Proses Penyerapan Logam Berat
Proses penyerapan limbah logam berat dalam metode fitoremediasi dapat dibagi menjadi 3 proses yaitu penyerapan logam oleh akar, translokasi logam dari akar ke bagian tumbuhan lain, dan lokalisasi logam pada bagian sel tertentu untuk menjaga agar tidak menghambat metabolisme tumbuhan tersebut. Tumbuhan dapat menyerap logam berat tersebut dengan membawa logam tersebut ke dalam larutan di sekitar akar. Logam yang masuk ke dalam sel akar akan diangkut melalui jaringan xilem dan floem ke bagian tumbuhan lain. Agar lebih efisien, pengangkutan ini dapat ditambah dengan molekul khelat seperti histidin untuk mengikat logam Cr. Dalam mencegah peracunan logam, dilakukan lokalisasi pada jaringan dimana pada tumbuhan mempunyai mekanisme detoksifikasi seperti menimbun logam di dalam bagian tertentu seperti akar dan lateks.

(Sumber: Pandia et al, 2018)
Berdasarkan gambar diatas dapat dilihat bahwa pengambilan logam yang dapat larut akan masuk ke dalam akar melalui membran plasma dari akar-akar endodermal. Menurut (Refki, 2019) terdapat dua cara penyerapan ion logam kedalam akar tanaman. Pertama ion dalam air bergerak menuju akar ke gradien potensial yang disebabkan oleh traspirasi. Kedua difusi, gradien konsentrasi dihasilkan oleh pengambilan ion permukaan akar.
Logam akan masuk ke dalam xylem untuk ditranslokasi. Untuk masuk ke dalam xylem, solute (zat yang tidak diurai dalam zat yang lain) harus melewati casparian, suatu lapisan lilin yang tidak dapat ditembus menjadi solute, kecuali melewati sel-sel endodermis yang kemungkinan melalui tindakan pemompaan membran atau saluran. Xylem akan membawa logam menuju daun dengan melewati sebuah membran. Logam dapat disimpan dalam berbagai jenis sel, tergantung pada spesies dan bentuk logam, karena ini dapat diubah ke dalam bentuk-bentuk toksik (untuk tanaman) melalui konversi kimia atau kompleksasi. Logam dapat dipisahkan dalam beberapa bagian sub sel (dinding sel. Sitosol, vakuola) atau volatilisasi melalui stomata (Fitriah, 2018)
Fitoremediasi Limbah Logam Berat Kromium (Cr)
Salah satu tanaman yang dapat digunakan dalam metode fitoremediasi pada logam berat kromimum (Cr) adalah tanaman obor atau (Typha latifolia). Tanaman ini berasal dari suku Typhaceae dan bangsa Typhales yang mempunyai rizoma, beramilum, sering membentuk koloni padat, menjulamg dari air dangkal atau tumbuh di tempat yang basah, sel-sel bertanin tersebar, batang tegak, serta berakhir dengan pembungaan. Daun berbentuk dua garis, kebanyakan di dasar, pelepah laminalinearis. Habitat dari Typha latifolia ini adalah lingkungan yang mempunyai nilai pH 4 – 10 dan temperatur 10 – 30o C. Tanaman Typha latifolia dapat ditemukan di rawa dan wetland yang terdapat di hampir setiap benua (Rondonuwu, 2014). Tumbuhan Typha latifolia dapat digolongkan kepada jenis tumbuhan hiperakumulator. Kemampuan tumbuhan Typha latifolia dalam menyerap logam yang begitu besar menjadikan tumbuhan ini digunakan sebagai alternatif dalam menyerap limbah logam.

Pada salah satu penelitian yang dilakukan oleh (Pandia et al, 2018) Tumbuhan obor (Typha latifolia) telah terbukti dalam mengurangi pencemar logam Cr. Tumbuhan typha latifolia juga telah dibuktikan dapat tumbuh di tempat yang mengandung limbah cair yang tercemar salah satunya adalah bahan berbahaya yaitu logam berat. Selain tumbuhan obor, pencemar logam berat krom dapat diserap oleh tumbuhan air lain seperti enceng gondok (Eichhornia crassipes), kayu apu (Pistia stratiotes), mata ikan (Lemna minor), dan kayambang (Salvinia sp.). Penelitian ini telah dilakukan oleh (Safarrida, and Widada, 2015) dimana pada penelitian ini dihasilkan tanaman Salvinia sp. mempunyai ketahanan dan serapan kromium lebih tinggi sebesar 67,2% sementara tanaman Pistia stratiotes mempunyai ketahanan dan serapan kromium lebih rendah sebesar 20,3% dibandingkan tanaman air lokal lainnya. Sedangkan dalam medium limbah cair industri penyamakan kulit, tanaman air Salvinia sp. mempunyai ketahanan dan serapan kromium lebih tinggi daripada tanaman Pistia stratiotes berturut turut sebesar 80,4% dan 9,9%.
Fitoremediasi Limbah Logam Berat Besi (Fe)
Salah satu tanaman yang dapat digunakan dalam metode fitoremediasi pada logam berat besi (Fe) adalah tanaman kayu apu (apu-apu) Pistia stratiotes L. Tanaman kayu apu merupakan jenis gulma air yang sangat cepat tumbuh serta memiliki daya adaptasi terhadap lingkungan baru yang sangat besar. Pada umumnya tumbuhan akan menyerap unsur – unsur hara yang larut dalam air maupun dalam tanah melalui akar tanaman. Tanaman kayu apu Pistia stratiotes L. memiliki tinggi sekitar 5 – 10 cm dengan cara mengambang dipermukaan air. Selain itu kayu apu Pistia stratiotes L. tidak memiliki batang, berdaun tunggal, memiliki bentuk sedikit melengkung menyerupai mawar, ujung membulat, memiliki pangkal runcing, panjang daun sekitar 2-10 cm (Raissa, 2017). Lebar daun tanaman kayu apu antara 5-14 cm dengan jarak nodus 0,1 – 0,5 cm. Daunnya berwarna hijau kebiruan dan dapat berubah kekuningan ketika sudah menua dengan ujung memulat dan pangkal yang meruncing. Pada tepi daun berlekuk – lekuk serta memiliki rambut tebal yang lembut pada permukaan daun. Tanaman kayu apu dapat bertahan hidup pada suhu 15 ⁰C – 35⁰C akan tetapi suhu optimum pertumbuhan kayu apu antara 22 ⁰C – 30⁰C (Nurfitriani, 2019).

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh (Suhadiyah and Umar, 2016) dihasilkan Kiapu Pistia stratiotes L. mampu menyerap Fe sebanyak 1747.065 mg/kg bobot keringnya dalam waktu 7 hari dengan daya absorpsi logam besi (Fe) adalah 249.5807 mg/kg/hari dan lewat dari hari ke 7 akan mulai terjadi penurunan laju absorpsi. Terjadinya klorosis dan nekrosis pada kiapu menunjukkan Kiapu Pistia stratiotes L. mengalami kejenuhan sehingga akan mengurangi kemampuannya dalam mengabsorpsi logam besi (Fe). Penelitian yang sama yang dilakukan (Nurlina, 2016) tanaman kiapu Pistia stratiotes L. mampu menurunkan konsentrasi besi (Fe) sebanyak 625,395 mg/kg selama 14 hari. Menurunnya konsentrasi besi (Fe) pada limbah cair karena tanaman mampu menyerap zat pencemar yang ada didalam limbah cair dengan akar – akar tanaman kiapu Pistia stratiotes L. Selain dengan tanaman kiapu Pistia stratiotes L, logam Fe juga dapat diserap dengan efektif menggunakan tanaman kabomba (C. furcata). Berdasarkan ( Afriza et al, 2020) tumbuhan kabomba (C. aquatica) mampu menurunkan kandungan Fe pada air limbah sebesar 56,61% pada konsentrasi 75% dengan nilai serapan 144,87 mg/L.
Fitoremediasi Limbah Logam Berat Seng (Zn)
Salah satu tanaman yang dapat digunakan dalam metode fitoremediasi pada logam berat seng (Zn) adalah tanaman Hydrilla sp. Hydrilla sp. adalah salah satu fitoremediator yang memiliki kemampuan mengolah limbah berupa logam berat, zat organik maupun anorganik (Alghaffar, 2016). Hydrilla sp. sebagai tumbuhan air memiliki potensi dalam menurunkan kadar pencemar air limbah yang memiliki kadar organik tinggi (Lestari, Azis, and Ningsih 2013). Menurut (Mutmainnah, 2015), Hydrilla sp. memiliki kemampuan mengakumulasi logam timbal (Pb) sampai hari ke-20. Hydrilla sp. mampu menurunkan logam timbal (Pb) pada limbah industri kertas. Hydrilla verticillata yang memiliki kesamaan dalam hidupnya di air dan merupakan gulma bagi tanaman lain juga mampu menyerap logam dengan baik. Hydrilla Sp. merupakan tumbuhan gulma bawah permukaan air. Hydrilla Sp. memiliki efisiensi yang lebih tinggi saat menyerap Cu dalam konsentrasi 5 ppm (Fuad, Aunurohim, and Hidayat, 2013).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Novi, Sartika, and Shobah 2019) tanaman Hydrilla sp. dapat mengurangi logam Zn sebesar 50% pada hari ke-3, 6, 9, 12, dan 15 sedangkan pada hari ke-18 mengalami penurunan persentase sebesar 25%. Menurut (Mangkoedihardjo et al, 2010), penurunan konsentrasi logam seng diakibatkan oleh proses penguraian yaitu fitoekstraksi, fitodegradasi dan fitovolatilisasi. Tumbuhan memperoleh bahan-bahan yang diperlukan untuk pertumbuhan melalui akar dengan menyerap air dan mineral dari lingkungan sekitarnya secara osmosis (Yuliani, Sitorus, and Wirawan 2013).
Proses rhizofiltrasi yaitu adsorbsi atau absorpsi logam oleh akar tanaman. Dalam akumulasi logam seng oleh tumbuhan, logam harus dibawa ke sekitar akar (rhizosfer) agar terjadi penyerapan logam-logam yang larut dalam air. Tumbuhan akan membentuk suatu enzim reduktase di membran akar. Enzim reduktase berfungsi mereduksi logam yang selanjutnya diangkut melalui mekanisme didalam membran akar. Setelah logam menembus endodermis akar, logam akan mengikuti aliran transpirasi yang selanjutnya terjadi lokalisasi logam pada sel dan jaringan. Hal ini bertujuan untuk menjaga agar logam tidak menghambat metabolisme tanaman sebagai upaya untuk mencegah keracunan logam terhadap sel.