A. Tujuan
Membuat Bioplastik dari Protein Ampas Tahu
B. Tinjauan Pustaka
Penggunaan plastik telah banyak membantu kehidupan manusia, namun keberadaannya yang sangat melimpah di alam sangatlah mengkhawatirkan. Mayoritas plastik yang bersifat sekali pakai serta proses penguraian yang lambat membuat plastik menumpuk dan mencemari lingkungan. Plastik menjadi material yang sangat diminati karena keunggulannya diantaranya ringan, fleksibel, ekonomis, transparan, kuat, mudah dibawa, kedap air dan gas, tidak mudah pecah, dan harganya yang terjangkau (Sharma et al., 2017). Geyer et al. (2017) menyebutkan hingga kini jumlah sampah plastik dunia mencapai 6300 juta ton, dan hanya 9% saja yang dapat diolah melalui proses daur ulang dan sisanya masih menumpuk di lingkungan. Dampak dari pencemaran plastik diantaranya adalah pelepasan gas beracun dioksin, mikroplastik, tempat perkembangbiakan vektor penyakit, hingga matinya biota laut.
Salah satu alternatif yang dapat digunakan sebagai pengganti plastik sintesis yaitu bioplastik. Bioplastik yaitu plastik yang memiliki sifat ramah lingkungan, dimana plastik ini dapat digunakan layaknya seperti plastik konvensional, namun akan hancur terurai oleh aktivitas mikroorganisme menjadi hasil akhir berupa air dan gas karbondioksida setelah habis terpakai dan dibuang ke lingkungan tanpa meninggalkan sisa yang beracun. Oleh karena sifat dari bioplastik inilah diharapkan dapat sedikit mengatasi masalah yang ada pada lingkungan (Yudistirani et al, 2019).
Bahan dasar pembuatan plastik biodegradable adalah tanaman yang memiliki kandungan senyawa pati, selulosa, lignin serta protein dan lipid hewani. Berdasarkan bahan baku yang dipakai bioplastik dikelompokkan menjadi dua kelompok, yakni bioplastik bahan dasar petrokimia (non-renewable resources) dengan bahan aditif bersifat biodegradable, dan bioplastik bahan dasar sumber daya alam terbarukan (renewable resources), seperti tanaman yang mengandung pati dan protein serta selulosa yang berasal dari hewan (susu, putih telur, cangkang telur) maupun tumbuhan (ampas tebu, ampas tahu, kulit pisang, kulit nangka, umbi-umbian, dan biji-bijian (Rahyani, 2011).
Sifat mekanik bioplastik merupakan acuan dan standar kekuatan dari film bioplastik yang dihasilkan. Sifat mekanik ini terdiri dari kuat tarik, elongasi, modulus young atau sifat peregangan. Kekuatan tarik atau gaya maksimum terjadi selama pengukuran film plastic. Semakin tinggi gaya yang dihasilkan oleh film plastic maka kekuatan tariknya akan semakin besar. Elongasi merupakan pertambahan panjang ketika film bioplastik memperoleh gaya maksimum yang dipengaruhi oleh gaya tarik sampai terjadinya perputusan dan dibandingkan dengan panjang awalnya. Nilai perpanjangan dikatakan baik jika nilainya kurang dari 50% dan dikatakan buruk jika nilainya kurang dari 10%. Sedangkan Modulus tarik adalah ukuran kekakuan suatu bahan yang memiliki elastisitas, atau rasio tegangan terhadap regangan sepanjang terjadinya tarik. Nilai perpanjangan dikatakan baik jika nilainya kurang dari 50% (Fardhayanti & Jalianur, 2015).
Bioplastik dapat dibuat dari selulosa, agar, karagenan, dan protein. Protein memiliki monomer asam amino alfa yang berfungsi sebagai enzim katalis biologis, rambut dan jaringan material struktural dan faktor pertumbuhan, racun sebagai alat pertahanan mikroorganisme. Protein biasanya ditemukan pada hewan dan tumbuhan.

Gambar Struktur Protein
Salah satu contoh protein yaitu kedelai, kedelai dapat dijadikan sebagai salah satu bahan pembuatan bioplastik. Kedelai mengandung sekitar 35% protein dan 20% lemak dari berat kering kedelai. Protein dalam kedelai mengandung beberapa jenis asam amino seperti asam aspartat (Asp), asam glutamat (Glu), glisin (Gly), alanin (Ala), valin (Val), leusin (Leu), lisin (Lys), dan arginin (Arg) (Yamada et al., 2020).
Kedelai dapat diolah menjadi berbagai makanan seperti tahu, tempe, susu kedelai, kecap, dsb. Produksi tahu adalah salah satu industri yang banyak di Indonesia yang menghasilkan limbah industri tahu. Limbah tahu berasal dari proses produksi kedelai menjadi tahu yang terbuang sehingga tidak dikonsumsi. Terdapat dua macam limbah dalam proses pembuatan tahu yaitu limbah cair dan limbah padat (ampas). Ampas tahu merupakan hasil samping dari penyaringan bubur kedelai dengan persentase 25-35% dari produk yang dihasilkan serta ampas tahu memiliki kandungan protein sebesar 61% (Fibria, 2017). Ampas tahu masih mengandung protein relatif tinggi karena pada proses pembuatan tahu tidak semua bagian protein kedelai bisa terekstrak. Ampas tahu yang telah diekstrak sangat memungkinkan untuk dijadikan sebagai bahan bioplastik karena ampas tahu mengandung protein dalam jumlah cukup tinggi.
Ampas tahu tidak hanya mengandung protein, oleh karena itu perlu dilakukan isolasi protein. Isolasi dilakukan dengan metode ekstraksi. Ekstraksi protein dapat dilakukan dengan penambahan NaOH. Akibatnya protein terhidrolisis dan membentuk endapan putih. Protein sebagian besar terdiri dari globulin. Globulin mengendap pada pH isoelektriknya yang berkisar 4,1 – 4,5. Pada pH tersebut terjadi denaturasi protein dan terbentuk endapan. Endapan inilah yang merupakan ekstrak protein.
Ekstrak protein perlu ditambah senyawa lain untuk meningkatkan kualitas bioplastik. Senyawa tambahan dapat berupa kitosan dan gliserol, fungsinya adalah untuk meningkatkan fleksibilitas plastik.
Sifat fisik yang dimiliki hampir mirip dengan plastik pada umumnya, yaitu transparan, bertekstur halus, licin dan memiliki warna putih kekuningan.
C. Alat Dan Bahan
Alat yang digunakan untuk pembuatan protein ampas tahu sebagai berikut :
- Oven
- Baskom
- Ayakan 100 mesh
- Alat yang untuk membuat Plastic Biodegradable sebagai berikut :
- Timbangan digital
- Baskom
- Hot plate
- Spatula
- beaker glass 100 mL dan 500 mL
- Neraca analitik
- Cetakan plat kaca ukuran 20 x 20 cm
- Oven
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut :
- Ampas tahu 500 gr
- Protein ampas tahu sebanyak 60 gr
- Air
- Larutan kitosan 15ml
- Gliserol 30%, 40%,50%
- Asam asetat 1 %
- Aquades 2,5 L
- HCl 2 N 500 ml
- NaOH 2 N 500 ml
D. Cara Kerja
Persiapan bahan dasar plastik protein ampas tahu
Ampas tahu yang digunakan adalah ampas tahu kering, sebelum diekstrak untuk diambil proteinnya ampas tahu basah dihilangkan kadar airnya (Suryani, 2021). Adapun langkah–langkah dalam menghilangkan kadar air pada ampas tahu sebagai berikut :
- Menyiapkan ampas tahu
- Memeras ampas tahu hingga kadar air ampas tahu berkurang
- Mengukus ampas tahu selama 30 menit
- Mengoven selama 24 jam pada suhu 50oC
- Menyimpan ampas tahu kering yang telah diproses menggunakan wadah
- Menghaluskan ampas tahu dengan blender
Proses Isolasi Protein Ampas Tahu
Isolasi protein ampas tahu bertujuan untuk memperoleh protein dari ampas tahu kering dengan proses ekstraksi (Suryani, 2021). Langkah-langkah dalam isolasi protein ampas tahu sebagai berikut :
- Ampas tahu kering sebanyak 500 gr dimasukkan dalam beaker glass dan ditambahkan aquades sebesar 1 : 2
- Dilakukan ekstraksi menggunakan NaOH 2 N dan pH 8 selama satu jam.
- Hasil ekstraksi disaring menggunakan kain saring dan kertas saring
- Hasil dari ekstraksi menghasilkan residu yang diperoleh berupa kotoran (abu) maupun senyawa-senyawa lain yang tidak diinginkan (seperti lemak dan karbohidrat).
- Protein terekstrak diendapkan menggunakan HCL 2 N sampai protein terekstrak sebesar pH 4,5 dan disimpan didalam lemari pendingin pada suhu 10oC selama 15 jam.
- Selanjutnya larutan protein terekstrak tersebut disentrifuse dengan kecepatan 4000 rpm selama 10 menit. Proses centrifuge menghasilkan endapan berupa protein dan whey.
- Endapan protein dicuci dengan aquades.
- Setelah itu, endapan protein yang bercampur aquades dilakukan proses centrifuge lagi dengan kecepatan 4000 rpm selama 10 menit.
- Selanjutnya endapan protein tersebut dikeringkan di dalam oven pada suhu 50 oC selama 24 jam.
Pembuatan Sediaan Larutan Kitosan
Pembuatan sedian larutan kitosan menggunakan kitosan yang bersumber dari cangkang udang yang berupa serbuk kemudian dilakukan pengenceran. Kitosan yang digunakan terbuat dari cangkang udang. Pemilihan kitosan yang terbuat dari udang memiliki kelebihan yaitu memiliki warna yang lebih cerah dibandingkan kitosan yang lainnya (Suryani, 2021). Hal ini akan mempengaruhi hasil visual film plastik yang dihasilkan. Kandungan kitin yang terdapat pada cangkang udang berkisar 20-30%.Prosedur kerja pembuatan sediaan larutan kitosan sebagai berikut :
- Menimbang kitosan sebanyak 10 gr
- Mencampur 10 gr kitosan dengan 500 ml asam asetat 1% kemudian diaduk hingga tercampur
- Memasukkan dan menyimpan larutan kitosan pada beaker glass
Pembuatan Film Bioplastik Protein Ampas Tahu
Pembuatan bioplastik dari protein ampas tahu dilakukan dengan menggunakan prosedur kerja dengan pencampuran bahan dasar. Prosedur kerja pembuatan bioplastik protein ampas tahu sebagai berikut :
- Menyiapkan protein ampas tahu sebanyak 10 gr
- Menambahkan 100 ml aquades
- Memanaskan protein dan aquades menggunakan hot plate dan diaduk hingga homogen
- Menambahkan gliserol sebanyak 30% dan mengaduk hingga homogen
- Menambahkan bahan pengisi sebanyak 20%
- Menambahkan kitosan sebanyak 5 ml pada variasi campuran gliserol
- Mendiamkan selama 30 menit untuk menghilangkan gelembung pada sediaan
- Menuangkan pada plat kaca atau loyang yang berukuran 20 x 20 cm.
- Memasukkanya ke dalam oven pada suhu 600 oC selama 4 jam
- Mendiamkan plastik pada suhu ruang selama 24 jam
- Melepaskan film bioplastik dari plat kaca atau loyang untuk dilakukan uji karakteristik
E. Hasil Dan Pembahasan
Persiapan bahan dasar plastik protein ampas tahu
Ampas tahu merupakan salah satu produk samping limbah pemrosesan yang berbentuk padatan dan diperoleh dari hasil produksi tahu. Pemanfaatan ampas tebu sangat berpotensi sebagai bahan baku pembuatan bioplastik, karena ampas tebu mengandung selulosa sebesar 45,96%, hemiselulosa sebesar 20,3% dan lignin sebesar 21,56%. Komponen selulosa dapat dijadikan bahan baku pembuatan bioplastik. Pati adalah salah satu bahan penyususn yang pailng banyak dan luas terdapat di alam, yang merupakan karbohidrat cadangan pangan pada tanaman.
Pembuatan bioplastik dari ampas tahu diawali dengan proses pencucian. Proses pencucian ampas tahu menggunakan air mengalir yang bertujuan untuk menghilangkan kotoran yang menempel pada ampas tahu. Kotoran yang biasa ditemukan pada ampas tahu adalah batu kecil dan kulit kedelai. Setelah ampas tahu di bersihkan, ampas tahu diperas untuk menghilangkan kadar airnya, selanjutnya dilakukan pengukusan selama 30 menit. Pengukusan dan pengeringan ampas tahu bertujuan untuk mencegah terjadinya pembusukan sehingga ampas tahu dapat memiliki daya simpan yang lama. Menurut Collins dan Walter dalam Augustyn, G.H., (2017), kadar air suatu produk sangat penting dikendalikan karena akan menentukan daya tahan atau keawetan produk yang bersangkutan pada waktu penyimpanan.
Proses Isolasi Protein Ampas Tahu
Proses isolasi ampas tahu dilanjutkan dengan memasukan ampas tahu ke dalam oven yang bertujuan menghilangkan kadar air. Dihasilkan ampas tahu kering, kasar dan masih menggumpal. Sehingga ampas tahu perlu dihaluskan menggunakan mesin penggiling tepung untuk memudahkan proses ekstraksi protein. Hasil ekstraksi selulosa yang diperoleh ditunjukan pada gambar 1 dimana selulosa yang dihasilka berwarna putih kekunigan, tidak berbau.
Ekstraksi merupakan proses pemisahan suatu komponen dari bahan padat maupun cair dengan bantuan zat pelarut. Bahan pelarut yang digunakan adalah bahan yang mampu mengekstrak susbtansi yang diinginkan tanpa melarutkan material lainnya (Erfiza dkk., 2016). Ampas tahu masih mengandung protein relatif tinggi karena pada proses pembuatantahu tidak semua bagian protein kedelai bisa terekstraks. Ampas tahu yang telah diekstraks sangat memungkinkan untuk dijadikan sebagai bahan bioplastik karena ampas tahu mengandung protein dalam jumlah tinggi. Ampas tahu tidak hanya memgandung protein sehingga perlu dilakuka isolasi protein. Isolasi dilakukan dengan metode ekstraksi.
Ekstraksi ampas tahu merupakan proses pemisahan antara protein dengan bahan lainnya. Ekstraksi dapat dilakukan dengan meggunakan metode pengendapan dengan ditambah NaOH 2N sampai pada pH 8. Selanjutkan didiamkan selama 1 jam. Penggunaan NaOH 2N berfungsi sebagai pendeteksi ada atau tidaknya ikatan peptida. Ikatan peptida adalah ikatan yang menghubungkan antara asam amino satu dengan asam amino lainnya. Sehingga ada atau tidaknya protein dalam sampel dapat dilihat dari adanya ikatan peptida (Nurdjannah & Usmiati, 2006). Setelah didiamkan selama 1 jam sampel ditambahkan HCl 2N pada pH 4,5. Akibatnya protein terhidrolisis dan membentuk endapan putih. Protein sebagian besar terdiri dari globulin. Globulin mengendap pada pH isoelektriknya yang berkisar 4,1-4,5. Penambahan bahan pelarut asam berfungsi untuk menurunkan titik isoelektrik dari protein yang menyebabkan terjadinya denaturasi protein dan terbentuk endapan yang memisahkan zat padat dan zat terlarutnya.
Prinsip isolasi protein terdiri dari tahap-tahap ekstraksi dalam medium pengekstraks. Penghilangan bahan yang tidak terlarut meggunakan sentrifuse, pengendapan, pencucian, dan pengeringan. Hasil analisis ekstraksi protein ampas tahu menunjukan hasil protein yang dipengaruhi oleh pH. Penentuan pH dilakukan dengan membandngkan pH 8 dan 10. Penentuan pH ini bertujuan mengetahui tingkat isoelktrik protein yang baik pada saat pengendapan. Penambahan NaOH 2N pada pH 8 menunjukan hasil kelarutan protein meningkat dibandingkan dengan pH 10.
Berdasarkan penelitian (Nurdjannah, 2006), semakin tinggi pH yang diberikan untuk mengekstraks protein. Maka semakin besar pula protein yang terekstraks, namun ada kemungkinan akan terhidrolisa dan mengalami denaturasi. Penambahan NaOH 2N pada pH 10 menghasilkan protein yang kelarutan yang rendah sehingga pada saat pemisahan zat padat dan zat terlarut menghasilkan protein yang sedikit. Hasil ekstraksi protein ampas tahu setelah di centrifuge menggunakan protein terekstraks sebanyak 193 gr dalam berat basah. Setelah di centrifuge, protein terekstraks dioven dalam suhu 50℃ selama 24 jam. Protein yang di oven bertujuan untuk menghilangkan kadar air, sehingga protein yang dihasilkan kering dan berbentuk serbuk. Proses penghilangan kadar air menggunakan oven menghasilkan protein ampas tahu kering 78 gr. Karakteristik protein ampas tahu memiliki warna putih kecoklatan.
Pembuatan Sediaan Larutan Kitosan
Menurut Afiifaha dkk., dalam Suryani (2021), Kitosan dapat terbentuk dari komponen kitin fungsi dinding sel. Kitosan termasuk jenis biodegradable polymer yang memiliki beberapa sifat yang menguntungkan, yaitu biocompability, biodergradability, hydropHilicity, dan anti bacterial. Biocompability adalah kemampuan dalam downgrade sifat kimia fisik suatu bahan yang baik. Fungsi anti bacterial dari kitosan membuat bahan pendegradasi menjadi non toxic. Kitosan juga mempunya sifat komponen yang mengikat, reaktif, pengkelat, pengabsorbsi, penstabil, pembentuk film, dan penjernih (Anggraeni, 2016). Kitosan terbuat dari kitin yang merupakan bahan organik utuma pada kelompok hewan crustaceae, insekta, fungi, mollusca dan arthropoda. Kitin juga terdapat pada cangkang kepiting, udang dan lobster. Kitin merupakan biodegradable polymer alami (Mathivanan dkk., 2016).

Pembuatan sedian larutan kitosan menggunakan kitosan yang bersumber dari cangkang udang yang berupa serbuk kemudian dilakukan pengenceran. Pemilihan kitosan yang terbuat dari udang memiliki kelebihan yaitu memiliki warna yang lebih cerah dibandingkan kitosan yang lainnya. Hal ini akan mempengaruhi hasil visual film plastik yang dihasilkan. Kandungan kitin yang terdapat pada cangkang udang berkisar 20-30% (Suryani, 2021).
Pembuatan Film Bioplastik Protein Ampas Tahu
Bahan daar pembuatan plastik biodegradable yang digunakan adalah protein ampas tahu dari kedelai. Sementara untuk menghasilkan bioplastik yang fleksibel, dibutuhkan bahan plasticizer gliserol, fillerdan kitosan.
Gambar Bioplastik dari protein ampas tahu memiliki sifat fisik yang hampir mirip dengan plastik pada umumnya, yaitu transparan, bertekstur halus, licin dan memiliki warna putih kekuningan
Gambar Bioplastik dari protein ampas tahu memiliki sifat fisik yang hampir mirip dengan plastik pada umumnya, yaitu transparan, bertekstur halus, licin dan memiliki warna putih kekuningan. Komposisi utama pembuatan bioplastik ini merupakan ampas tahu yang berasal dari kedelai. Kedelai merupakan bahan baku pembuatan tahu yang memiliki warna putih kekuningan. Sehingga, ampas tahu yang dihasilkan memiliki warna yang sama meskipun telah mengalami berbagai proses pengolahan.
Plasticizer yang digunakan dalam pembuatan bioplastik sangat berpengaruh pada film yang dihasilkan. Plasticizer yang cocok digunakan dalam pembuatan bioplastik dari jenis kacang-kacangan yang mengandung protein yaitu polyetilene glikol (PEG), Sorbitol, dan Gliserol (Vieira dkk., 2011). Film plastik yang dihasilkan dari protein ampas tahu yang hanya menggunakan plasticizer gliserol dari semua jenis konsentrasi, menghasilkan film plastik yang rapuh, tidak transparan dan jika dilepas dari cetakan menyebabkan film plastik patah. Namun menghasilkan film plastik yang lebih baik dibandingkan polyetilene glikol (PEG) dan sorbitol. Oleh karena itu diperlukannya penambahan filler atau pengisi untuk meningkatkan sifat fleksibilitas film plastik. Filler atau bahan pengisi yang digunakan pada penelitian ini yaitu isolat protein kedelai yang terbuat dari ekstrak kedelai murni dengan kadar protein 90% (Mirdayanti, 2019). Penggunaan isolat protein kedelai sebagai filler bertujuan sebagai bahan pengisi pada protein ampas tahu, sehingga bioplastik yang dihasilkan memiliki sifat mekanik yang lebih baik.
Bioplastik dari protein ampas tahu dengan penambahan plasticizer dan filler menghasilkan plastik yang licin, elastis dan transparan seperti pada Gambar 5. Sifat licin dan elastis disebabkan oleh penambahan gliserol. Dimana penambahan gliserol bertujuan untuk memperbaiki sifat fisik film bioplastik yang dihasilkan, sehingga film bioplastik memiliki sifat fleksibel. Gliserol merupakan hasil samping dari olahan biodesel berupa senyawa alkohol dan memiliki jumlah gugus hidroksil sebanyak tiga buah. Selain itu, bahan dasar pembuatan gliserol pada umumnya terbuat dari lemak hewani yang banyak ditemui pada babi.
Uji biodegradasi
Uji biodegradasi bertujuan untuk mengatahui waktu teruarainya suatu bahan secara alami oleh lingkungan. Pada penelitian ini, uji biodegradasi menggunakan metode soil burial test yaitu proses penanam sample dalam tanah dengan jangka pengamatan 4 minggu (Nurdini, 2018). Dihasilkan film bioplastikdari protein ampas tahu dapat terdegradasi secara sempurna dalam waktu 7-14 hari. Film bioplastik dengan variasi gliserol memiliki waktu degradasi paling lama yaitu 14 hari dibandingkan film bioplastik dengan variasi kitosan. Hubungan variasi gliserol terhadap uji biodegradasi menunjukan bahwa semakin banyak konsentrasi gliserol yang ditambahkan pada sampel, maka semakin cepat pula film bioplastik terurai dalam tanah. Hal ini dikarenakan gliserol merupakan polimer alami yang memiliki gugus hidroksil O-H yang dapat menyerap air, sehingga menyebabkan film plastik mudah terurai ketika dikubur dalam tanah. Film bioplastik dengan penambahan kitosan dan variasi gliserol lebih mudah terurai dibandingkan hanya menggunakan plasticizer gliserol.
Penambahan kitosan dalam penelitian ini bertujuan untuk mempercepat terurainya film bioplastik dalam tanah. Kitosan merupakan polimer alami yang terbuat dari cangkang hewan. Pada umumnya kitosan terbuat dari cangkang lobster, kumbang, dan laba-laba yang mengandung kitin. Pada penelitian ini kitosan yang digunakan terbuat dari cangkang udang, yang memiliki kandungan kitin yang tersusun atas N-asetil-d- glukosamin lebih banyak dari glukosa yang bersifat bioaktivitas dan biodegradasi sehingga dapat mempercepat terurainya bioplastik dalam tanah. Namun pada penelitian (Fahnur, 2017) penambahan larutan kitosan 5 ml pada pembuatan bioplastik memiliki waktu degradasi selama 11 hari. Hal ini dapat dipengaruhi oleh plasticizer dan bahan dasar yang digunakan.Sedangkan pada penelitian (Maharani, 2013) pembuatan bioplastik dari komposit pati lidah buaya dengan penambahan kitosan 5 ml dapat mempercepat terurainya bioplastik dalam tanah selama 8 hari. Kitosan yang digunakan terbuat dari cangkang udang yang berbentuk serbuk.
Uji ketahanan air bioplastik
Uji ketahanan air bioplastik dalam penelitian ini menggunakan metode swelling yaitu perhitungan prosentase air yang terserap dalam sampel. Film bioplastik dipotong dengan ukuran 3 x 3 cm, selanjutya ditimbang untuk mengetahui berat awal dan direndam dengan aquades selama 30 menit. Hasil Film bioplastik dengan variasi gliserol memiliki daya serap terendah pada sampel A1 dengan penambahan gliserol 30% , daya serap air yang dihasilkan sebesar 49.7%, film bioplastik A2 dengan penambahan gliserol 40% memiliki kemampuan daya serap air sebesar 129%, dan Film bioplastik A3 Gliserol 50% memiliki daya serap yang paling tinggi sebesar 196 %. Sedangkan variasi bioplastik menggunakan tambahan gliserol dan kitosan yang memiliki kemampuan daya serap air paling rendah adalah film bioplastik B3 gliserol 30% + kitosan 5 ml yaitu 89.7 %. Hubungan variasi gliserol dan kitosan dalam uji ketahanan air menunjukkan bahwa semakin banyak konsentrasi gliserol yang diberikan, maka semakin tinggi pula film bioplastikdapat menyerap air. Pada variasi gliserol dengan penambahan kitosan sebanyak 5 ml, menunjukan bahwa semakin banyak konsentrasi gliserol, maka semakin sedikit daya serap air yang hasilkan . Jadi, penambahan kitosan terhadap variasi gliserol mampu menghambat daya serap air padafilm bioplastik. Hal ini sesuai dengan penelitian (Ummah, 2013), penambahan kitosan sebagai bahan aditif menjadikan film bioplastik memiliki sifat ketahanan air yang baik. Hal ini dikarenakan kitosan merupakan biopolimer yang hidrofobik dan mudah berinteraksi dengan zat organik seperti protein.
Uji Sifat Mekanik
Uji sifat mekanik diperlukan untuk mengetahui kekuatan film bioplastik yang dihasilkan. Uji sifat mekanik pada penelitian ini adalah ketebalan, tensile strength, elongation at break dan modulus young atau regangan pada film bioplastik. Nilai ketebalan film bioplastik dipengaruhi oleh jumlah bahan dasar yang digunakan, dimana semakin banyak nilai bahan dasar yang digunakan makan semakin meningkat pula nilai ketebalan film bioplastik yang dihasilkan (Azizaturrohmah, 2019). Menurut penelitian (Ummah, 2013), nilai ketebalan film bioplastik dapat berbeda dalam setiap sampel, hal ini dipengaruhi oleh penambahan komposisi larutan dan konsentrasi kitosan yang diberikan. Semakin banyak fraksi komposisi yang diberikan maka semakin besar nilai ketebalan yang dihasilkan. Semakin banyak konsentrasi gliserol pada film bioplastik maka nilai ketebalan semakin meningkat. Sedangkan semakin sedikit konsentrasi gliserol maka nilai ketebalan yang dihasilkan semakin kecil. Hal ini juga berlaku pada penambahan kitosan terhadap variasi gliserol. Penambahan kitosan pada variasi sampel dapat meningkatkan nilai ketebalan pada film bioplastik. Hal ini sesuai dengan penelitian (Rahadi, 2020), dimana penambahan kitosan sebanding dengan film bioplastik yang dihasilkan.
Berdasarkan hasil uji ketebalan film plastik dari protein ampas tahu memiliki tebal berkisar 0.11 mm – 0.21 mm yang telah memenuhi standar JIS (Japan Industrial Standart ) sebagai jenis plastik moderate properties. Sedangkan dari ciri-ciri visual atau sifat fisiknya bioplastik protein ampas tahu yang yang dihasilkan memilikI sifat transparan, licin, dan fleksibel. Sifat fisik tersebut hampir mirip dengan sifat fisik plastik sintetis jenis LDPE (Low Density Polyethylene), yaitu salah satu jenis plastik yang banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Sifatnya yang ringan, fleksibel, kuat, mudah dibawa, kedap air, serta biaya produksi murah menjadikan penggunaan polietilena semakin luas. Ikatan rantai karbon yang panjang menyebabkan sampah plastik sulit terurai.
Hasil Uji kuat tarik
Uji kuat tarik terhadap film bioplastik sangat diperlukan untuk mengetahui suatu film bioplastik dapat melindungi produk yang akan dikemasnya (Selpiana, 2016). Penggunaan variasi plasticizer gliserol mempunyai nilai kuat tarik tertinggi dibandingkan dengan penambahan kitosan yaitu sebesar 2.12 Mpa. Sedangkan nilai kuat tarik terkecil terdapat pada variasi gliserol dengan konsentrasi gliserol 50% sebesar 1.04 MPa. Hasil uji kuat tarik film bioplastik dengan penambahan kitosan mempunyai nilai kuat tarik yang rendah dibandingkan dengan variasi gliserol. Menurut (Nuriyah & Iswarin, 2011) penambahan gliserol dengan konsentrasi yang tepat pada film bioplastik membuat reaksi antar molekul menjadi kuat, sehingga film bioplastik yang dihasilkan mempunyai nilai tarik yang tinggi. Standar nilai kuat tarik plastik biodegradable golongan moderate properties berkisar1-10 Mpa. Sedangkan menurut Japan Industrial Standart (JIS), standar nilai kuat tarik plastikbiodegradableminimum 0,39 MPa (Nuriyah & Iswarin, 2011). Menurut Badan Standarisasi Nasional (BSN) di Indonesia telah menetapkan syarat mutu plastik yang muda terurai atau bioplastik yaitu memiliki nilai kuat tarik minimal 13.7 MPa dan dapat terurai maksimal 250 jam. Biodegradable dari protein ampas tahumemiliki nilai kuat tarik berkisar 1.04-2.12 MPa. Sehingga pada penlitian ini flm plastik biodegredable yang dihasilkan dengan semua jenis vaariasi telah memenuhi standar menurut golongan moderate properties dan Japan Industrial Standart (JIS) namun belum memenuhi Badan Standarisasi Nasional (BSN).
Penambahan konsentrasi gliserol mempengaruhi nilai kuat tarik yang dihasilkan. Semakin banyak konsentrasi gliserol, maka semakin menurun nilai kuat tariknya. Menurunnya nilai kuat tarik disebabkan oleh penambahan plasticizer gliserol yang terlalu banyak. Penambahan plasticizer mampu mengurangi energi molekul. Sehingga semakin banyak penambahan konsentrasi gliserol, maka akan mengurangi nilai ikatan hidrogen dan menyebabkan melemahnya gaya tarik intermolekul rantai polimer yang berdekatan (Unsa & Paramastri, 2018) Penambahan plasticizer gliserol dalam penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan sifat elastisitas dan menghasilkan film bioplastik yang fleksibel. Semakin tinggi nilai elstisitas film bioplastik maka akan menurunkan nilai kuat tarik pada film bioplastik yang dihasilkan.
Nilai Perpanjangan ( Elongation At Break)
Uji nilai perpanjangan (Elongation At Break) merupakan uji persentase perpanjangan yang bertjuan untuk mengatahui persen maksimum pertambahan panjang pada film bioplastik. Film bioplastik diberikan gaya tarik untuk membuat film sampai putus. Nilai perpanjangan menunjukan sifat elatisitas dari suatu bahan. Hasil nilai perpanjangan (Elongation At Break) pada penelitian ini, berkisar 1.2-2.4 %. Dimana film bioplastikyang terbuat dari protein ampas tahu memiliki nilai perpanjangan (Elongatiion At Break) yang baik. Penambahan konsentrasi gkiserol mengakibatkan nilai elongation at break mengalami peningkatan dan penurunan secara acak. Hal ini dikarenakan fungsi dari penambahan plasticizer adalah untuk mengurangi kekakuan bioplastik serta menambah elastisitas bioplastik sehingga apabila jumlah plasticizer yang digunakan semakin banyak maka bioplastik yang dihasilkan akan semakin elastis (Awwaly & Manab, 2010)
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian tentang pemanfaatan protein ampas tahu sebagai bahan dasar pembuatan plastik biodegradable (bioplastik) dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
- Sifat mekanik film bioplastik dari protein ampas tahu memiliki nilai yang bervariatif. Nilai kuat tarik bioplastik dari protein ampas tahu berkisar 1.04-2.12 Mpa yang telah memenuhi standar bioplastik menurut Japan Industrial Standart (JIS). Sedangkan nilai elongation at break tertinggi terdapat pada sampel B1 dengan variasi gliserol 30% dan kitosan 5 ml sebesar 2.2% dan nilai elongation at break terkecil terdapat pada sampel A1 variasi gliserol 30% sebesar 1.2%. Daya serap air tertinggi bioplastik dari protein ampas tahu terdapat pada sampel A3 dengan variasi glisrol 50% sebesar 196 % dalam waktu 30 menit. Sedangkan daya serap terendah terdapat pada sampel A1 variasi gliserol 330% sebesar 49.7%.
- Bioplastik dari protein ampas tahu dapat terurai secara sempurna dalam jangka waktu 7-14 hari
Daftar Pustaka
Augustyn, G. H., Moniharapon, E., & Resimere, S. 2017. Analisa Kandungan Gizi Tepung Kacang Gude Hitam (Cajanus cajan) dengan Beberapa Perlakuan Pendahuluan. Jurnal Teknologi Pertanian, Vol 6, No 1: 27-32.
Erfiza, N. M., Moulana, R., Wulandari, D., Satriana, S., & Supardan, M. D. (2016). Pengaruh Rasio Biji Terhadap Pelarut Dan Waktu Ekstraksi Terhadap Yield Dan Kualitas Minyak Biji Alpukat. Jurnal Rekayasa
Kimia & Lingkungan, 11(1), 32. Https://Doi.Org/10.23955/Rkl.V11i1.3771
Fardhyanti, D.S & Julianur, S.S. 2015. Karakterisasi Edible Film Berbahan Dasar Ekstrak Karagenan Dari Rumput Laut (Eucheuma Cottonii). Jurnal Bahan Alam Terbarukan, 4 (2), 68-73.
Geyer, R., Jambeck, J. R., & Law, K. L. 2017. Production, use, and fate of all plastic ever made. Science Advance, 3(7), 1-5.
Mathivanan, D., Norfazilah, H., Siregar, J. P., Rejab, M. R. M., Bachtiar, & Cionita, T. (2016). The Study Of Mechanical Properties Of Pineapple Leaf Fibre Reinforced Tapioca Based Bioplastic Resin Composite. Mechanical Engineering Universitas Malaysia Pahang. Https://Doi.Org/Doi: 10.1051/Matecconf/20167400016
Nurdjannah, N., & Usmiati, S. (2006). Isolasi Dan Karakterisasi Protein Ampas
Tahu.
Rahyani. 2011. Konservasi Limbah Plastik Sebagai Sumber Energi Alternatif. Jurnal Riset Industri, 5 (3), 257 – 263.
Sharma, C., Manepalli, P. H., Thatte, A., Thomas, S., Kalarikkal, N., & Alavi. S. 2017. Biodegradable starch/PVOH/ laponite RD-based bionanocomposite films coated with graphene oxide: preparation and performance characterization for food packaging applications. Colloid and Polymers Science, 295 (9), 1695-1708.
Suryani, R.R. 2021. Pemanfaatan Protein Ampas Tahu Sebagai Bahan Dasar Pembuatan Bioplastik (Plastic Biodegradable). [Skripsi] UIN Sunan Ampel.
Yamada, M., Mormitsu, S., Hosono, E., & Yamada, T. 2020. Preparation of Bioplastic Using Soy Protein. International Journal of Biological Macromolecules, 149, 1077-1083.
Yudistirani, S.A., Susanti., Deddy, R., Hamany. 2019. Pengaruh Variasi Konsentrasi Gliserol Dari Minyak Jelantah Terhadap Nilai Uji Tarik Bioplastik Dari Pemanfaatan Limbah Kulit Ari Kacang Kedelai. Jurnal Konversi, 8(1), 55-60.