Table of Contents

Laporan Praktikum: Distribusi Zat Terlarut Antara Dua Pelarut Yang Tidak Bercampur

Tujuan

Tujuan dari praktikum distribusi zat terlarut antara dua pelarut yang tidak bercampur yaitu menentukan konstanta kesetimbangan suatu zat terlarut terhadap yang tidak bercampur dan menentukan disosiasi zat terlarut dalam pelarut tersebut.

Landasan Teori

Larutan merupakan campuran homogen antara zat pelarut dan zat terlarut. Larutan ini bisa berupa gas, padatan, maupun cairan. Peran dari pelarut yaitu sebagai medium bagi zat terlarut serta berperan pada reaksi kimia dalam larutan yang disebabkan oleh pengendapan atau penguraian. Pelarut yang umum digunakan adalah air. (Chang, 2005) Larutan terbentuk melalui proses pencampuran antara dua atau lebih zat murni yang molekulnya berinteraksi secara langsung dalam keadaan bercampur. (Hardjono, 2001).

Suatu larutan biasanya terdapat di dalam air, apabila dibuat bersentuhan dengan pelarut organik maka pada hakikatnya tak akan tercampurkan dengan larutan yang pertama dan akan terlihat suatu batas diantaranya. Agar menimbulkan perpindahan satu atau lebih zat terlarut ke dalam pelarut yang kedua, maka dapat digunakan teknik seperti ekstraksi. Suatu zarut akan didistribusikan antara dua fasa yang tak tercampurkan. Hal tersebut terjadi apabila ada ketimbangan. Perbandingan konsentrasi zarut dalam pelarut I dan pelarut II pada keadaan kesetimbangan disebut koefisisen distribusi. (Basset, 1991).

Berbagai zat-zat tertentu dapat lebih mudah larut dalam pelarut tetentu dibandingkan dengan pelarut lain. Seperti contoh, iod dapat mudah larut di dalam karbon disulfida, kloroform, atau karbon tetraklorida. Bila cairan-cairan tertentu seperti karbon disulfida dan air, eter dan air, dikocok bersama-sama dalam satu bejana dan campuran kemudian dibiarkan, maka kedua cairan akan memisah menjadi dua lapisan. Cairan dapat dikatakan tak dapat campur atau setengah campur bergantung apakah satu ke dalam yang lain hampir tak dapat larut atau setengah larut. Jika iod dikocok bersama suatu campuran karbon disulfida dan air kemudian didiamkan, iod akan dijumpai terbagi dalam kedua pelarut. Suatu keadaan kesetimbangan terjadi antara larutan iod dalam karbon disulfida dan larutan iod dalam air (Vogel,1986)

Prinsip dasar dari ekstraksi pelarut yaitu distribusi zat terlarut dengan perbandingan tertentu antara dua pelarut yang saling tidak bercampur. Pelarut yang tidak saling bercampur biasanya adalah pelarut organik seperti benzena, kloroform, atau tetraklorida. Zat terlarut dapat ditransfer pada jumlah yang berbeda dalam kedua fasa pelarut. (Khopkar,1990)

Di dalam memisahkan dua pelarut yang tidak saling bercampur dapat menggunakan alat yaitu corong pemisah. Corong pemisah ini akan terdapat dua lapisan cairan yang terdiri dari air dan pelarut organik. Larutan yang terlarut hanya ada salah satu dari dua pelarut tersebut yang akan terdistribusi antara dua fasa. Saat pendistribusian telah mencapai titik kesetimbangan, maka larutan dalam air akan ke dalam lapisan organik dan larutan organik akan ke dalam lapisan air. (Rydberg,1992)

Variabel yang dapat mempengaruhi ekstraksi yaitu, lamanya pengocokan, volume pelarut organik, jumlah solvent, suhu ekstraksi, jenis solvent, ukuran partikel solid, waktu ekstraksi, viskositas pelarut, laju alir pelarut. Dalam proses ekstraksi, pemilihan pelarut juga mempunyai peranan penting untuk menentukan berhasil atau tidaknya proses ekstraksi tersebut. Pemilihan pelarut ini umumnya dipengaruhi oleh berbagai faktor diantara lain yaitu selektivitas, kelarutan, rekativitas, dan titik didih.

Parameter penting dalam ekstraksi cair-cair meliputi koefisien distribusi, selektivitas solven, dan perbandingan solven/umpan. Ekstraksi menggunakan solven konvensional seperti alkohol, eter, dan keton adalah tidak efisien apabila diterapkan pada larutan yang kadar asam karboksilatnya rendah (seperti asam sitrat dan oksalat) karena memberikan koefisien distribusi yang kecil (Jos, 2017).

Berdasarkan hukum distribusi Nerst, jika dalam kedua pelarut tidak dapat bercampur dimasukkan solut yang dapat larut dalam kedua pelarut teersebut maka akan terjadi pembagian kelarutan. Kedua pelarut yang digunakan adalah air dan pelarut organik. Dalam proses percobaan, zat terlarut terdistribusi dengan sendirinya ke dalam kedua zat pelarut tersebut setelah dikocok dan dibiarkan terpisah. Perbandingan konsentrasi zat terlarut di dalam kedua zat pelarut tersebut tetap dan merupakan suatu tetapan pada temperatur tetap. tetapan tersebut disebut dengan tetapan tetapan distribusi atau koefisien distribusi (Soebagio, 2000).

Hukum distribusi (partisi) merupakan suatu zat yang dapat larut dalam dua zat pelarut yang dapat larut dalam dua zat yang tidak dapat bercampur. Pada keadaan setimbang, perbandingan fraksi mol dari zat terlarut dalam dua zat pelarut memiliki nilai yang tetap pada temperatur tetap. hukum ini berlaku jika larutannya encer dan zat terlarut memiliki struktur molekul yang tidak berbeda dalam dua pelarut (Sukardjo, 1997).

Dengan k koefisien distribusi atau koefisien partisi, yang harganya tidak tergantung pada konsentrasi zat terlarut pada T yang sama. Jika sejumlah tertentu zat terlarut sudah setimbang dalam dua fasa yang berbeda dan kemudian ditambahkan lagi terlarut kedalamnya, maka terlarut itu akan terdistribusi lagi dalam kedua pelarut sampai diperoleh keadaan kesetimbangan baru yang konsentrasinya berbeda dengan konsentrasi sebelum penambahan akan tetapi nilai perbandingannya di kedua fasa berharga tetap k = x2/x1 Jika larutan sangat encer maka fraksi mol sebanding dengan kemolalan atau kemolaran sehingga : K’ = m1/m2 , k” = c2/c1 (Mulyani,2007) (Mulyani,2007)

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada percobaan ini yaitu corong pisah 250 ml, buret 50 ml, buret 25 ml, gelas beker, labu erlenmeyer 250 ml, labu takar 50 ml, pipet gondok 10 ml, pipet gondok 25 ml, pipet pump, dan pipet tetes. Sedangkan bahan-bahan yang dibutuhkan pada percobaan ini yaitu larutan CH3COOH, petroleum eter, larutan NaOH, indikator pp, dan akuades.

Cara Kerja

  1. 100 mL larutan asam asetat dibuat dengan konsentrasi 0,2 M, 0,4 M, 0,6M, 0,8M dan 1 M
  2. larutan diambil 25 mL dimasukkan ke dalam corong pisah, dan diambil 10 mL untuk dititrasi dengan larutan standart NaOH 0,5 M
  3. Larutan asam asetat dalam corong pisah ditambah 25 mL petroleum eter. kemudian dikocok sampai terjadi kesetimbangan , lalu dibiarkan sampai terjadi pemisahan antara air dan petroleum eter.
  4. Larutan air dipisahkan, kemudian diambil 10 mL dan dititrasi dengan larutan standart NaOH 0,5 M, sehingga diketahui konsentrasi dalam air setelah kesetimbangan. Titrasi dilakukan dua kali
  5. Percobaan dilakukan untuk konsentrasi asam asetat mula-mula yang berbeda yang dibuat pada cara langkah

Hasil dan Pembahasan

Hasil

Tabel 1. Volume NaOH Mula-mula dan Kesetmbangan Hasil Titrasi

No

Normalitas asam asetat

Volume NaOH 0,5 N

Mula-mula Kesetimbangan

1

1 N

1. 18, 9 ml

2. 17,5 ml

Rata-rata: 18,2 ml

1. 17,4 ml

2. 17,2 ml

Rata-rata: 17,3 ml

2

0,8 N

1. 14,5 ml

2. 14,3 ml

Rata-rata: 14,4 ml

1.13,6 ml

2.13,3 ml

Rata-rata: 13,45 ml

3

0,6 N

1. 11,1 ml

2. 10,4 ml

Rata-rata: 10,75 ml

1. 10,0 ml

2. 10,1 ml

Rata-rata: 10,05 ml

4

0,4 N

1. 6,5 ml

2. 6, 9 ml

Rata-rata: 6,7 ml

1. 6,4 ml

2. 6,4 ml

Rata-rata; 6,4 ml

5.

0,2 ml

1. 3,6 ml

2. 3,5 ml

Rata-rata: 3,55 ml

1. 3,4 ml

2. 3,5 ml

Rata-rata: 3,45 ml

Tabel 2. Konsentrasi CH3COOH Awal dan Konsetrasi CH3COOH dalam Air dan Eter

No Konsentrasi teori CH3COOH Cawal Cair

Ceter

1

1 N 0,91 N 0,865 N 0,045 N

2

0,8 N 0,72 N 0,672 N 0,048 N

3

0,6 N

0,537 N 0,502 N

0,035 N

4

0,4 N

0,335 N 0,32 N

0,015 N

5 0,2 N 0,177 N 0,172 N

0,005 N

Tabel 3 Penentuan Perhitungan grafik

No

Konsentrasi teori CH3COOH Cair Ceter Log Cair (x)

Log Ceter (y)

1

1 N 0,865 N 0,045 N -0,062

-1,346

2

0,8 N 0,672 N 0,048 N -0,172

-1,318

3

0,6 N 0,502 N 0,035 N -0,299

-1,455

4

0,4 N 0,320 N 0,015 N -0,494

-1,823

5

0,2 N

0,172 N 0,005 N -0,764

-2,301

Tabel 4 Penentuan Konstanta Keseimbangan

No Konsentrasi teori CH3COOH Cair Ceter

K

1

1 N 0,865 N 0,045 N

26,2459

2

0,8 N 0,672 N 0,048 N 17,022

3

0,6 N 0,502 N 0,035 N 15,251
4 0,4 N 0,320 N 0,015 N

18,443

5 0,2 N 0,172 N 0,005 N

22,356

Rata-rata 19,864

Tabel 5. Penentuan Disosiasi

No Konsentrasi teori CH3COOH Cair Ceter

α (Ceter/ Cair)

1

1 N 0,865 N 0,045 N 0,052
2 0,8 N 0,672 N 0,048 N

0,071

3

0,6 N 0,502 N 0,035 N 0,069
4 0,4 N 0,320 N 0,015 N

0.046

5 0,2 N 0,172 N 0,005 N

0,029

Rata-rata 0,147

Pembahasan

Tujuan dari percobaan ini yaitu untuk menentukan konstanta kesetimbangan suatu zat terlarut terhadap dua pelarut yang tidak bercampur dan menentukan disosiasi zat terlarut dalam pelarut tersebut. Di dalam percobaan ini larutan yang digunakan adalah asam asetat, asam asetat dibuat menjadi beberapa konsentrasi yaitu 1 N, 0,8 N, 0,6 N. 0,4 N, dan 0,2 N. Larutan asam asetat ini nantinya akan dipisahkan dengan metode ekstraksi cair-cair. Ekstraksi cair-cair sendiri yaitu metode yang paling sederhana dan sering digunakan untuk pemisahan analitik. Alat pemisah yang akan digunakan pada ekstraksi cair-cair ini adalah corong pisah. Sedangkan pelarut yang digunakan pada proses pemisahan ini yaitu pelarut yang tidak saling bercampur. Pelarut tersebut yaitu pelarut air dan pelarut eter (organik) yang dimana kedua pelarut ini memiliki sifat kepolaran berbeda. Larutan asam asetat ini akan terdistribusi diantara kedua fasa pelarut tersebut dan dengan konsentrasi yang berbeda pada kedua pelarut ini akan digunakan untuk menentukan harga distribusi.

Hukum distribusi dapat dinyatakan apabila suatu zat terlarut terdistribusi antara dua zat pelarut yang tidak dapat bercampur, maka pada temperatur yang konstan untuk setiap spesi molekul terdapat angka banding distribusi yang konstan antara kedua pelarut. Nilai banding akan berubah dengan sifat dasar pelarut, sifat dasar terlarut dan temperatur (Pudjaatmaka, 2001; Vogel, 1990). Konstanta distribusi dapat didefinisikan sebagai perbandingan antara fraksi berat solute dalam fase ekstrak dengan fraksi berat solute dalam fase rafinat pada keadaan setimbang. (Kasmiyatun, 2010).

Sebelum dilakukan proses ekstraksi, asam asetat terlebih dahulu di standarisasi menggunakan larutan NaOH. Tujuan dari standarisasi ini yaitu untuk mengetahui konsetrasi awal sebenarnya dari asam asetat dan untuk mengantisipasi adanya perubahan konsentrasi asam asetat saat proses penyimpanan yang disebabkan oleh larutan yang bereaksi dengan zat lain di udara. Standarisasi yang dilakukan yaitu dengan metode titrasi dimana asam asetat diambil sebesar 10 ml dan kemudian ditambahkan indikator PP untuk mengetahui titik akhir titrasi. Setelah itu larutan asam asetat dititrasi dengan larutan NaOH sampai menunjukkan titik akhir titrasi. Titik akhir titrasi ini ditunjukkan dengan perubahan warna larutan asam asetat yang awalnya tidak bewarna menjadi warna merah muda. Titik akhir titrasi ini bisa terjadi karena larutan telah melebihi titik ekivalennya. Titrasi ini dilakukan secara duplo dan dilakukan pada konsetrasi larutan yang bervariasi. Reaksi yang terjadi pada proses ini yaitu:

CH3COOH + NaOH CH3COONa + H2O

Setelah dilakukan standarisasi pada larutan asam asetat, kemudian dilakukan proses ekstraksi dengan dimasukkan larutan asam asetat sebanyak 25 ml ke dalam corong pisah. Corong pisah ini berfungsi untuk memudahkan dalam memisahkan dua fasa campuran. Larutan asam asetat yang dimasukkan ke dalam corong pisah dibuat dengan berbagai variasi konsentrasi. Tujuan dilakukan variasi konsentrasi ini yaitu untuk mengetahui variasi volume NaOH yang digunakan. Setelah itu, ditambahkan larutan eter sebanyak 25 ml ke dalam corong pisah sebagai pelarut organik agar terjadi pendistribusian pada dua fase yaitu fase air dan fase organik dengan perbandingan tertentu.

Larutan asam asetat dan eter yang telah tercampur ini kemudian dilakukan proses pengocokan yang berfungsi untuk memperbesar permukaan agar mempermudah proses distribusi asam asetat pada dua fase. Pada proses pengocokan ini, akan menyebabkan timbulnya gas yang berasal dari eter yang mudah menguap. Oleh sebab itu saat dilakukan pengocokan, gas harus dikeluarkan melalui kran. Pengeluaran gas dilakukan saat gas memberikan tekanan yang kuat pada tutup corong pemisah, jika gas tidak dikeluarkan akan menyebabkan terjadinya ledakan pada corong pisah. Setelah proses pengocokan, corong pisah didiamkan agar larutan terpisah membentuk dua fase.

Setelah mencapai kesetimbangan, larutan dalam corong pisah akan terlihat terpisah dan membentuk 2 lapisan. Hal ini menunjukkan bahwa dua pelarut tersebut tidak saling bercampur. Pada waktu terjadi kesetimbangan ini berarti zarut keluar dari pelarut yang satu masuk ke pelarut yang lain dan sebaliknya. Lapisan yang terbentuk yaitu lapisan organik dimana mengandung eter dan lapisan air yang dimana terdapat air. Lapisan organik ini berada di atas dan lapisan air berada di bawah. Hal ini dikarenakan perbedaan massa jenis, dimana massa jenis air lebih besar dibandingkan massa jenis eter yaitu massa jenis air sebesar 0, 99 g/ml dan massa jenis eter sebesar 0,66 g/ml.

Setelah fase air dan fase organik terpisah, proses selanjutnya yaitu asam asetat yang terkandung pada fase air yang terdapat pada lapisan bawah diambil untuk dititrasi agar diketahui konsentrasinya. Larutan asam asetat pada fase air diambil 10 ml dan ditambahkan indikator PP untuk mengetahui titik akhir titrasi. Kemudian larutan asam asetat di titrasi dengan larutan NaOH sampai larutan berubah warna dari tidak bewarna menjadi warna merah muda. Titrasi ini dilakukan secara duplo. Semakin kecil konsentrasi asam asetat yang digunakan, maka volume NaOH yang digunakan pada saat titrasi semakin kecil.

Setelah didapatkan konsentrasi dari larutan asam asetat awal dan konsentrasi larutan asam asetat saat terjadi kesetimbangan, maka dapat ditentukan nilai konstanta kesetimbangan (K). Nilai K dapat diperoleh dengan dibuat grafik hubungan antara log Cair VS log Ceter dimana membentuk garis linear dengan slope n dan intersep log n/K. Pada hasil percobaan grafik hubungan antara log Cair VS log Ceter tersebut membentuk garis linear dengan persamaan garis y = 1,4597x -1,11257 dengan nilai R2 =0,9482. Sehingga diperoleh nilai n yaitu 1,4597 dan K sebesar 19,864 serta α sebesar 0,147. Data tersebut dapat dilihat pada grafik di bawah ini:

Asam asetat merupakan jenis pelarut polar protic, dimana protic menunjukkan atom hidrogen yang menyerang atom elektronegatif yang dalam hal ini adalah oksigen. Sedangkan asam asetat memiliki konstatanta dielektrik “sedang” yaitu 6,2 dimana konstanta dielektrik dijadikan pengukur relatif dari kepolaran suatu pelarut (semakin besar konstanta dielektrik, maka semakin polar). Nilai konstanta dielektrik asam asetat yang “sedang” menjadikan asam asetat dapat pula larut dalam beberapa pelarut polar sepaerti aquades, walaupun akan lebih cenderung larut ke pelarut non polar. Hal itulah yang menyebabkan saat proses ekstraksi, asam asetat akan terdistribusi ke dua fase (fase air dan fase organik) karena sifat asam asetat yang dapat larut baik dalam pelarut polar (air) maupun non polar (organik).

Nilai K yang diperoleh lebih dari 1, menunjukkan bahwa asam asetat lebih terdistribusi ke fase organik. Hal ini terjadi karena nilai konstanta dielektriknya yang “sedang” yakni 6,2 yang menunjukkan kepolaran yang rendah menyebabkan asam asetat kan lebih larut ke dalam pelarut organik. Diketahui bahwa konstanta dieletrik eter yakni 1,8 sedangkan jika dibandingkan dengan konstanta dielektrik air yakni 80, maka tentu asam asetat akan lebih terlarut dalam eter karena perbedaan kepolaran asam asexxzfzdsaxtat dan eter yang tidak terlalu jauh.

Simpulan

Pada percobaan diatas, dapat disimpulkan bahwa larutan asam asetat lebih terdistribusi ke fase organik. Konstanta yang dihasilkan pada percobaan diatas secara berturut-turut dengan konsentrasi asam asetat 0,91 N, 0,72 N, 0,537 N, 0,335 N, 0,177 N yaitu 26,249; 17,022; 15,251; 18,443; dan 22,356. Sedangkan α yang diperoleh sebesar 0,147.

Saran

Ketika dilakukan pengocokan harus maksimal dan ketika sudah terjadi kesetimbangan, maka pada campuran asam asetat dan eter didiamkan dengan waktu yang harus maksimal agar bisa terlihat lebih jelas pemisahannya antara fase air dan fase organik.

Daftar Pustaka

Basset, J. et al.1991. Buku Ajar vogel Kimia analisis kuantitatif Anorganik. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Chang, R. 2005. Kimia Dasae Konsep-konsep Inti edisi 3 Jidid 2. Jakarta: Erlangga.

Farida, Ali., Ferawati., Arqomah, Risma., 2013. Ekstraksi Zat Warna Dari Kelopak Bunga Rosella (Study Pengaruh Konsentrasi Asam Asetat Dan Asam Sitrat), Jurnal Teknik Kimia, 19 (1): 27-34

Jos, B., 2017. Ekstraksi Asam Tartrat dan Asam Malat: Pengaruh Tri (6-Methyl Heptyl) Amin sebagai Extracting Power dalam Berbagai Solven terhadap Koefisien Distribusi, Chemical Engineering Journal, 9 (2): 117-120

Kasmiyatun, M. 2010. Ekstraksi Asam Sitrat dan Asam Oksalat: Pengaruh Konsentrasi Solute terhadap Koefisien Distribusi. Seminar Rekayasa dan Proses, ISSN 141-4216.

Khopkar, S.M. 1998. Basic Concept of Analytical Chemistry. New Delhi: New age International Ltd.

Mulyani, Sri dan Hendrawan. 2010. Common Textbook Kimia Fisika II. Bandung: JICAIMSTEP.

Pudjaatmaka, AH. 2002. Kamus Kimia. Jakarta: Balai Pustaka.

Rydberg, J.et al. 1992. Solvent Extraction Principlees and Practice, Revised and Expanded. New york: Marcel Dekker lnc.

Sastrohamidjojo, Hardjono. 2001. Spektroskopi. Yogyakarta: Liberty.

Soebagjo.2000. Kimia Analitik II (JICA). Malang: Universitas Negeri Malang.

Sukardjo. 1997. Kimia Fisika. Yogyakarta: PT. Ineka Cipta.

Vogel. 1986. Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro. Jakarta: PT. Kalman Media Pustaka.

Lampiran

Analisis Data

Menghitung Cawal

  1. Asam asetat teori: 1 N
    • N CH3COOH = (V NaOH x N NaoH)/(V CH3COOH) = (18,2 ml x 0,5 N)/10 = 0,91 N
  2. Asam asetat teori: 0,8
    • N N CH3COOH = (V NaOH x N NaoH)/(V CH3COOH) = (14,4 ml x 0,5 N)/10 = 0,72 N
  3. Asam asetat teori: 0,6 N
    • N CH3COOH = (V NaOH x N NaoH)/(V CH3COOH) = (10,75 ml x 0,5 N)/10 = 0,537 N
  4. Asam asetat teori: 0,4 N
    • N CH3COOH = (V NaOH x N NaoH)/(V CH3COOH) = (6,7 ml x 0,5 N)/10 = 0,335 N
  5. Asam asetat teori: 0,2 N
    • N CH3COOH = (V NaOH x N NaoH)/(V CH3COOH) = (3,55 ml x 0,5 N)/10 = 0,177 N

Menghitung Cair pada kesetimbangan

  1. Asam asetat Cawal: 0,91 N
    • N CH3COOH = (V NaOH x N NaoH)/(V CH3COOH) = (17,3 ml x 0,5 N)/10 = 0,865 N
  2. Asam asetat Cawal: 0,72 N
    • N CH3COOH = (V NaOH x N NaoH)/(V CH3COOH) = (13,45 ml x 0,5 N)/10 = 0,672 N
  3. Asam asetat Cawal: 0,537 N
    • N CH3COOH = (V NaOH x N NaoH)/(V CH3COOH) = (10,05 ml x 0,5 N)/10 = 0,502 N
  4. Asam asetat Cawal: 0,335 N
    • N CH3COOH = (V NaOH x N NaoH)/(V CH3COOH) = (6,40 ml x 0,5 N)/10 = 0,320 N
  5. Asam asetat Cawal: 0,177 N
    • N CH3COOH = (V NaOH x N NaoH)/(V CH3COOH) = (3,45 ml x 0,5 N)/10 = 0,172 N

Menghitung Ceter

  1. Asam asetat teori: 1 N
    • Ceter = Cawal – Cair = 0,910 N – 0,865 N = 0,045 N
  2. Asam asetat teori: 0,8 N
    • Ceter = Cawal – Cair = 0,720 N – 0,672 N = 0,048 N
  3. Asam asetat teori: 0,6 N
    • Ceter = Cawal – Cair = 0,537 N – 0,502 N = 0,035 N
  4. Asam asetat teori: 0,4 N
    • Ceter = Cawal – Cair = 0,335 N – 0,320 N = 0,015 N
  5. Asam asetat teori: 0,2 N
    • Cawal – Cair = 0,177 N – 0,172 N = 0,005 N

Menghitung nilai K

  1. Asam asetat 0,91 N
    • K = (n (Cair)^n)/Ceter = (1,4597 x (0,865)^1,4597)/0,045 = 26,249
  2. Asam asetat 0,72 N
    • K = (n (Cair)^n)/Ceter = (1,4597 x (0,672)^1,4597)/0,048 = 17,022
  3. Asam asetat 0,537 N
    • K = (n (Cair)^n)/Ceter = (1,4597 x (0,502)^1,4597)/0,035 = 15,251
  4. Asam asetat 0,335 N
    • K = (n (Cair)^n)/Ceter = (1,4597 x (0,320)^1,4597)/0,015 = 18,443
  5. Asam asetat 0,177 N
    • K = (n (Cair)^n)/Ceter = (1,4597 x (0,172)^1,4597)/0,005 = 22, 356
  6. Krata-rata = K1+K2+K3+K4+K5 5 = 26,249+17,022+15,251+18,443+22,356 5 = 19,864

Grafik log Cair VS log Ceter

Perhitungan Larutan yang digunakan

Menghitung larutan asam asetat

  1. Molaritas asam asetat = (10xρx%)/Mr = 10×1,05×98/60,05 = 17,1357 M
  2. Asam asetat 1 N dalam 100 mL
    • M1 x V1 x a = M2 x V2 x b 17,1357 x V1 x 1 = 1 x 100 x 1 V1 = 5,835 mL
  3. Asam Asetat 0,8 N dalam 100 mL
    • M1 x V1 x a = M2 x V2 x b 17,1357 x V1 x 1 = 0,8 x 100 x 1 V1 = 4,6686 mL
  4. Asam Asetat 0,6 N dalam 100 mL
    • M1 x V1 x a = M2 x V2 x b 17,1357 x V1 x 1 = 0,6 x 100 x 1 V1 = 3,50146 mL
  5. Asam Asetat 0,4 N dalam 100 mL
    • M1 x V1 x a = M2 x V2 x b 17,1357 x V1 x 1 = 0,4 x 100 x 1 V1 = 2,3343 mL
  6. Asam asetat 0,2 N dalam 100 mL
    • M1 x V1 x a = M2 x V2 x b 17,1357 x V1 x 1 = 0,2 x 100 x 1 V1 = 1,1671 mL

Pembuatan NaOH 250 mL untuk 0,5 N

N = (gr/mr)/v x a 0,5 = (gr/40)/(0,250 L) x 1 = 5 gram

Pertanyaan

1. Apa perbedaan konstanta kesetimbangan dengan konstanta distribusi?

Jawab: Konstanta kesetimbangan adalah nilai dari hasil bagi reaskinya pada kesetimbangan kimia. Sedangkan koefisien distribusi adalah perbandingan konsentrasi zat terlarut dalam pelarut 1 dan pelarut 2 pada keadaan kesetimbangan

2. Apa yang mendasari terjadinya pemisahan antara fase cair dan fase organik?

Jawab: pemisahan antara fase cair dan fase organik terjadi disebabkan oleh adanya perbedaan yang dimiliki kedua fase tersebut yaitu perbedaan kepolaran, dimana air bersifat polar sedangkan pelarut organik bersifat nonpolar. Pada prinsipnya like dissolve like, polar akan bercampur dengan polar dan nonpolar akan bercampur dengan nonpolar.

3. Jika dalam percobaan diperoleh n=2, apa artinya dan terangkan dalam hubungan dengan struktur CH3COOH!

Jawab: n=2 memiliki arti lebih larut dalam pelarut air. Hal tersebut ditunjukkan dengan ikatan dari CH3COOH yang merupakan larutan polar, jadi CH3COOH lebih polar ke dalam pelarut air.

4. Mengapa konsentrasi asam asetat dalam pelarut petrolium eter tidak dapat ditentukan dengan titrasi alkalimetri menggunakan NaOH?

Jawab: konsentrasi asam asetat dalam pelarut petrolium eter tidak dapat langsung ditentukan dengan NaOH, hal tersebut terjadi dikarenakan NaOH menggunakan air sebagai pelarut. Perbedaan pelarut yang digunakan tersebutlah yang menyebabkan keduanya tidak dapat bercampur.

Baca Artikel Lainnya

Hakekat Manajemen Sekolah: Tujuan, Prinsip, Dan Fungsi Manajemen Sekolah

Pengertian Manajemen Sekolah Manajemen pendidikan adalah proses penataan kelembagaan pendidikan, dengan melibatkan sumber potensial baik yang bersifat manusia maupun yang bersifat non manusia guna mencapai tujuan pendidikan secara efektif dan

Fourier Transform Infrared (FITR) Spectroscopy: Prinsip Kerja, Cara Kerja, Kelebihan Penggunaanya

Prinsip Kerja FTIR (Fourier Transform Infrared) adalah teknik analisis spektroskopi yang digunakan untuk menganalisis interaksi antara molekul dengan sinar inframerah. Metode ini sangat berguna dalam identifikasi senyawa kimia, analisis kualitatif

Cara Mencegah Kanker sejak Dini

Penyakit kanker adalah penyakit yang dapat menyebabkan sel-sel dalam tubuh tumbuh dan berkembang tanpa kontrol. Kanker dapat muncul di berbagai bagian tubuh, seperti paru-paru, payudara, atau usus. Namun, ada beberapa

Metode Analisis Vitamin B2 (Riboflavin) Pada Bahan Pangan

Vitamin B2, atau juga dikenal sebagai riboflavin, adalah salah satu jenis vitamin B kompleks yang penting bagi tubuh manusia. Vitamin B2 disebut juga riboflavin karena strukturnya mirip dengan gula ribose

Klasifikasi Asam Amino Berdasarkan Rantai Sampingnya Beserta Rumus Struktur Kimianya

Asam amino adalah salah satu molekul organik yang sangat penting dalam kehidupan. Asam amino merupakan unit pembangun protein, yang merupakan salah satu jenis makromolekul yang paling penting dalam sel-sel organisme

Instrumen Analisis Kimia: High Performance Liquid Chromatography (HPLC) atau Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

Pendahuluan Kromatografi cair pertama kali diperkenalkan oleh Tswett pada tahun 1903 yang menggunakan kolom kapur untuk memisahkan pigmen dari daun daun hijau. Kata kromatografi berasal dari kata Jerman chromos berarti