Tujuan
Tujuan dari percobaan ini adalah menunjukkan bahwa reaksi penyabunan etil asetat oleh ion hidroksida adalah reaksi orde kedua. Di samping itu ditentukan pula tetapan laju reaksinya. Penentuan ini dilakukan dengan cara titrasi atau konduktometri.
Landasan Teori
Laju reaksi dapat dinyatakan sebagai laju pengurangan atau pertambahan konsentrasi zat tiap satuan waktu atau peristiwa perubahan konsentrasi reaktan atau produk dalam satuan waktu. Konstanta laju reaksi merupakan laju reaksi bila konstanta dari masing-masing jenis larutan (Keenan et al,1984). Ilmu yang mempelajari tentang laju reaksi dan mekanisme reaksi dikenal sebagai kinetika kimia. Laju reaksi bergantung dengan konsentrasi dari spesi yang bereaksi, ada tidaknya katalis, suhu, dan sifat dari reaktan itu sendiri. Pada setiap reaksi mempunyai laju atau kecepatan, dimana reaksi itu dapat berlangsung cepat atau berlangsung lambat. (Hein,2011)
Suatu reaksi kimia berlangsung karena atom-atom yang bersenyawa membentuk molekul-molekul baru dengan cara yaitu pembentukan elektron oktet dalam masing-masing atom. Laju berlangsungnya proses ini secara mekanisme reaksi kimia dan energi-energi yang bertahan dengan proses ini secara mekanisme reaksi adalah rangkaian reaksi setingkat demi setingkat yang terjadi berurutan pada proses pembuatan atau pembentukan senyawa (Edahwati.2007).
Hukum laju mempunyai dua penerapan utama, yaitu penerapan teoritis yang merupakan pemandu dalam mekanisme reaksi dimana setiap mekanisme yang diajukan harus konsisten dengan hukum laju yang diamati. Sedangkan penerapan praktiknya akan dilakukan setelah mengetahui hukum laju reaksi dan konstanta lajunya. Hukum laju reaksi mempunyai persamaan yang menyatakan laju reaksi sebagai fungsi dari konsentrasi semua spesies yang ada termasuk produk-produk yang dihasilkan dalam reaksi tersebut. (Atkins, 1996).
Berdasarkan teori tumbukan, reaksi dapat berlangsung sebagai hasil tumbukan antarpartikel pereaksi. Hanya tumbukan antarpartikel efektif saja yang dapat menhasilkan energi. Sebelum terjadinya reaksi molekul pereaksi haruslah molekulnya saling bertumbukkan, sehingga sebagian molekul pada tumbukan ini akan membentuk suatu molekul-molekul yang akan mampu bersifat mengaktifasikan diri secara langsung. Molekul tersebut kemudian berubah menjadi hasil reaksi agar pereaksi dapat membentuk kompleks yang akan aktif. Walaupun demikian, molekul-molekul ini akan hanya mempunyai energi minimum yang disebut energi aktivasi (Sukardjo, 2002).
Laju reaksi sering dituliskan dengan persamaan k[A]n[B]m, dimana konstanta k adalah konstanta laju reaksi spesifik atau konstanta laju reaksi yang tidak bergantung pada konsentrasi dari semua spesi. Pada masing-masing komponen A dan B terdapat eksponen n dan m yang disebut dengan orde reaksi. Pada penjumlahan n dan m ini disebut sebagai orde reaksi keseluruhan. Orde reaksi terdiri dari reaksi orde satu, reaksi orde dua, reaksi orde tiga, dan reaksi orde pseudo. (Remington, 2006)
Pada umumnya, tetapan kesetimbangan, K ditentukan secara termodinamika. Pada suatu temperatur tertentu, harga sama dengan nisbah antara konsentrasi semua spesi produk pangkat koefisien masing-masing pada saat reaksi setimbang. Reaksi kesetimbangan dapat juga dipelajari secara kinetika. Secara kinetika konvensional, tetapan (keadaan) kesetimbangan biasanya ditentukan (atau lebih umum diajarkan) dengan menggunakan metode diferensial yakni dengan logika: pada saat kesetimbangan laju reaksi maju sama dengan reaksi balik, hal ini mudah diterma. Namun, ada dua masalah yang ternafikan. Pertama, secara eksperimen, laju pada saat kesetimbangan tidak dapat ditentukan karena konsentrasi komponen reaksi tidak lagi berubah dengan waktu. Kedua, penentuan tetapan laju berdasarkan metode diferensial tidak akan memberikan harga yang pasti, harga yang pasti harus diperoleh dengan menggunakan metode integral (Patihah. 2003).
Nilai konstanta meningkat seiring dengan meningkatnya suhu. Hal ini membuktikan bahwa meningkatnya suhu dapat meningkatkan laju reaksi, karena suhu dapat meningkatkan tumbukan antar molekul (Elida, et al., 2012).
Salah satu contoh reaksi orde dua adalah reaksi hidrolisis etil asetat pada kondisi basa, atau biasa disebut dengan reaksi saponifikasi. Reaksi yang berlangsung adalah sebagai berikut: CH3COOC2H5 + OH– CH3COO– + C2H5OH. Penentuan laju reaksi dari reaksi tersebut dapat ditentukan dengan menggunakan metode titrasi. Konsentrasi dari ion hidroksida yang tersisa, yang tidak bereaksi pada saat reaksi berlangsung. Data tersebut dan konsentrasi awal etil asetat dan ion hidroksida dapat digunakan untuk menentukan konstanta laju reaksi. (Remington,2006)
Suatu ester dalam basa, atau penyabunan (saponifikasi) merupakan suatu reaksi tak reversibel. Hidrolisis etil asetat dengan katalis basa seperti natrium hidroksida merupakan reaksi searah (irreversible) dan reaksi orde kedua terhadap produknya yaitu natirum asetat dan etanol. Karena tidak reversible penyabunan seringkali menghasilkan asam karboksilat dan alkohol dengan rendemen yang lebih baik daripada hidrolisis asam. Reaksi yang berlangsung dalam suasana basa dari hasil penyabunan adalah garam karboksilat. (Fessenden, 1986)
Laju reaksi = k [CH3COOC2H3] [OH–] Persamaan yang dapat digunakan dalam menentukan laju reaksi orde dua adalah:
t = 1/k [1/(a-x)-1/a]
t = x/(ka(a-x) )
k = x/(ta (a-x))
kt = x/(a (a-x))
(Florence, 2011) persamaan tersebut dapat membentuk persamaan y = mz + b. jika sebuah reaksi merupakan reaksi orde 2 maka grafik k versus t akan membentuk garis linear. Jika garis lurus terbentuk, maka itu membuktikan bahwa reaksi tersebut benar-benar reaksi orde 2. Dengan konstanta laju reaksi yang didapatkan dari kemiringan garis tersebut (Moore,2010)
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada percobaan ini yaitu labu ukur 250 mL sebanyak 2 buah, pipet volume 20 mL dan 10 mL, erlenmeyer 250 mL sebanyak 6 buah, buret 50 mL, botol semprot, dan stopwatch. Sedangkan bahan yang digunakan adalah etil asetat, larutan NaOH 0,02 M 250 mL, larutan HCl 0,02 M 150 mL, dan indikator fenolptalein.
Cara Kerja
- Dimasukan x ml larutan NaOH dan Etil asetat (Konsentrasi tertentu) kedalam erlenmeyer tertutup
- Kedua Erlenmeyer ditempatkan pada temperature yang sama
- Sementara itu, kedalam 6 erlenmeyer dipipet 20 ml larutan HCl 0,02M
- Bila NaOH dan Etil Asetat mencapai Temperatur termostat, Larutan Etil Asetat dicampurkan dengan cepat pada larutan NaOH
- Dikocok dan dijalankan stopwatch pada kedua larutan bercampur
- Setelah 3 menit, dipipet 10 ml dari campuran reaksi dan dimasukan ke dalam salah satu labu 20 ml larutan HCl
- Dititrasi kelebihan HCl segera dengan larutan standar NaOH 0,02M
- Dilakukan pengulangan dengan variasi waktu 8,15, 25, 40, dan 65 menit.
- Sisa campuran reaksi disimpan dalam Erlenmeyer selama ≤ 2 hari agar reaksi selesai
- Ditentukan konsentrasi OH–
- Sisa campuran reaksi dipanaskan
- Setelah dingin, dilakukan titrasi kembali
- Dihasilkan konsentrasi awal Etil asetat dalam campuran reaksi
Hasil dan Pembahasan
Hasil yang diperoleh dari salah satu sumber:
Tabel 1 Penentuan mmol NaOH reaksi (mmol)
Waktu |
V NaOH titran (mL) | mmol NaOH titran = mmol HCl sisa (mmol) | mmol HCl reaksi = mmol NaoH sisa (mmol) |
mmol NaoH reaksi (mmol) |
Menit ke-3 |
16,2 | 0,33858 | 0,01742 |
5,20758 |
Menit ke-8 |
16,3 | 0,34067 | 0,01533 |
5,20967 |
Menit ke-15 |
16,4 | 0,34276 | 0,01324 |
5,21176 |
Menit ke-25 |
17,0 | 0,3553 | 0,0007 |
5,2243 |
Menit ke-40 |
14,8 | 0,30932 | 0,04668 |
5,17832 |
Menit ke-65 |
14,7 | 0,30723 | 0,04877 |
5,17632 |
Tabel 2 Penentuan Molaritas NaOH yang bereaksi
Waktu (s) |
Molaritas NaOH yang bereaksi (M) |
180 |
0,011572 |
480 |
0,011577 |
900 |
0,011582 |
1500 |
0,011611 |
2400 |
0,011507 |
3900 |
0,011503 |
Tabel 3. Hasil Persamaan Reaksi Orde Dua
t (s) |
a (M) | x | x/a(a-x) |
k |
180 |
0,02 | 0,011572 | 68,652112 |
0,381401 |
480 |
0,02 | 0,011577 | 68,722545 |
0,143172 |
900 |
0,02 | 0,011582 | 68,793062 |
0,076437 |
1500 |
0,02 | 0,011611 | 69,203719 |
0,046136 |
2400 | 0,02 | 0,011507 | 67,744024 |
0,028227 |
3900 |
0,02 | 0,011503 | 67,688596 |
0,017356 |
Rata-rata |
0,115455 |
Pembahasan
Tujuan dari percobaan ini yaitu menunjukkan bahwa reaksi penyabunan etil asetat oleh ion hidroksida adalah reaksi orde kedua. Di samping itu, ditentukan pula tetapan laju reaksinya. Penentuan ini dapat dilakukan dengan cara titrasi atau konduktometri. Pada percobaan ini dilakukan dengan cara titrasi. Parameter yang terukur adalah pengurangan konsentrasi eter yang diukur dengan cara titrasi dengan basa kuat terhadap asam asetat yang dihasilkan serta waktu reaksi.
Orde reaksi adalah bilangan pangkat yang menyatakan naiknya laju reaksi akibat naiknya reaksi. Menentukan orde reaksi dari suatu reaksi kimia pada prinsipnya menentukan seberapa besar pengaruh perubahan konsentrasi pereaksi terhadap laju reaksinya. Suatu reaksi dikatakan berorde dua terhadap salah satu pereaksi jika laju reaksi merupakan pangkat dua dari konsentrasi pereaksi itu. Untuk mengetahui tetapan laju reaksi pada reaksi penyabunan tersebut, dilakukan percobaan dengan menggunakan metode titrasi yaitu titrasi asam basa.
Pada percobaan ini, yang dilakukan pertama yaitu memasukkan larutan NaOH sebanyak 250 mL dan larutan etil asetat sebanyak 200 mL ke dalam erlenmeyer yang berbeda dan ditutup rapat. Tujuannya yaitu supaya kedua larutan tersebut tidak terkontaminasi dengan zat lain dan agar larutan tidak menguap. Selain itu juga disiapkan larutan HCl ke dalam 6 buah erlenmeyer dengan masing- masing sebanyak 20 mL. Larutan NaOH dan HCl yang digunakan tersebut, sebelumnya telah distandarisasi terlebih dahulu sehingga didapatkan konsentrasi berturut-turut yaitu sebesar 0,0209 M dan 0,0178 M. Kedua larutan tersebut distandarisasi karena larutan tersebut merupakan larutan baku sekunder yang tidak stabil dalam penyimpanannya sehingga perlu distandarisasi terlebih dahulu sebelum digunakan untuk mengetahui konsentrasi sebenarnya larutan tersebut.
Larutan NaOH dan larutan etil asetat dilakukan penyamaan suhu terlebih dahulu sebelum dicampurakan agar laju reaksi yang dihasilkan tidak mengalami perubahan yang besar. Kenaikan suhu yang terjadi akan menyebabkan tumbukan antar partikel berlangsung lebih cepat karena energi kinetiknya meningkat sehingga laju reaksi menjadi berlangsung lebih cepat. Setelah temperatur termostat, maka kedua larutan dicampukan dengan cepat dan dikocok agar kedua larutan menjadi homogen. Selain itu juga dinyalakan stopwatch pada saat kedua larutan tersebut tercampur. Adapun reaksi yang terjadi yaitu sebagai berikut:
CH3COOC2H5(aq) + NaOH(aq) CH3COONa(aq) + C2H5OH (aq)
Setelah 3 menit, campuran larutan NaOH dan larutan etil asetat dipipet sebanyak 10 mL dan dicampurkan dengan larutan HCl pada salah satu erlenmeyer yang sudah disiapkan. Penambahan HCl pada larutan campuran NaOH dan etil asetat tujuannya adalah untuk menetralkan campuran larutan yang bersifat basa atau memberikan suasana asam. Selain itu, dapat digunakan untuk mengetahui banyaknya NaOH yang tersisa dalam proses saponifikaasi. Penambahan HCl ini mengubah karboksilat menjadi asam karboksilat (Santosh K., 2007).
Selanjutnya yaitu melakukan proses titrasi pada kelebihan HCl dengan larutan standard NaOH. Proses titrasi harus dilakukan secepat mungkin karena akan membuat suhu menjadi menurun saat proses titrasi. Hal tersebut akan mempengaruhi laju reaksi yang diperoleh menjadi lebih lambat karena pada suhu rendah energi kinetik kecil sehingga laju reaksi yang terjadi juga kecil. Jika hal tersebut terjadi dapat dilakukan proses pemanasan terlebih dahulu. Selain itu, sifat etil asetat yang mudah menguap akan membuat volume etil asetat menurun, maka pada saat proses memipet maupun saat mereaksikan larutan tersebut harus dilakukan secepat mungkin. Pada saat proses titrasi, untuk mengetahui titik akhir titrasi dapat menggunakan indikator PP dimana titik akhir titrasi dapat dilihat dari larutan yang tidak bewarna menjadi berwarna merah muda. Indikator PP dapat ditambahkan setelah penyamaan suhu pada campuran. Tujuannya yaitu agar indikator PP tidak menguap sehingga dapat menunjukkan titik akhir titrasi. Adapun reaksi yang terjadi pada saat titrasi sebagai berikut:
NaOH(aq) + HCl(aq) NaCl(aq) + H2O (aq)
Untuk proses pencampuran HCl dan proses titrasi dilakukan variasi waktu yaitu pada menit 3, 8,15, 25, 40, dan 65. Volume titrasi yang diperoleh yaitu sebesar 16,2 mL; 16,3 mL; 16,4 mL; 17,0 mL; 14,8 mL; 14,7 mL. Hasil tersebut dapat digunakan untuk menghitung mol NaOH yang bereaksi dan konsentrasi NaOH yang bereaksi untuk menentukan tetapan laju reaksi pada percobaan ini.
Prinsip pada praktikum ini yaitu larutan NaOH yang berlebih akan bereaksi dengan etil asetat disaat dilakukan pencampuran, sedangkan sisa dari larutan NaOH akan bereaksi dengan larutan HCl yang berlebih yang telah ditambahkan indikator PP. HCl yang sisa bereaksi kemudian dititrasi dengan larrutan NaOH titran sehingga kedua larutan akan bereaksi. Mol dari HCl sisa ini akan diketahui dari volume NaOH yang dibutuhkan untuk menetralkan HCl. Sedangkan untuk menentukan molaritas NaOH yaitu dari jumlah mol awal yang bereaksi berdasarkan hasil perhitungan dari data pengamatan.
Pada perhitungan yang telah dilakukan maka dapat diketahui molaritas NaOH yang bereaksi adalah 0,011572 M; 0,011577M; 0,11582; 0,011611 M; 0,011507 M; dan 0,011503 M pada variasi waktu berturut-turut yaitu menit ke 3, 8, 15, 25, 40, dan 65. Dari hasil tersebut dapat digunakan untuk menghitung persamaan sehingga dari hasil persamaan tersebut dapat digunakan untuk menentukan grafik dimana sebagai ordinat dan t sebagai absis. Hasil grafik dari perhitungan yaitu sebagai berikut:
Pada grafik menunjukkan bahwa reaksi penyabunan etil asetat dengan ion hidroksida adalah reaksi orde dua karena garis yang terbentuk adalah garis lurus dengan kemiringan tertentu (Moore,2010). Kemudian adalah menghitung tetapan laju reaksi (k) yang merupakan jumlah molar konsentrasi OH- yang bereaksi pada waktu t. persamaan yang digunakan adalah: k: x/(ta(a-x)) sehingga didapatkan hasil yaitu 0,381402; 0,1413172: 0,076437; 0,046136: 0,028227; dan 0,17356. Dengan variasi waktu berturut-turut yaitu menit ke 3, 8, 15, 25, 45, dan 65. Harga rata-rata k yaitu sebesar 0,115455.
Dari nilai tetapan laju reaksi (k) yang didapat pada variasi waktu yang ditetapkan, di dapatkan hubungan bahwa tetapan laku reaksi berbanding terbalik terhadap perubahan waktu. Hal ini sesuai dengan persamaan 𝑣=𝑘[𝑥]𝑎[𝑦]𝑏, dimana kecepatan (v) berbanding terbalik dengan waktu (t), sehingga k pun berbanding terbalik dengan t.
Simpulan
Berdasarkan percobaan penentuan laju reaksi dan tetapan laju reaksi dapat disimpulkan bahwa penentuan laju reaksi dan konstanta laju reaksi penyabunan etil asetat dengan ion hidroksida adalah reaksi orde dua yang dimana merupakan hasil grafik terhadap t membentuk garis lurus dengan kemiringan tertentu. Sementara harga k rata-rata didapatkan sebesar 0,115455.
Daftar Pustaka
Atkins, P.W. 1996. Kamus Lengkap Kimia. Jakarta: Rineka Cipta.
Edahwati. 2007. Kinetika Reaksi Pembuatan NaOH dari Soda ASH dan Ca(OH)2. Jurnal Penelitian Ilmu Teknik. 7 (2).
Fessenden, R.J. and J.S. Fessenden. 1986. Kimia Organik Dasar Edisi Ketiga. Jilid 1. Terjemahan oleh A.H. Pudjaatmaka. Jakarta: Erlangga.
Florence, Alexander T dan David attwood. 2011. Physiochemical Principles of Pharmacy. London: Pharmaceutical Press.
Hein, Morris. 2011. Introduction to Chemistry. Louisiana: John Willey and Sons, lnc, ed 13
Keenan, C.W, D.C, Kleinfelter dan J.H Wood. 1984. Kimia Untuk Universitas. Jakarta: Erlangga.
Moore, A. K dan Chauhan B.S. 2010. Engineering Chemistry. New Delhi: Laxmi Publication.
Patiha. 2003. Penentuan Tetapan Laju Reaksi Balik dan Tetapan Kesetimbangan dengan Pendekatan Reaksi Searah dan Hukum Laju Reaksi Maju. Jurnal Penelitian Kimia. 9 (2).
Purba Elida, Ade Citra Khairunisa. 2012. Kajian Awal Laju Reaksi Fotosintesis Untuk Penyerapan Gas CO2 Menggunakan Mikroalga Tetraselmis Chuii. Jurnal Rekayasa Proses. 1 (6): 7-13.
Remington, Joseph P. 2006. The sciences and pratice of pharmacy. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins
Sukardjo. 2002. Kimia Fisika. Jakarta: Rineka Cipta.
Upadhyay, Santosh K. 2007. Chemical Kinetics and Reaction Dynamics. New York: Springer.
Lampiran
Analisis Data
Perhitungan larutan yang digunakan
Pembuatan Etil Asetat 0,02N 250ml
M=(%×ρ×10)/Mr
N =(%×ρ×10×Val)/Mr
N =(99,5%×0,9 g/cm^3×10×1)/(88,11 g/mol)
N =0,1016 N
N1×V1=N2×V2
0,1016×V1=0,02N×250 ml
V1=9,843 ml
Volume yang dibutuhkan 9,843 ml dari kadar 99,5% Etil Asetat
Volume Aquades yang perlu ditambahkan = 250 ml – 9,843 ml = 240,157 ml
Larutan NaOH 0,02N 250ml
M=g/Mr×1000/V
0,02N =g/(40 gram/mol)×1000/250ml ×1
g=0,2 gram
Massa yang dibutuhkan 0,2 gram NaOH dicampurkan aquades 250ml
Larutan HCl 0,02M 150ml
M=(%×ρ×10)/Mr
M =(37×1,19 g/cm^3×10)/(36,46 g/mol)
M =12,07 M M1×V1=M2×V2
12,07 M×V1=0,02 M×150 ml
V1=0,2485 ml
Volume yang dibutuhkan 0,2485 ml dari kadar 37% HCl
Volume Aquades yang perlu ditambahkan = 150 ml – 0,2485 ml = 14 ml
Asam Oksalat 0,01N 35ml
M=g/Mr×1000/V
0,01N =g/(126 gram/mol)×1000/35ml ×2
g=0,221 gram
Massa yang dibutuhkan 0,221 gram NaOH dicampurkan aquades 250ml
Standarisasi NaOH
N=g/Mr×1000/V×val
N =(0,221 gram)/(126 gram/mol)×1000/35ml ×2
N =0,01 N
Perhitungan Data Pengamatan
Penentuan mmol NaOH reaksi (mmol)
Diketahui:
M NaOH Standarisasi: 0,0209 M
M HCl Standarisasi: 0,0178 M
V NaOH: 250 mL
V HCl: 20 mL
V Etil asetat: 200 mL
V Campuran: 450 mL
- Menit ke-3
V NaoH titrasi: 16,2 mL
Mmol NaOH titrasi: M NaOH x V NaOH titrasi
: 0,0209 x 16,2 mL
: 0,33858 mmol
Mmol HCl sisa = mmol NaOH titrasi
= 0,33858 mmol
Mmol HCl total = M HCl x V HCl
= 0,0178 x 20
= 0,356 mmol
Mmol HCl bereaksi = mmol HCl total – mmol HCl sisa
= 0,356 mmol – 0,33858 mmol
= 0,01742 mmol
Mmol NaOH sisa = mmol HCl bereaksi
= 0,01742 mmol
Mmol NaOH total = mmol NaOH yang bereaksi dengan etil asetat
Mmol NaOH total = M NaOH x V NaoH
= 0,0209 x 250
= 5,25 mmol
Mmol NaOH bereaksi = mmol NaOH total – mmol NaOH sisa
= 5,225 mmol – 0,01742 mmol
= 5,0758 mmol
M NaOH reaksi = (5,0758 mmol)/(450 mL)
= 0,011572 M
- Menit ke-8
V NaoH titrasi: 16,3 mL
Mmol NaOH titrasi: M NaOH x V NaOH titrasi
: 0,0209 x 16,3 mL
: 0,34067 mmol
Mmol HCl sisa = mmol NaOH titrasi
= 0,34067 mmol
Mmol HCl total = M HCl x V HCl
= 0,0178 x 20
= 0,356 mmol
Mmol HCl bereaksi = mmol HCl total – mmol HCl sisa
= 0,356 mmol – 0,34067 mmol
= 0,01742 mmol
Mmol NaOH sisa = mmol HCl bereaksi
= 0,01533 mmol
Mmol NaOH total = mmol NaOH yang bereaksi dengan etil asetat
Mmol NaOH total = M NaOH x V NaoH
= 0,0209 x 250
= 5,25 mmol
Mmol NaOH bereaksi = mmol NaOH total – mmol NaOH sisa
= 5,225 mmol – 0,01533 mmol
= 5,20967 mmol
M NaOH reaksi = (5,20967 mmol)/(450 mL)
= 0,011577 M
- Menit ke-15
V NaoH titrasi: 16,4 mL
Mmol NaOH titrasi: M NaOH x V NaOH titrasi
: 0,0209 x 16,4 mL
: 0,34276 mmol
Mmol HCl sisa = mmol NaOH titrasi
= 0,34276 mmol
Mmol HCl total = M HCl x V HCl
= 0,0178 x 20
= 0,356 mmol
Mmol HCl bereaksi = mmol HCl total – mmol HCl sisa
= 0,356 mmol – 0,34276 mmol
= 0,01324 mmol
Mmol NaOH sisa = mmol HCl bereaksi
= 0,01324 mmol
Mmol NaOH total = mmol NaOH yang bereaksi dengan etil asetat
Mmol NaOH total = M NaOH x V NaoH
= 0,0209 x 250
= 5,25 mmol
Mmol NaOH bereaksi = mmol NaOH total – mmol NaOH sisa
= 5,225 mmol – 0,01324 mmol
= 5,21176 mmol
M NaOH reaksi = (5,21176 mmol)/(450 mL)
= 0,011582 M
- Menit ke-25
V NaoH titrasi: 17,0 mL
Mmol NaOH titrasi: M NaOH x V NaOH titrasi
: 0,0209 x 16,4 mL
: 0,3553 mmol
Mmol HCl sisa = mmol NaOH titrasi
= 0,3553 mmol
Mmol HCl total = M HCl x V HCl
= 0,0178 x 20
= 0,356 mmol
Mmol HCl bereaksi = mmol HCl total – mmol HCl sisa
= 0,356 mmol – 0,3553 mmol
= 0,0007 mmol
Mmol NaOH sisa = mmol HCl bereaksi
= 0,0007 mmol
Mmol NaOH total = mmol NaOH yang bereaksi dengan etil asetat
Mmol NaOH total = M NaOH x V NaoH
= 0,0209 x 250
= 5,25 mmol
Mmol NaOH bereaksi = mmol NaOH total – mmol NaOH sisa
= 5,225 mmol – 0,0007 mmol
= 5,2243 mmol
M NaOH reaksi = (5,2243 mmol)/(450 mL)
= 0,011611 M
- Menit ke-40
V NaoH titrasi: 14,8 mL
Mmol NaOH titrasi: M NaOH x V NaOH titrasi
: 0,0209 x 14,8 mL
: 0,350932 mmol
Mmol HCl sisa = mmol NaOH titrasi
= 0,350932 mmol
Mmol HCl total = M HCl x V HCl
= 0,0178 x 20
= 0,356 mmol
Mmol HCl bereaksi = mmol HCl total – mmol HCl sisa
= 0,356 mmol – 0,350932 mmol
= 0,04668 mmol
Mmol NaOH sisa = mmol HCl bereaksi
= 0,04668 mmol
Mmol NaOH total = mmol NaOH yang bereaksi dengan etil asetat
Mmol NaOH total = M NaOH x V NaoH
= 0,0209 x 250
= 5,25 mmol
Mmol NaOH bereaksi = mmol NaOH total – mmol NaOH sisa
= 5,225 mmol – 0,04668 mmol
= 5,17832 mmol
M NaOH reaksi = (5,17832 mmol)/(450 mL)
= 0,011507 M
- Menit ke-65
V NaoH titrasi: 14,7 mL
Mmol NaOH titrasi: M NaOH x V NaOH titrasi
: 0,0209 x 14,7 mL
: 0,30723 mmol
Mmol HCl sisa = mmol NaOH titrasi
= 0,30723 mmol
Mmol HCl total = M HCl x V HCl
= 0,0178 x 20
= 0,356 mmol
Mmol HCl bereaksi = mmol HCl total – mmol HCl sisa
= 0,356 mmol – 0,30723 mmol
= 0,04877 mmol
Mmol NaOH sisa = mmol HCl bereaksi
= 0,04877 mmol
Mmol NaOH total = mmol NaOH yang bereaksi dengan etil asetat
Mmol NaOH total = M NaOH x V NaoH
= 0,0209 x 250
= 5,25 mmol
Mmol NaOH bereaksi = mmol NaOH total – mmol NaOH sisa
= 5,225 mmol – 0,04877 mmol
= 5,17623 mmol
M NaOH reaksi =(5,17623 mmol)/(450 mL)
= 0,011503 M
Hasil Persamaan Reaksi orde dua
- Menit ke-3
180 s
x/(a(a-x)) = 0,011572/(0,02 (0,02-0,011572))
= 0,011572/(0,02 (0,008428))
= 0,011572/0,00016856
= 68,655112
K = x/(ta(a-x))
= 0,011572/(180 x 0,02 (0,02-0,011572))
= 0,011572/(3,6 (0,008428))
= 0,011572/0,0303408
= 0,381401
- Menit ke-8
480 s
x/(a(a-x))
= 0,011577/(0,02 (0,02-0,011577))
= 0,011577/(0,02 (0,008423))
= 0,011577/0,00016846
= 68,722545
K = x/(ta(a-x))
= 0,011577/(480 x 0,02 (0,02-0,011577))
= 0,011577/(9,6 (0,008423))
= 0,011577/0,0808608
= 0,1413172
- Menit ke-15
900 s
x/(a(a-x))
= 0,011582/(0,02 (0,02-0,011582))
= 0,011582/(0,02 (0,008418))
= 0,011582/0,00016836
= 68,793062
K = x/(ta(a-x))
= 0,011582/(900x 0,02 (0,02-0,011582))
= 0,011582/(18 (0,008423))
= 0,011582/0,151524
= 0,076437
- Menit ke-25
1500 s
x/(a(a-x))
= 0,011611/(0,02 (0,02-0,011611))
= 0,011611/(0,02 (0,008389))
= 0,011611/0,00016778
= 69,203719
K = x/(ta(a-x))
= 0,011611/(1500x 0,02 (0,02-0,011611))
= 0,011611/(30 (0,008389))
= 0,011611/0,25167
= 0,046136
- Menit ke-40
2400 s
x/(a(a-x))
= 0,011507/(0,02 (0,02-0,011507))
= 0,011507/(0,02 (0,008493))
= 0,011507/0,00016986
= 67,744024
K = x/(ta(a-x))
= 0,011507/(2400x 0,02 (0,02-0,011507))
= 0,011507/(48 (0,008493))
= 0,011507/0,407664
= 0,028227
- Menit ke-65
3900 s
x/(a(a-x))
= 0,011503/(0,02 (0,02-0,011503))
= 0,011503/(0,02 (0,008497))
= 0,011503/0,00016994
= 67,688596
K = x/(ta(a-x))
= 0,011503/(3900x 0,02 (0,02-0,011503))
= 0,011503/(78 (0,008497))
= 0,011503/0,662766
= 0,17356
K rata-rata
= (0,1413172 + 0,1413172 + 0,076437 + 0,046136 + 0,028227 + 0,17356) / 6
= 0,115455
Pertanyaan
1. Apa yang dimaksud dengan orde reaksi?
Jawab: Orde reaksi merupakan banyaknya faktor konsentrasi yang mempengaruhi kecepatan reaksi.
2. Apa perbedaan antara orde dan kemolekulan reaksi?
Jawab:
– Orde reaksi merupakan jumlah pangkat dari faktor konsentrasi dalam hukum laju bentuk diferensial.
– Kemolekulan merupakan jumlah spesi tahap penentu laju reaksi yang merupakan suatu konsep teoritis yang dapat digunakan jika sudah diketahui mekanisme reaksinya.
3. Kenyataan apakah yang membuktikan bahwa reaksi penyabunan etil asetat ini adalah reaksi orde kedua?
Jawab: Reaksi penyabunan etil asetat merupakan reaksi orde dua. Hal ini dapat dilihat dari satuan tetapan reaksinya, M-1menit-1. Tetapan laju reaksi tidak dapat ditentukan secara teoritis tetapi harus melalui percobaan.
4. Turunkan satuan-satuan yang digunakan dalam sistem internasional (SI) untuk hantara jenis dan hantaran molar.
Jawab:
– Hantaran jenis: ohm-1 cm-1 (Ω cm-1)
– Hantaran molar: S m2 mol-1, S cm2 mol-1
5. Apakah akibat bila titrasi dari HCl tidak cepat segera dilakukan? Seandainya titrasi ini harus ditunda (umpamanya sampai seluruh percobaan selesai), apakah yang harus dikerjakan?
Jawab: Apabila titrasi HCl tidak secepatnya dilakukan maka temperatur campuran zat akan menurun dan mempengaruhi hasil tetapan laju reaksinya. Sehingga temperatur campuran zat harus dijaga agar tetap konstan pada saat titrasi. Misalnya proses titrasi ditunda, maka temperaur harus dinaikkan dengan pemanasan ulang.
6. Terangkanlah tiga cara menentukan orde reaksi kimia.
Jawab:
1) Melihat satuan dari tetapan laju reaksinya
2) Membandingkan waktu paruh waktu, misalnya nilai t dengan t dimana t = 3t
3) Membandingkan dua buah persamaan laju reaksi yang diketahui datanya.
7. Energi pengaktifan dapat ditentukan secara percobaan, terangkan prinsipnya dan tuliskan pula persamaan-persamaan yang diperlukan.
Jawab: Energi pengaktifan merupakan energi minimal yang dibutuhkan suatu pereaksi untuk melakukan reaksi. Harga dari energi pengaktifan akan tereduksi/berkurang dengan penambahan katalis. Persamaan yang dibutuhkan: Ea = -RT ln (K/A)