Tujuan
- Memperkenalkan metode pengukuran dengan bantuan kurva kalibrasi dan dengan cara adisi standar
- Menentukan kadar besi dalam sistem perairan
Landasan Teori
Besi adalah salah satu logam yang paling banyak dijumpai di kerak bumi. Ditemukan dalam air tawar alami dengan kadar sekitar 0,5-50 mg/L. Besi bisa terdapat dalam air minum sebagai hasil dari penggunaan koagulan besi atau adanya korosi pada pipa pipa baja dan besi cor pada distribusi. Besi adalah unsur esensial dalam nutrisi manusia. Besi atau ferrum (Fe) berwarna putih keperakan, liat, dan dapat dibentuk. Di alam didapat sebagai hematit. Besi dibutuhkan oleh tubuh dalam pembentukan haemoglobin. Di dalam air minum besi menimbulkan rasa, warna (kuning), pengendapan pada dinding pipa, dan pertumbuhan bakteri besi. Dalam KepMenKes RI No. 492/MENKES/PER/IV/2010 Tentang Persyaratan Kualitas Air Minum telah ditetapkan standar baku mutu air minum untuk logam Fe (besi) adalah 0,3 mg/L (Slamet, 1995).
Spektrometri merupakan suatu metode analisis kuantitatif yang pengukurannya berdasarkan banyaknya radiasi yang dihasilkan atau yang diserap oleh spesi atom atau molekul analit. Salah satu bagian dari spektrometri ialah Spektrometri Serapan Atom (SSA), merupakan metode analisis unsur secara kuantitatif yang pengukurannya berdasarkan penyerapan cahaya dengan panjang gelombang tertentu oleh atom logam dalam keadaan bebas. Spektrometri Serapan Atom (SSA) dalam kimia analitik dapat diartikan sebagai suatu teknik untuk menentukan konsentrasi unsur logam tertentu dalam suatu cuplikan. Teknik pengukuran ini dapat digunakan untuk menganalisis konsentrasi lebih dari 62 jenis unsur logam (Skoog et. al., 2000).
Gambar 1. Spektrofotometer Serapan Atom
Dalam AAS, atom bebas berinteraksi dengan berbagai bentuk energi seperti energi panas, energi elektromagnetik, energi kimia dan energi listrik. Interaksi ini menimbulkan proses-proses dalam atom bebas yang menghasilkan absorpsi dan emisi (pancaran) radiasi dan panas. Radiasi yang dipancarkan bersifat khas karena mempunyai panjang gelombang pada karakteristik untuk setiap atom bebas (Basset, 1994). Setiap alat spektroskopi serapan atom terdiri atas tiga komponen, yaitu unit atomisasi, sumber radiasi, dan system pengukur fotometrik. Atomisasi dapat dilakukan dengan baik dengan nyala maupun dengan tungku. Untuk mengubah unsur metalik menjadi uap atau hasil disosiasi diperlukan energi panas. Temperatur harus benar-benar terkendali dengan sangat hati-hati agar proses atomisasinya sempurna. Biasanya temperatur dinaikkan secara bertahap, untuk menguapkan dan sekaligus mendisosiasikan senyawa yang dianalisis.
Sumber cahaya pada AAS adalah sumber cahaya dari lampu katoda yang berasal dari elemen yang sedang diukur kemudian dilewatkan ke dalam nyala api yang berisi sampel yang telah terakomisasi, kemudian radiasi tersebut diteruskan ke detektor melalui monokromator. Chopper digunakan untuk membedakan radiasi yang berasal dari nyala api. Detektor akan menolak arah searah arus (DC) dari emisi nyala dan hanya mengukur arus bolak-balik dari sumber radiasi atau sampel. Atom dari suatu unsur pada keadaan dasar akan dikenai radiasi maka atom tersebut akan menyerap energi dan mengakibatkan elektron pada kulit terluar naik ke tingkat energi yang lebih tingi atau tereksitasi. Atom-atom dari sampel akan menyerap sebagian sinar yang dipancarkan oleh sumber cahaya. Penyerapan energi cahaya terjadi pada panjang gelombang tertentu sesuai dengan energi yang dibutuhkan oleh atom tersebut (Basset, 1994).
Suatu atom/molekul akan menyerap radiasi elektromagnetik dengan energi yang spesifik sesuai dengan persamaan Planck E = h.ν, dengan E adalah energi foton, ν frekuensi dan h adalah tetapan Planck. Suatu foton memiliki energi tertentu dan dapat menyebabkan transisi tingkat energi suatu atom/molekul. Metode AAS berprinsip pada absorpsi radiasi elektromagnetik oleh atom. Atom-atom akan menyerap radiasi elektromagnetik pada panjang gelombang tertentu dan spesifik, tergantung pada sifat unsurnya. Dengan absorpsi energi tersebut, atom-atom bebas yang berada dalam keadaan dasar (ground state) akan mengalami eksitasi ke tingkat energi yang lebih tinggi (excitation state) yang kemudian akan kembali lagi ke keadaan dasar sambil memancarkan radiasi.
Dalam analisis dengan AAS berlaku hukum Lambert-Beer yang menyatakan bahwa banyaknya sinar yang diserap oleh suatu materi/atom berbanding langsung dengan konsentrasinya.
A = ε . b . c
A = absorbansi (banyaknya sinar yang diserap oleh atom)
ε = koefisien ekstingsi molar (cm-1.M-1)
b = tebal media penyerap/ kuvet (cm)
c = konsentrasi sampel (M)
Alat dan Bahan
Alat-Alat
Labu takar ukuran 10, 100 mL
Pipet volume ukuran 1; 2; 5; 10 mL
Pipet ukur ukuran 5; 10 mL
Gelas kimia ukuran 250 mL
Tabung reaksi besar
Pipet tetes
Bahan
Larutan baku Fe 1000 ppm
Larutan HNO3 1 M
Akuades
Sampel air yang berasal dari sungai yang tercemar
Cara Kerja
Metode Kurva Kalibrasi
- Disiapkan 5 buah labu takar 10 mL dan masing-masing diisi dengan larutan Fe3+ 10 ppm sebanyak 0; 1; 2; 3; 4 mL
- Ke dalam semua labu takar ditambah 1 mL HNO3 1 M, kemudian diencerkan dengan akuades sampai tanda batas. (2 mL)
- Dikocok hingga homogen, kemudian diukur absorbansinya dengan AAS.
- Diukur pula absorbansi sampel yang sebelumnya telah disaring terlebih dahulu (bila terlalu pekat dapat diencerkan terlebih dulu).
- Dibuat kurva kalibrasi dan plotkan absorbansi dari sampel. Hitung kadar Fe3+ yang terlarut dalam sample.
Metode Adisi Standar
- Disiapkan 5 buah labu takar 10 mL, masing-masing diisi dengan sampel (yang disaring terlebih dahulu) sebanyak 2 mL.
- Ke dalam setiap labu takar ditambah larutan HNO3 1 M sebanyak 1 mL
- Ke dalam setiap labu takar secara berurutan ditambahkan larutan standar Fe3+ 10 ppm sebanyak 0; 1; 2; 3; dan 4 mL. Kemudian dincerkan dengan akuades sampai tanda batas
- Diukur absorbansi masing-masing larutan dengan AAS dan dibuat kurva hubungan konsentrasi standar yang ditambahkan dengan absorbansi
- Ditentukan kadar Fe3+ yang terlarut dalam sampel. Hasil antara yang diperoleh dibandingkan dengan cara kurva kalibrasi dan dengan cara adisi standar.
Data Pengamatan
Metode kurva kalibrasi
[Fe3+] 10 ppm |
1 M HNO3 |
H2O (mL) |
Absorbansi |
0 mL |
1 mL |
9 |
0,042 |
1 mL |
1 mL |
8 |
0,105 |
2 mL |
1 mL |
7 |
0,163 |
3 mL |
1 mL |
6 |
0,239 |
4 mL |
1 mL |
5 |
0,314 |
Sampel = 2 mL |
1 mL |
7 |
0,255 |
Metode adisi standar
[Fe3+] 10 ppm |
1 M HNO3 |
Sampel |
H2O |
Absorbansi |
0 mL |
1 mL |
2 mL |
7 mL |
0,158 |
1 mL |
1 mL |
2 mL |
6 mL |
0,199 |
2 mL |
1 mL |
2 mL |
5 mL |
0,257 |
3 mL |
1 mL |
2 mL |
4 mL |
0,30 |
4 mL |
1 mL |
2 mL |
3 mL |
0,360 |
Analisis Data
1. Metode Kurva Kalibrasi
Menghitung konsentrasi larutan Fe3+
Konsentrasi Fe3+ (ppm):
V1 = 0 mL
V1 x ppm1 = V2 x ppm2
0 x 10 = 10 x ppm2
0 = ppm2
V1 = 1 mL
V1 x ppm1 = V2 x ppm2
1 x 10 = 10 x ppm2
1 = pmm2
V1 = 2 mL
V1 x ppm1 = V2 x ppm2
2 x 10 = 10 x ppm2
2 = ppm2
V1 = 3 mL
V1 x ppm1 = V2 x ppm2
3 x 10 = 10 x ppm2
3 = ppm2
V1 = 4 mL
V1 x ppm1 = V2 x ppm2
4 x 10 = 10 x ppm2
4 = ppm2
Grafik Metode Kurva Kalibrasi
Menghitung Kadar Fe3+ dalam sampel
Berdasarkan grafik, diperoleh persamaan:
y = 0.0678x + 0.037 dimana y = A = 0.255
0.255 = 0.0678x + 0.037
0.218 = 0.0678x
x = 3.2153 ppm
C2 = 3.21533 ppm
Faktor pengenceran = 2 mL sampel menjadi 10 mL (5 kali)
Kadar Fe3+ dalam sampel = C2 x faktor pengenceran
= 3.21534 x 5
= 16.0766 ppm
2. Metode Adisi Standar
Menghitung konsentrasi larutan Fe3+
Konsentrasi Fe3+ (ppm):
V1 = 0 mL
V1 x ppm1 = V2 x ppm2
0 x 10 = 10 x ppm2
0 = ppm2
V1 = 1 mL
V1 x ppm1 = V2 x ppm2
1 x 10 = 10 x ppm2
1 = ppm2
V1 = 2 mL
V1 x ppm1 = V2 x ppm2
2 x 10 = 10 x ppm2
2 = ppm2
V1 = 3 mL
V1 x ppm1 = V2 x ppm2
3 x 10 = 10 x ppm2
3 = ppm2
V1 = 4 mL
V1 x ppm1 = V2 x ppm2
4 x 10 = 10 x ppm2
4 = ppm2
Grafik Metode Adisi Standar
Berdasarkan grafik diperoleh persamaan:
y =0.0505x + 0.1538 dimana y = 0
0 = 0.0505x + 0.1538
x = -3.0455 ppm
Cx = 3.0455 ppm
Faktor pengenceran = 2 mL sampel menjadi 10 mL (5 kali)
Kadar Fe3+ dalam sampel = Cx x faktor pengenceran
= 3.0455 ppm x 5 = 15.2275 ppm
Pembahasan
Tujuan pada praktikum ini yaitu untuk memperkenalkan metode pengukuran dengan bantuan kurva kalibrasi dan dengan cara adisi standar dalam menentukan kadar besi dalam sistem perairan dengan instrumen SSA. Spektrometri Serapan Atom (SSA) merupakan metode analisis unsur secara kuantitatif yang pengukurannya berdasarkan penyerapan cahaya dengan panjang gelombang tertentu oleh atom logam dalam keadaan bebas. Atom-atom menyerap cahaya tersebut pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada sifat unsurnya. Untuk mendapatkan atom netral, biasanya dilakukan proses yang disebut atomisasi yang terjadi dalam nyala.
Pada percobaan ini, metode yang dilakukan pertama yaitu dengan kurva kalibrasi. Kurva kalibrasi berfungsi sebagai penunjuk besarnya konsentrasi sampel dari hasil pengukuran sehingga konsentrasi sampel dapat diperoleh dengan mudah. Pada metode kurva kalibrasi, pertama dilakukan pembuatan larutan larutan Fe3+ sebanyak 0; 1; 2; 3; 4 mL. kemudian ke dalam semua labu takar ditambah 1 mL HNO3 1 M, kemudian diencerkan dengan akuades sampai tanda batas. Penambahan HNO3 1 M yaitu bertujuan untuk memberikan suasana asam dalam larutan sehingga akan menjaga kejernihan larutan dari endapan logam. Ion besi dapat mengalami hidrolisis di dalam air yang membentuk Fe(OH)3 yang merupakan padatan. Dengan suasana asam di dalam air, hidrolisis tidak akan terjadi sehingga ion besi tetap larut di dalam air dan tidak membentuk endapan. Apabila terjadi endapan, pengukuran akan menjadi tidak akurat dikarenakan konsentrasi besi di dalam fasa cair akan berkurang karena membentuk endapan sehingga menyebabkan pengukuran kadar besi dalam air tersebut tidak akurat.
Larutan yang telah dicampur dengan HNO3 dikocok hingga homogen, kemudian diukur absorbansinya dengan AAS. Absorbansi yang didapatkan dari konsentrasi Fe3+ 0; 1; 2; 3; 4 ppm secara berturut-turut yaitu sebesar 0,042; 0,105; 0,163; 0,239, dan 0,314. Berdasarkan absorbansi yang sudah didapatkan, kemudian digunakan untuk mencari kurva kalibrasi sebagai berikut:
Berdasarakan kurva tersebut, didapatkan persamaan regresi yaitu y = 0.0678x + 0.037, dengan R2 0,9967. Nilai R2 adalah fraksi antara 0,0 sampai 1,0. Semakin kecil nilai R2, maka persamaan regresi yang didapat semakin tidak bagus untuk digunakan. Semakin mendekati 1, maka persamaan regresi yang didapat sangat baik untuk digunakan. Karena R2 yang didapat mendekati 1, maka persamaan regresi yang didapat sangat baik untuk digunakan. Persamaan garis ini kemudian digunakan untuk mengukur konsentrasi sampel. Hasil absorbansi pada sampel 1 adalah 0,255 sehingga jika dimasukan ke dalam persamaan garis didapatkan kadar Fe dalam sampel sebesar 16.0766 ppm pada metode kurva kalibrasi. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 907/MENKES/SK/VII/2002 Tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air Minum, kadar besi maksimum dalam air adalah 0,3 mg/L atau 0,3 ppm. Sampel yang digunakan pada praktikum ini mempunyai konsentrasi di atas 0,3 ppm. Sehingga tidak baik untuk dijadikan air konsumsi.
Metode selanjutnya pada percobaan ini yaitu menggunakan metode adisi standar. Metoda adisi standar adalah metoda dimana sampel yang akan dianalisis ditambahkan dengan larutan standar yang diketahui konsentrasinya untuk meminimalkan kesalahan yang disebabkan oleh berbagai matrik. Menurut Syahputra (2004) metoda ini mampu meminimalkan kesalahan yang disebabkan oleh perbadaan kondisi lingkungan (matrik) sampel dan standar. Pada metode ini, yang dilakukan pertama yaitu menyiapkan 5 buah labu takar 10 mL, yang masing-masing diisi dengan sampel (yang disaring terlebih dahulu) sebanyak 2 mL. Ke dalam setiap labu takar ditambah larutan HNO3 1 M sebanyak 1 mL yang bertujuan untuk memberikan suasana asam dalam larutan sehingga akan menjaga kejernihan larutan dari endapan logam. Pada sampel yang sudah ditambah HNO3 1 M, kemudian ke dalam setiap labu takar secara berurutan ditambahkan larutan standar Fe3+ sebanyak 0; 1; 2; 3; dan 4 mL. Kemudian diencerkan dengan akuades sampai tanda batas. Sampel yang sudah ditambahkan dengan larutan standar. Diukur absorbansi masing-masing larutan dengan AAS dan dibuat kurva hubungan konsentrasi standar yang ditambahkan dengan absorbansi. Absorbansi yang didapatkan dari konsentrasi Fe3+ 0; 1; 2; 3; 4 ppm secara berturut-turut yaitu sebesar 0,158; 0,199; 0,257; 0,30, dan 0,360. Berdasarkan absorbansi yang sudah didapatkan, kemudian digunakan untuk mencari kurva metode adisi standar sebagai berikut:
Berdasarakan kurva tersebut, didapatkan persamaan regresi yaitu y =0.0505x + 0.1538 dengan R2 0,9962. Nilai R2 didapatkan mendekati 1, maka persamaan regresi yang didapat sangat baik untuk digunakan. Pada persamaan tersebut didapatkan kadar Fe dalam sampel sebesar 15.2275 ppm pada metode adisi standar. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 907/MENKES/SK/VII/2002 Tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air Minum, kadar besi maksimum dalam air adalah 0,3 mg/L atau 0,3 ppm. Sampel yang digunakan pada praktikum ini mempunyai konsentrasi di atas 0,3 ppm. Sehingga tidak baik untuk dijadikan air konsumsi.
Kadar besi yang didapatkan dengan metode kurva kalibrasi dan metode adisi cukup berbeda. Namun, keduanya terdapat kesamaan yaitu belum memenuhi standar kualitas air minum yang telah ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.
Simpulan
- Dalam penentuan kadar besi menggunakan instrumen AAS, dapat dilakukan dengan 2 metode yaitu dengan metode kurva kalibrasi dan metode adisi standar. Kurva kalibrasi berfungsi sebagai penunjuk besarnya konsentrasi sampel dari hasil pengukuran sehingga konsentrasi sampel dapat diperoleh dengan mudah. Sedangkan Metoda adisi standar adalah metoda dimana sampel yang akan dianalisis ditambahkan dengan larutan standar yang diketahui konsentrasinya untuk meminimalkan kesalahan yang disebabkan oleh berbagai matrik.
- Kadar besi dalam perairan menggunakan metode kurva kalibrasi didapatkan hasil sebesar 16.0766 ppm. Sedangkan kadar besi dalam perairan menggunakan metode adisi standar didapatkan hasil sebesar 15.2275 ppm. Kedua kadar yang telah didapatkan, belum memenuhi standar kualitas air minum yang telah ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.
Daftar Pustaka
Basset J. dan Mendham. 1994. Buku Ajar Vogel Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Jakarta: Buku kedokteran EGC.
Skoog. D. A., Donald M. West, F. James Holler, Stanley R. Crouch. 2000. Fundamentals of Analytical Chemistry. Publisher: Brooks Cole.
Slamet, Soemirat, Juli. 1995. Kesehatan Lingkungan. Jakarta: UGM Press.
Syahputra, R., 2004. Modul Pelatihan Instrumentasi AAS. Yogyakarta: Laboratorium Instrumental Terpadu UII,