Sebagian besar makanan mengandung enzim atau bahan kimia alami, seperti asam atau alkohol, yang menyebabkan makanan dapat menjadi rusak (busuk) setelah dipanen. Selain itu, faktor lingkungan, seperti panas dan keberadaan mikroorganisme yang berkembang biak dalam kadar air pada makanan, menyebabkan bahan makanan menjadi rusak (busuk). Sehingga diperlukan pengawetan pada makanan. Pengawetan pada makanan memiliki tiga tujuan yaitu pelestarian karakteristik nutrisi, pelestarian penampilan, dan perpanjangan waktu penyimpanan makanan. Metode pengawetan tradisional biasanya dengan menggunakan metode dengan menghilangkan udara, kelembaban, dan mikroorganisme, atau lingkungan dimana organisme hidup yang menyebabkan pembusukan. Ada beberapa metode pengawetan makanan yang umum digunakan, antara lain:
1. Pengawetan Termal
Pengawetan termal adalah salah satu metode pengawetan makanan yang paling umum digunakan. Metode ini dilakukan dengan memanaskan makanan pada suhu yang cukup tinggi untuk membunuh mikroorganisme dan enzim yang ada di dalamnya. Proses pengawetan termal sangat efektif dalam memperpanjang umur simpan makanan dan membuatnya lebih aman untuk dikonsumsi. Namun, pengawetan termal juga memiliki beberapa kerugian, seperti menurunkan kualitas makanan dan mengurangi nilai gizi makanan. Oleh karena itu, sebaiknya melakukan pengawetan termal dengan bijak dan memperhatikan parameter yang tepat untuk menjaga kualitas dan nutrisi makanan yang diawetkan. Berikut adalah penjelasan lebih lanjut tentang pengawetan termal dan jenis-jenisnya.
a. Sterilisasi
Sterilisasi adalah metode pengawetan termal yang paling kuat karena dapat membunuh semua jenis mikroorganisme, baik yang merugikan maupun yang bermanfaat. Sterilisasi dilakukan dengan memanaskan makanan pada suhu 121°C selama 15-20 menit dengan menggunakan tekanan uap yang tinggi. Metode ini biasanya digunakan untuk makanan kaleng, botol, atau kemasan lain yang dapat ditutup rapat.
b. Pasteurisasi
Pasteurisasi adalah metode pengawetan termal yang digunakan untuk membunuh mikroorganisme patogen yang dapat menyebabkan penyakit, seperti bakteri E. coli, Salmonella, dan Listeria. Proses pasteurisasi dilakukan dengan memanaskan makanan pada suhu yang lebih rendah dari sterilisasi, yaitu sekitar 63-72°C selama beberapa detik hingga beberapa menit. Metode ini biasanya digunakan untuk produk susu, jus buah, dan telur.
c. Pemanasan tinggi
Pemanasan tinggi adalah metode pengawetan termal yang digunakan untuk membunuh mikroorganisme dan mempertahankan warna, aroma, dan rasa makanan yang lebih baik dibandingkan dengan sterilisasi atau pasteurisasi. Proses pemanasan tinggi dilakukan dengan memanaskan makanan pada suhu 85-100°C selama beberapa detik hingga beberapa menit. Metode ini biasanya digunakan untuk produk makanan yang lebih peka terhadap panas, seperti sosis, ham, dan roti.
2. Pengawetan Kimia
Pengawetan kimia dilakukan dengan cara menambahkan bahan kimia tertentu pada makanan untuk menghambat atau membunuh pertumbuhan mikroorganisme yang dapat merusak makanan. Namun, penggunaan bahan kimia dalam pengawetan makanan juga harus dilakukan dengan hati-hati karena dapat berdampak negatif pada kesehatan manusia. . Oleh karena itu, penggunaan bahan pengawet kimia harus dilakukan dengan hati-hati dan harus memperhatikan kesehatan konsumen. Sebagai konsumen, kita juga sebaiknya memperhatikan kandungan bahan pengawet kimia pada makanan yang dikonsumsi agar tetap aman dan sehat. Berikut adalah ulasan lebih lanjut tentang metode pengawetan kimia.
a. Asam Benzoat
Asam benzoat mengawetkan makanan secara kimia dengan cara menghambat pertumbuhan mikroorganisme seperti bakteri, ragi, dan jamur yang dapat menyebabkan kerusakan pada makanan. Asam benzoat bekerja dengan cara menembus sel-sel mikroorganisme dan merusak proses metabolisme sel, sehingga mikroorganisme tidak dapat berkembang biak dan akhirnya mati.
Asam benzoat juga dapat bekerja dengan cara menghambat enzim yang terlibat dalam proses fermentasi yang dapat mempercepat kerusakan makanan. Selain itu, asam benzoat juga dapat mempertahankan tingkat keasaman pada makanan, sehingga mikroorganisme tidak dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Asam benzoat biasanya digunakan pada makanan yang bersifat asam, seperti minuman bersoda, saus tomat, dan buah kalengan.
b. Natrium Nitrit
Natrium nitrit digunakan sebagai pengawet pada daging olahan, seperti sosis, ham, dan bacon. Natrium nitrit dapat memberikan warna kemerahan pada daging yang memperbaiki tampilan dan rasa daging.Penggunaan natrium nitrit bertujuan untuk mencegah pertumbuhan bakteri Clostridium botulinum yang dapat menyebabkan keracunan makanan.
c. Nisin
Nisin adalah pengawet alami yang ditemukan dalam bakteri asam laktat. Bakteri asam laktat merupakan mikroorganisme yang mampu menghasilkan asam organik berupa asam laktat dan asam asetat, senyawa asetaldehid (meningkatkan cita rasa) serta senyawa antimikroba untuk menghambat pertumbuhan bakteri kontaminan, berupa peroksida, diasetil dan bakteriosin. Bakteri ini juga dikenal sebagai sumber pengawet alami yang dapat memperpanjang umur simpan makanan, seperti melalui produksi bakteriosin sebagai biopreservatif. Penggunaan nisin umumnya pada produk susu, seperti keju, yoghurt, dan susu sterilisasi.
d. Gula
Pengawetan menggunakan gula, atau disebut juga kandungan, adalah salah satu metode pengawetan kimia yang paling umum digunakan. Gula, khususnya gula pasir (sukrosa), dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme dan membantu menjaga kualitas dan rasa makanan. Gula bekerja dengan cara menarik air dari lingkungan mikroorganisme dan membuat mereka mati atau tidak dapat berkembang biak. Selain itu, gula juga membantu menghambat pertumbuhan jamur dan menjaga kelembaban makanan.
Pengawetan dengan menggunakan gula biasanya dilakukan pada buah-buahan kering, seperti kismis atau aprikot kering, serta pada makanan manis lainnya, seperti selai atau sirup. Makanan yang diawetkan dengan gula biasanya memiliki tekstur dan rasa yang enak, serta dapat bertahan dalam waktu yang lama tanpa menggunakan pengawet kimia tambahan.
Namun, perlu diperhatikan bahwa penggunaan gula dalam jumlah yang berlebihan dapat berdampak buruk pada kesehatan, terutama pada orang yang memiliki masalah gula darah. Oleh karena itu, penggunaan gula sebagai pengawet harus dilakukan dengan bijak dan tidak berlebihan.
3. Pengawetan Fisik
Pengawetan makanan secara fisik melibatkan penggunaan suhu atau tekanan ekstrim untuk membunuh atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme yang merusak makanan. Metode ini memiliki kelebihan karena tidak menggunakan bahan kimia atau bahan pengawet lainnya yang dapat berdampak buruk pada kesehatan. Namun, metode ini juga memiliki kelemahan, seperti biaya yang lebih tinggi dan tidak efektif untuk menghambat pertumbuhan mikroorganisme yang bersifat termofilik atau anaerobik. Selain itu, beberapa metode pengawetan makanan secara fisik dapat mengurangi nilai gizi dan kualitas makanan. Pengawetan makanan secara fisik juga dapat digunakan sebagai pelengkap dari metode pengawetan lainnya, seperti pengawetan kimia atau pengawetan menggunakan radiasi. Kombinasi dari beberapa metode pengawetan dapat membantu memperpanjang masa simpan makanan lebih lama lagi. Berikut ini adalah beberapa metode pengawetan makanan secara fisik yang umum digunakan:
a. Pendinginan
Pendinginan adalah metode pengawetan makanan dengan menurunkan suhu makanan di bawah suhu ruangan. Pendinginan dapat dilakukan dengan cara memasukkan makanan ke dalam lemari pendingin atau menggunakan es batu. Metode ini umum digunakan untuk mengawetkan makanan segar seperti daging, ikan, sayuran, dan buah-buahan.
b. Pembekuan
Pembekuan adalah metode pengawetan makanan dengan mengurangi suhu makanan menjadi di bawah titik beku. Pembekuan dapat dilakukan dengan cara memasukkan makanan ke dalam lemari pendingin dengan suhu sangat rendah atau menggunakan freezer. Metode ini umum digunakan untuk mengawetkan makanan segar, seperti daging, ikan, sayuran, buah-buahan, roti, kue, dan makanan olahan lainnya.
c. Pengeringan
Pengawetan pengeringan atau dehidrasi adalah salah satu metode pengawetan makanan secara fisik yang paling tua dan paling umum digunakan. Metode ini melibatkan penghilangan air dari makanan untuk menghambat pertumbuhan mikroba dan memperpanjang masa simpan makanan. Dehidrasi biasanya dilakukan dengan mengeringkan makanan dengan cara memanaskan atau menghilangkan uap air dengan udara kering. Proses pengeringan mengurangi kadar air dalam makanan menjadi kurang dari 20 persen, sehingga makanan menjadi lebih ringan, lebih tahan lama, dan lebih mudah disimpan.
Dalam pengawetan makanan, pengeringan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu pengeringan alami dan pengeringan buatan. Pengeringan alami dilakukan dengan meletakkan makanan di tempat terbuka dan membiarkan udara kering mengeringkan makanan. Cara ini umumnya digunakan untuk pengeringan buah-buahan. Namun, pengeringan alami memerlukan waktu yang lama dan kurang efektif dalam mencegah pertumbuhan mikroba pada makanan.
Pengeringan buatan lebih efektif karena menghilangkan air dengan cara memanaskan makanan menggunakan oven atau mesin pengering. Cara ini dapat dilakukan dengan cepat, efisien, dan lebih aman karena dapat membunuh bakteri pada makanan. Selain itu, proses pengeringan makanan dapat dilakukan dengan cara mengombinasikan antara pengeringan dan pengasapan. Pengasapan pada dasarnya adalah menghilangkan air dari makanan dengan panas asap dari kayu bakar. Pengasapan makanan dapat meningkatkan rasa dan aroma makanan. Metode pengeringan dengan pengasapan dapat digunakan untuk mengawetkan ikan dan daging.
Pengawetan pengeringan juga dapat mempertahankan sebagian besar nutrisi dalam makanan. Namun, terkadang pengeringan makanan dapat mempengaruhi rasa, tekstur, dan nilai gizi dari makanan. Untuk meminimalkan kerugian tersebut, sebaiknya pengeringan dilakukan dengan cepat, menggunakan suhu rendah, dan makanan harus dipilih yang segar. Dalam industri makanan, pengawetan pengeringan digunakan untuk memproduksi makanan kering seperti kacang-kacangan, keripik, dan mi instan. Makanan kering dapat disimpan dalam waktu yang lama dan mudah dikemas, sehingga membuatnya populer di pasaran.
4. Pengawetan Radiasi
Pengawetan radiasi adalah salah satu metode pengawetan makanan yang menggunakan radiasi elektromagnetik untuk membunuh mikroba dan memperpanjang masa simpan makanan. Metode ini telah digunakan selama puluhan tahun dan terus berkembang dalam bidang pengolahan makanan.
Radiasi elektromagnetik yang umum digunakan dalam pengawetan makanan adalah sinar gamma dan sinar X. Radiasi ini dapat membunuh mikroba dan merusak DNA mereka, sehingga mereka tidak dapat tumbuh dan bereproduksi. Radiasi juga dapat menghancurkan enzim dalam makanan yang menyebabkan kerusakan dan mempercepat proses pembusukan.
Proses pengawetan radiasi dilakukan dengan meletakkan makanan di dalam kotak yang terbuat dari bahan yang tidak tembus radiasi, seperti baja atau beton. Kemudian, makanan ditempatkan di dalam ruangan yang terisi gas helium atau gas lainnya untuk mengurangi kerusakan akibat radiasi.
Proses pengawetan radiasi dapat meningkatkan masa simpan makanan hingga beberapa bulan atau bahkan tahun. Beberapa contoh makanan yang dapat diawetkan dengan metode ini adalah bahan pangan seperti daging, ikan, sayuran, buah-buahan, rempah-rempah, dan makanan kalengan.
Penggunaan radiasi dalam pengawetan makanan tidak hanya bermanfaat untuk memperpanjang masa simpan makanan, tetapi juga membantu mengurangi kerugian yang disebabkan oleh kontaminasi mikroba. Radiasi juga dapat digunakan untuk mengurangi penggunaan bahan pengawet kimia dalam makanan, sehingga lebih aman dan sehat untuk dikonsumsi.
Namun, penggunaan radiasi dalam pengawetan makanan juga menimbulkan kekhawatiran di kalangan konsumen karena radiasi dapat meningkatkan risiko mutasi genetik yang dapat menyebabkan kanker. Oleh karena itu, penggunaan radiasi dalam pengawetan makanan harus diatur dengan ketat dan dilakukan dengan cara yang aman dan tepat.
Di beberapa negara, penggunaan radiasi dalam pengawetan makanan telah diatur oleh badan pengawas kesehatan, seperti FDA (Badan Pengawas Obat dan Makanan) di Amerika Serikat dan EFSA (Badan Pengawas Keamanan Pangan Eropa) di Uni Eropa. Badan-badan tersebut memberikan batasan untuk tingkat radiasi yang aman dalam makanan dan menetapkan prosedur penggunaan radiasi dalam pengawetan makanan yang aman bagi konsumen.