak sebelum abad ke-10, selain tersebar hampir di seluruh wilayah, bahkan budaya keris juga ditemui di negara-negara Malaysia, Thailand, Philipina, Kamboja dan Brunai Darussalam, boleh dikatakan budaya keris dapat dijumpai di semua daerah bekas wilayah kekuasaan kerajaan majapahit (Bambang Harsrinuksmo, 1986)
Keris masa lalu yang baik dibuat dari besi yang memiliki logam pamor dari batu meteorit yang diketahui memiliki kandungan titanium yang tinggi, di samping nikel, kobal, perak, timah putih, kromium, antimonium, dan tembaga. Menurut R.D.M Veebeek, pamor yang menarik dan paling disukai adalah bahan pamor yang berasal dari sebuah bongkah yang ditemukan pada abad ke 18 di dekat Prambanan, di perbatasan kedua kerajaan Jawa. Kemudaian dibawa ke Keraton Kasunanan Surakarta pada tanggal 12 Februari 1797, menurut penyelidikan dari A.W.K de Jong (Laboratorium‟s Lands Platentium di Bogor), di dalam meteor mengandung unsur dengan komposisi yakni 94,38% besi, 4,70% nickel, dan 0,53% fhosfhor (Isaac Groneman, 1910: 134)
Mewarangi keris merupakan usaha-usaha konservasi atas budaya dan bukti-bukti sejarahnya. Usaha konservasi atas budaya & bukti-bukti sejarahnya antara lain dapat dilakukan dengan mempelajari serta mengaplikasikan pengetahuan yang benar dan logis dalam merawat keris. Tidak hanya melaksanakan kebiasaan turun temurun yang kadang terkait dengan mitos-mitos dan ritus-ritus yang tidak logis dan malah dapat merusak fisik keris itu sendiri. Memandikan dan mewarangi keris tidak dimaksudkan untuk menyembah atau mengagungkannya namun lebih kepada perawatan atas fisik benda bernilai sejarah tersebut dan melestarikan budaya atau cara tradisional dalam proses perawatan itu sendiri. Jadi suatu benda kuno menjadi pusaka bukan karena kekuatan supranaturalnya saja. Namun karena benda tersebut adalah peninggalan nenek moyang yang menjadi bukti sejarah, pencapaian dan kejayaan budaya bangsa kita di masa lalu. Sehingga menjadi suatu kebanggaan bangsa di masa kini. Bukti tersebut patut dan wajib dilestarikan agar kita tidak kehilangan akar sejarah dan budaya sebagai suatu bangsa. Itulah yang dimaksudkan sebagai makna pusaka dalam konteks intelektual. Dalam budaya Jawa dikenal beberapa cara atau rangkaian upacara dalam rangka mencuci dan mewarangi pusaka. Ada yang sederhana, ada pula yang penuh dengan rangkaian ritus yang diperlengkap dengan puluhan macam sesajen seperti yang dilaksanakan oleh pihak kraton Solo dan Jogja setiap bulan Suro (Muharram).
Karena hal tersebut perawatan keris diperlukan perlakuan khusus agar pamor pada keris terhindar dari korosi pada keris. Keris dicuci menggunakan warangan (Arsenikum), jeruk pecel, dan air kelapa, juga menggunakan wadah bamboo. Dengan melalui proses pewarangan, maka bentuk atau motif pamor akan terlihat. Bahan pamor keris ada 3 jenis yaitu (1) Batu Meteor, mempunyai ciri khas warnanya putih bercahaya dengan rabaan yang tajam, (2) Besi Nikel, mempunyai ciri khas warnanya tidak bercahaya putih melainkan pudar kekuning-kuningan, (3) Besi Penawang, yaitu besi lunak yang berwarna putih, memiliki kesan perabaan yang halus dan berwana putih pudar. Warangan juga ada beberapa jenis yaitu:
- Warangan alami, berasal dari Cina. Warangan ini diduga yang paling baik, memiliki warna jingga kemerah-merahan, dan ada semacam alur-alur garis tipis dan lembut berwarna merah seperti urat pada kristalnya. Jika digunakan sebagi bahan warangan maka akan menghasilkan tingkat kekontrasan yang sangat tinggi antara bahan pamor dengan bahan besi pada bilah keris sehingga menghasilkan kesan yang cemerlang pada pamor keris.
- Waragan atal, berasal dari Thailand. Warangan ini memiliki mutu yang kurang baik, warnanya kuning kotor, dengan beberapa bagian mendekati warna kuning delima atau coklat muda. Jika digunakan sebagai bahan warangan akan menghasilkan tingkat kekontrasan yang rendah antara bahan pamor dengan bahan besi pada bilah keris, sehingga bahan pamor terkesan kurang cemerlang.
Makna filosofis Mewarangi Keris menurut Paguyuban Segoro Macan (2017) – marangi – marang – PARAN, – pu – empu – sing nggawe DUMADI, – soko – SANGKAN. Jadi akan jelas marangi pusoko mengandung ajaran tentang kaweruh SANGKAN PARANING DUMADI. Dimana didalam mempelajari kaweruh tsb tidaklah semudah membalikan telapak tangan semua perlu proses tentu saja dg mengolah rasa itu semua tidak mudah dan digambarkan dg rasa asam untuk membersihkan kotoran pada benda pusaka. Setelah bersih barulah kita warangi dan hasilnya akan tampak indah seperti seseorang yg telah menggapai kaweruh SANGKAN. PARANING. DUMADI maka segala.yg ia lakukan akan sejuk dipandang dan ia sendiri akan merasa tenteram dalam hidupnya
Adapun mengapa dipilih bulan suro ataupun mulud, tentu saja ada maksud tertentu yakni SURO berarti luwih / lebih, dg harapan agar dg menjamas pada bulan tersebut Tuhan senantiasa memberikan berbagai macam kelebihan/anugrah. SURO – SURING ROSO berarti nikmatnya rasa yakni “kumpuling bopo biyung” dg menjamas pada bulan tersebut kita senantiasa ingat dan berbakti kepada orang tua sebagai lantaran kita tercipta dan terlahir ke dunia. SURO – SUCINING ROSO berarti dalam menjamas pada bulan tersebut agar kita berusaha selalu mensucikan diri dari kekotoran bathin. MULUD – LAHIR, dg menjamas pada bulan tersebut agar kita selalu terbebas dari penderitaan laksana terlahir kembali kedunia yg lebih indah. MULUD – LAHIR – MIJIL – MIJI, dg menjamas pada bulan tersebut agar kita mengerti akan keesaan Tuhan dan yakin akan diri sendiri.
Tata Cara Mewarangi Keris
- Keris dikeluarkan dari wurangkanya
- Air kelapa hijau 2-3 buah di masukan ke dam bamboo yang dilubangi dan dibersihkan
- Keris direndam dalam air kelapa hijau tersebut selama 1 hari 1 malam
- Keris dikeluarkan, ditiriskan, digosok 3 kali bolak balik dan penggosokan harus dilakukan searah.
- Jika ada banyak keris warangan tidak boleh digunakan berkali-kali (sekali pakai buang)
- Dibilas dengan dimasukan ke air kelapa hijau kembali
- Jerus nipis 2-3 buah dibelah, digosokan ke keris searah sampai warangan dan karat bersih dari keris
- Keris dimasukan kembali ke air kelapa hijau, dibilas sampai bersih
- Keris ditiriskan dan dilap dengan kain bersih sampai kering
- Keris dimasukan kembali kedalam wurangkanya
- Air bekas cucian dan bambunya harus dibuang secara hati-hati di tempat yang dikiranya aman (karena mengandung racun arsenic)
Rekontruksi Pengetahuan Sains Masyarakat
Budaya Mrangani/Mewarangi keris tersebut merupakan etnosains kedalam bagian Enoteknologi. Etnoteknologi (etnotek) di sini dapat diartikan sebagai keseluruhan peralatan yang dimiliki suatu masyarakat atau kelompok sosial tertentu beserta dengan cara-cara pemakainya, yang digunakan untuk mencapai tujuan atau menyelesaikan masalah-masalah tertentu dalam berhadapan dengan situasi dan lingkungan tertentu. Etnotek ini dihasilkan dan dikembangkan oleh masyarakat atau kelompok sosial itu sendiri, dan diwariskan dari generasi ke generasi dalam kurun waktu yang relatif lama. Dalam konteks ini etnosains dan etnotek merupakan sistem pengetahuan dan teknologi yang dimiliki oleh suatu masyarakat, sukubangsa, kelompok sosial tertentu, yang umumnya mempunyai ciri-ciri khusus tertentu yang membedakannya dengan sistem pengetahuan dan teknologi dalam masyarakat yang lain.
Warangan mengandung senyawa kimia arsenikum dengan As2S3 (Darmojo, 2013). Arsen, arsenik, atau arsenikum merupakan unsur kimia yang memiliki simbol As dan nomor atom 33. Arsen adalah bahan metaloid yang terkenal beracun. Arsenik digunakan sebagai pestisida, herbisida, insektisida, dan dalam berbagai aloy. Arsenik secara kimiawi memiliki karakteristik yang serupa dengan Fosfor (Hakimi & Zainul, 2019)
Air jeruk digunakan untuk melarutkan arsenikum karena sulit larut dalam air, karena warangan ini seberti malam (narasumber). Kulit jeruk mengandung senyawa-senyawa kompleks seperti senyawa protein, saponin, tanin dan alkaloid yang berfungsi sebagai penghalang serangan ion-ion korosif ke permukaan logam (Purniawan, 2018).
Air kelapa hijau dikenal sebagai isotonic selain itu juga sebagai antidotum (penawar) terhadap keracunan makanan, racun arsenik, dan aleuretis (Dalimartha, 2008) Air kelapa hijau memiliki kandungan enzim bioaktif, khususnya tanin yang merupakan zat anti racun. Hal ini membuat air kelapa hijau memiliki kemampuan menguraikan dan mengeluarkan racun dari dalam tubuh.
Fungsi dari bahan-bahan yang terdapat dalam ritual mrangani keris tersebut ternyata dapat dijelaskan secara ilmu pengetahuan. Salah satunya adalah jeruk nipis yang efektif melapisi logam untuk mengurangi laju korosi pada logam. Jeruk nipis mengandung asam sitrat (CH2(COOH)•COH(COOH)•CH2(COOH) yang dapat terionisasi dalam larutan. Keasaman asam sitrat dihasilkan dari tiga gugus karboksil (- COOH) yang dapat melepaskan proton (H+) dalam larutan. Pada saat keris digosok dengan jeruk nipis, ion sitrat akan menempel pada permukaan logam dan membentuk lapisan tipis yang menutupi permukaan logam. Lapisan ini memisahkan logam dari lingkungannya sehingga keris akan sukar terkorosi (Rahmawati, 2017). Berikut gambar yang menunjukkan pembentukan lapisan tersebut:
Integrasi Etnosains Mewarangi Keris Pada Pembelajaran Kimia
Etnoteknologi dalam Mrangani Keris tersebut dapat diterapkan dalam materi Redoks dan Etnokimia dalam subbam materi Korosi. Mewarangi keris merupakan bagian dari cara pencegahan korosi yang dapat diterapkan dalam praktikum maupun terapan dalam kehidupan sehari hari. Dengan melihat dari reaksi di atas, jeruk nipis terbukti dapat mengurangi laju korosi pada keris. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa kegiatan tradisi di masyarakat berhubungan dengan materi kimia korosi. Dengan ilmu pengetahuan yang semakin berkembang kita harus mampu menjelaskan secara ilmiah agar dapat menghargai tradisi tersebut dan sekaligus dapat melestarikannya sebagai bagian dari budaya Indonesia.
Warangan yang mengandung senyawa kimia arsenikum dengan As2S3 merupakan penerapan penggunaan dan penerapan unsur Arsen dalam masyarakat yang merupakan bagian masyarakat Indonesia sendiri. Arsen, arsenik, atau arsenikum merupakan unsur kimia yang memiliki simbol As dan nomor atom 33. Arsen adalah bahan metaloid yang terkenal beracun. Maka penggunaan arsen tersebut harus dilakukan secara hati-hati seperti dalam budaya pembuangan air warangan bekas mencuci keris harus dilakukan secara cermat dan hati-hati. Arsenik digunakan sebagai pestisida, herbisida, insektisida, dan dalam berbagai aloy. Arsenik secara kimiawi memiliki karakteristik yang serupa dengan Fosfor. Dengan demikian maka Warangan dapat diintegrasi ke dalam materi kimia unsur Arsen dalam contoh penggunaanya dalam kehidupan sehari-hari.
Referensi
Ahimsa, Putra. 1998. Antropologi Ekologi: Beberapa Teori dan Perkembangannya. Jurnal Antropologi edisi I.
Dalimartha, Setiawan. 2008. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. Jilid 5. Jakarta: Pustaka Bunda. hal: 15-18.
Darmojo, K. W. (2013). KERIS JAWA “KAMARDIKAN “(Teknik, Bentuk, Fungsi dan Latar Penciptaan) (Doctoral dissertation, INSTITUT SENI INDONESIA SURAKARTA).
Gay & Airasian, P 2000. Educational Research: Competencies for Analysis and Application Sixth Edition. New Jersey: Prentice Hall Inc.
Hakimi, A., & Zainul, R. (2019). Asam Arsenat (H3AsO4): Analisis Molekular dan Karakteristik Senyawa.
Purniawan, A. (2018). Pengaruh Penambahan Ekstrak Kulitbuah Jeruk Dan Kulitbuah Mangga Sebagai Inhibitor Korosi Pada Baja Karbon Dalam Media Nacl 3, 5%. Jurnal Sains Materi Indonesia, 17(1), 29-33.
Rahmawati, Y. 2017. Pendekatan Pembelajaran Kimia Berbasis Budaya dan Karakter: Culturally Responsive Teaching Terintegrasi Etnokimia. Jakarta: LPPM UNJ.