Tujuan Percobaan
1. Menentukan kadar BTEX dalam sampel tanah dengan kromatografi gas
2. Menentukan kinerja pemisahan pada kromatografi gas
Dasar Teori
Tanah adalah suatu benda alam yang terdapat dipermukaan kulit bumi, yang tersusun dari bahan-bahan mineral sebagai hasil pelapukan batuan, dan bahan-bahan organik sebagai hasil pelapukan sisa-sisa tumbuhan dan hewan, yang merupakan medium atau tempat tumbuhnya tanaman dengan sifat-sifat tertentu, yang terjadi akibat dari pengaruh kombinasi faktor-faktor iklim, bahan induk, jasad hidup, bentuk wilayah dan lamanya waktu pembentukan (Yuliprianto, 2010).
BTEX adalah singkatan digunakan untuk empat senyawa yang ditemukan dalam produk minyak bumi yakni benzena, toluena, etilbenzena, dan xilena. Benzena, toluena, etilbenzena dan xilena ditemukan secara alami dalam produk minyak bumi seperti minyak mentah, solar dan bensin. Selain digunakan untuk memproduksi bensin, etilbenzena juga digunkan sebagai bahan aditif untuk bahan bakar pesawat terbang serta digunakan secara luas dalam proses manufaktur. Benzena digunakan dalam produksi bahan sintetis dan produk konsumen, seperti sintetis karet, plastik, nilon, insektisida dan cat. Toluena digunakan sebagai pelarut untuk cat, pelapis, gusi, minyak, dan resin. Etilbenzena digunakan untuk produksi beberapa produk seperti cat, tinta, plastik, dan pestisida. Xilena digunakan sebagai pelarut dalam pencetakan, karet, dan industri kulit. Oleh karena itu kehadiran senyawa BTEX digunakan sebagai indikator adanya pencemaran (TOSC, 2012).
Penentuan kadar BTEX memiliki peranan yang cukup penting dalam analisis bahan bakar minyak karena senyawa tersebut sangat sering dipergunakan sebagai penanda pada identifikasi berbagai produk bahan bakar. Tiap jenis bahan bakar memiliki komposisi dan kadar BTEX yang khas. Dengan kata lain, dengan mengetahui kadar senyawa BTEX pada suatu analit, maka dapat diketahui jenis bahan bakar yang terdapat dalam analit. Analisa BTEX dengan kromatografi gas biasanya dipergunakan untuk menentukan komposisi campuran bahan bakar dan juga asal usulnya, termasuk jika terjadi kebocoran dalam pipa bawah tanah atau pada proses distribusi.

Kromatografi Gas (Gas Chromatography, GC) adalah metode kromatografi yang fase geraknya berupa gas. Berdasarkan fase diamnya, ada dua tipe GC, yaitu Gas-Solid-Chromatography (GSC) dengan fase diam berupa padatan (solid) dan Gas-Liquid-Chromatography (GLC) dengan fase diamnya berupa cairan yang diadsorbsikan pada suatu padatan. Dari dua tipe GC tersebut, yang umum disebut dengan GC adalah GLC karena lebih banyak dipakai dalam bidang analisis dan ilmu pengetahuan. Prinsip pemisahan pada GLC didasarkan atas partisi analit diantara fase gerak gas dan fasa diam cair yang diadsorbsikan pada permukaan padatan inert. Komponen-komponen dasar dalam instrumen GC antara lain: suplai gas pembawa yang dilengkapi dengan regulator, sistem injeksi sampel, kolom dan oven kolom, serta sistem deteksi. Beberapa keunggulan GC diantaranya adalah efisien, selektif, aplikasinya luas, sederhana, sampel yang dibutuhkan sedikit, dan bersifat nondestruktif.
Alat dan Bahan
Alat | Bahan |
a. Peralatan gelas b. Neraca analitik c. vortex d. Kromatografi Gas HP 5890 series II | a. Sampel tanah b. Larutan standar BTEX c. CS2 d. Akuades |
Cara Kerja
1). Optimasi Alat Kromatografi gas
- Analisis di lakukan dengan gradien temperatur
- Pemrogaman temperatur yang dipergunakan adalah Kenaikan temperatur dilakukan 50C/permenit dimulai dari 350C sampai 1140C
2). Pembuatan Kurva Kalibrasi
- Disiapkan standar BTEX (multikomponen) dengan konsentrasi 48.2 ppm, 144.6 ppm, dan 192.8 ppm.
- Diinjeksikan ke GC
- Di buat kurva kalibrasi antara luas area vx konsentrasi
3). Analisis Sampel Tanah
- Sampel tanah di timbang sebanyak 1 g
- Sampel di masukkan ke dalam labu takar 10 mL
- Ditambah CS2 hingga tanda batas, di aduk dengan vortex kemudian di saring dengan kertas saring
- Ambil filtrat dengan cepat dan langsung di injeksikan ke GC
- Konsentrasi BTEX di tentukan dalam sampel dengan mengalurkan luas area yang di dapat terhadap kurva kalibrasi
Data Pengamatan
No | C (ppm) | Komponen | tR (menit) | Luas area* |
48.2 | Benzene | 4.005 | 19045 | |
Toluene | 5.987 | 22965 | ||
Etilbenzena | 8.115 | 18895 | ||
xilen | 8.291 | 27425 | ||
144.6 | Benzene | 3.951 | 76105 | |
Toluene | 5.930 | 135815 | ||
Etilbenzena | 9.059 | 113715 | ||
xilen | 8.236 | 107615 | ||
192.8 | Benzene | 4.030 | 131915 | |
Toluene | 5.988 | 172515 | ||
Etilbenzena | 8.098 | 142915 | ||
xilen | 8.275 | 135815 | ||
Sampel 1 | Benzene | 3.953 | 2615 | |
Toluene | 5.958 | 25815 | ||
Etilbenzena | – | |||
xilen | – | |||
Sampel 2 | Benzene | 3.939 | 10015 | |
Toluene | – | |||
Etilbenzena | 8.154 | 37515 | ||
xilen | – |
Perhitungan
1). Faktor Kapasitas
a. Faktor Kapasitas Benzena
Dalam C = 48.2 ppm
K’= (tR-tm)/tm
K’=(4.005-2.735)/2.735
K’=1.27/2.735
K’=0.464
Dalam C = 144.6 ppm
K’= (tR-tm)/tm
K’=(3.951-2.735)/2.735
K’=1.216/2.735
K’=0,444
Dalam C = 192.8 ppm
K’= (tR-tm)/tm
K’=(4.030-2.735)/2.735
K’=1.295/2.735
K’=0.473
Dalam Sampel 1
K’= (tR-tm)/tm
K’=(3.953-2.735)/2.735
K’=1.218/2.735
K’=0.445
Dalam Sampel 2
K’= (tR-tm)/tm
K’=(3.939-2.735)/2.735
K’=1.204/2.735
K’=0.440
Sehingga factor kapasitas (k’) benzene yaitu:
K’=(0,464+0,444+0.473+0.445+0.440)/5
K’=2,266/5 K^’=0.4532
b. Faktor Kapasitas Toluen
Dalam C = 48.2 ppm
K’= (tR-tm)/tm
K’=(5.987-2.735)/2.735
K’=1.189
Dalam C = 144.6 ppm
K’= (tR-tm)/tm
K’=(5.930-2.735)/2.735
K’=1.168
Dalam C = 192.8 ppm
K’= (tR-tm)/tm
K’=(5.988-2.735)/2.735
K’=1.189
Dalam Sampel 1
K’= (tR-tm)/tm
K’=(5.958-2.735)/2.735
K’=1.178
Sehingga factor kapasitas (k’) benzene yaitu:
K’=(1.189+1.168+1.189+1.178)/4
K’=4.724/4
K’=1.181
c. Faktor Kapasitas Etilbenzena
Dalam C = 48.2 ppm
K’= (tR-tm)/tm
K’=(8.115-2.735)/2.735
K’=1.967
Dalam C = 144.6 ppm
K’= (tR-tm)/tm
K’=(9.059-2.735)/2.735
K’=2.312
Dalam C = 192.8 ppm
K’= (tR-tm)/tm
K’=(8.098-2.735)/2.735
K’=1.961
Dalam Sampel 2
K’= (tR-tm)/tm
K’=(8.154-2.735)/2.735
K’=1.981
Sehingga factor kapasitas (k’) benzene yaitu:
K’=(1.967+2.312+1.961+1.981)/4
K’=8.221/4
K’=2.0552
d. Faktor Kapasitas Xilen
Dalam C = 48.2 ppm
K’= (tR-tm)/tm
K’=(8.291-2.735)/2.735
K’=2.0314
Dalam C = 144.6 ppm
K’= (tR-tm)/tm
K’=(8.236-2.735)/2.735
K’=2.011
Dalam C = 192.8 ppm
K’= (tR-tm)/tm
K’=(8.275-2.735)/2.735
K’=2.025
Sehingga factor kapasitas (k’) benzene yaitu:
K’=(2.0314+2.312+2.025)/3
K’=6.3684/3
K’=2.1228
2. Faktor Selektivitas (α)
a. Faktor Selektivitas Benzena-Toluen
α=k2’/k1′
α=1.181/0.4532
α=2.6059
b. Faktor Selektivitas Toluen-Etilbenzena
α=k2’/k1′
α=2.0552/1.181
α=1.7402
c. Faktor Selektivitas Etilbenzena-Xilen
α=k2’/k1′
α=2.1228/2.0552
α=1.0328
d. Faktor Selektivitas Benzena-Etilbenzena
α=k2’/k1′
α=2.0552/0.4532
α=4.5348
e. Faktor Selektivitas Benzena-Xilen
α=k2’/k1′
α=2.1228/0.4532
α=4.6840
f. Faktor Selektivitas Toluen-Xilen
α=k2’/k1′
α=2.1228/1.181
α=1.7974
3. Konsentrasi BTEX dalam Sampel
a. Konsentrasi Benzena
Konsentrasi Benzene | Luas Area |
48.2 | 19045 |
144.6 | 76105 |
192.8 | 131915 |
Dari table diatas, dapat dibuat kurva hubungan antara konsentrasi benzene luas area seperti dibawah ini:

Diperoleh persamaan y = 753.62x – 21176 dengan R2 = 0,9666. Dimana x merupakan konsentrasi benzene dan y merupakan luas area. Sehingga konsentrasi benzene di masing-masing sampel yaitu:
Sampel 1
y = 753.62x – 21176
2615= 753.62x – 21176
753.62x = 23791
x = 31.568 ppm
Sampel 2
y = 753,62x – 21176
10015 = 753,62x – 21176
753,62x = 31191
x = 41,388 ppm
b. Konsentrasi Toluena
Konsentrasi Toluena | Luas Area |
48.2 | 22965 |
144.6 | 135815 |
192.8 | 172515 |
Dari table diatas, dapat dibuat kurva hubungan antara konsentrasi toluena luas area seperti dibawah ini:

Diperoleh persamaan y = 1053.7x – 25006 dengan R2 = 0.9908. Dimana x merupakan konsentrasi toluen dan y merupakan luas area. Sehingga konsentrasi toluen di masing-masing sampel yaitu:
Sampel 1
y = 1053.7x – 25006
25815 = 1053.7x – 25006
1053.7x = 50821 x = 48.230 ppm
Sampel 2
Pada sampel 2 tidak mengandung toluen
c. Konsentrasi EtilBenzena
Konsentrasi etilbenzena | Luas Area |
48.2 | 18895 |
144.6 | 113715 |
192.8 | 142915 |
Dari table diatas, dapat dibuat kurva hubungan antara konsentrasi etilbenzene luas area seperti dibawah ini:

Diperoleh persamaan y = 875.67x – 20711 dengan R2 = 0.9887. Dimana x merupakan konsentrasi etilbenzena dan y merupakan luas area. Sehingga konsentrasi etilenzena di masing-masing sampel yaitu:
Sampel 1
Pada sampel 1 tidak mengandung etilbenzena
Sampel 2
y = 875.67x – 20711
37515 = 875.67x – 20711
875.67x = 58226
x = 66.493 ppm
d. Konsentrasi Xilen
Konsentrasi Xilen | Luas Area |
48.2 | 27425 |
144.6 | 107615 |
192.8 | 135815 |
Dari table diatas, dapat dibuat kurva hubungan antara konsentrasi xilen luas area seperti dibawah ini:

Diperoleh persamaan y = 761.34x – 7572.1 dengan R2 = 0.9936. Dimana x merupakan konsentrasi xilen dan y merupakan luas area. Sehingga konsentrasi Xilan di masing-masing sampel yaitu:
Sampel 1
Sampel 1 tidak mengandung xilen
Sampel 2
Sampel 2 tidak mengandung xilen
Pertanyaan
- Bagaimanakah urutan kepolaran BTEX?
- Apakah kaitan faktor kapasitas dan faktor selektivitas terhadap kinerja pemisahan pada kromatografi?
- Faktor kapasitas (k’) merepresentasikan perbandingan distribusi jumlah analit pada fasa diam dan fasa gerak. Nilai k’ yang baik antara 1-10 (Raeni et al., 2018). yang menunjukkan senyawa tersebut sudah terpisah dengan baik.
- Selektifitas (α) merupakan kemampuan fasa diam untuk mengikat analit, nilai ini dipengaruhi oleh sifat fasa diam dan relatif konstan pada berbagai komposisi fasa gerak. Semakin besar nilai selektifitas berarti makin baik puncak-puncak kromatogram senyawa tersebut terpisah (Panggabean et al., 2009)
Referensi
TOSC. 2012. BTEX Contamination: A Publication of The Hazardous Substance Research Center Technical Outreach Service For Communities Program. Engineering Research: Michigan University.
Yulipriyanto, H. 2010. Biologi Tanah dan Strategi Pengolahannya. Yogyakarta: Graha ilmu.