Tujuan
Memahami prosedur dan prinsip dasar analisis kadar glukosa dalam urine dengan menggunakan metode spektrofotometer UV-Vis
Dasar Teori
Glukosa merupakan karbohidrat yang paling penting dalam biokimia karena hampir semua karbohidrat dalam makanan akan dikonversi menjadi glukosa untuk metabolisme selanjutnya. Glukosa adalah suatu aldoheksosa dan sering disebut dekstrosa karena mempunyai sifat dapat memutar cahaya terpolarisasi ke arah kanan. Di alam, glukosa terdapat pada buah-buahan dan madu lebah. Dalam alam, glukosa dihasilkan dari reaksi antara karbon dioksida dan air dengan bantuan sinar matahari dan klorofil dalam daun. Penggunaan glukosa diatur dalam tubuh oleh insulin. Kelebihan glukosa akan diubah menjadi glukagon dan akan disimpan dalam hati dan otot dan akan digunakan bila diperlukan dan akhirnya diubah menjadi lemak dan disimpan sebagai jaringan lemak
Kadar glukosa dalam darah merupakan faktor yang sangat penting untuk kelancaran kerja tubuh. Kadar normal glukosa dalam darah adalah 70-90 mg/100 ml. keadaan dimana kadar glukosa berada di bawah 70 mg/ 100 ml disebut hipoglisemia, sedangkan jika di atas 90 mg/ 100 ml disebut hiperglisemia. Hipoglisemia ekstrim dapat menghasilkan suatu rentetan reaksi goncangan yang ditunjukkan oleh gejala gemetarnya otot, perasaan lemah badan dan pucatnya warna kulit. Hipoglisemia yang serius dapat menyebabkan kehilangan kesadaran (pingsan) sebagai akibat kekurangan glukosa dalam otak yang perlu untuk pembentukan energi, sehingga kemudian dapat menyebabkan kematian. Kadar glukosa yang tinggi merangsang pembentukan glikogen dari glukosa, sintesis asam lemak, dan kolesterol dari glukosa. Kadar glukosa antara 140-170 mg/ 100 mL disebut kadar ambang ginjal. Gejala ini disebut glukosuria, yaitu keadaan ketidakmampuan ginjal untuk menyerap kembali glukosa yang telah mengalami filtrasi (Murray, 1999).
Jumlah urin dalam tubuh yaitu sekitar 900-1500 mg/24 jam, dengan komposisi air yaitu sekitar 96% dan bahan-bahan yang terlarut didalamnya (elektrolit terutama natrium dan sisa metabolisme terutama ureum, asam urat, dan kreatinin). Dalam urin normal juga sering didapatkan leukosit dan eritrosit 1-2 buah. Bila glukosa dalam filtrate terlalu banyak, maka akan mengakibatkan penyakit Diabetes Melitus atau yang lebih dikenal dengan penyakit gula atau kencing manis. Kadar glukosa yang tinggi dalam urin dapat meningkatkan komplikasi dari diabetes atau menunjukkan respons yang buruk terhadap pengobatan. Glukosa urin dalam kisaran 2,78–5,55 mM dapat menunjukkan bahwa kadar gula darah tinggi (Mohammadifar, 2019).
Diabetes Melitus ini disebabkan karena pankreas sebagai produsen insulin tidak memproduksi insulin dalam jumlah yang cukup besar daripada yang dibutuhkan oleh tubuh, sehingga pembakaran dan penggunaan karbohidrat tidak sempurna. Penyakit ini merupakan suatu penyakit gangguan metabolisme karbohidrat yang ditandai dengan adanya glukosa dalam urin (glukosuria) (Nadeak et al, 2019). Glukosuria (glukosa renalis) adalah suatu keadaan dimana gula (glukosa) dibuang ke dalam air kemih, meskipun kadar gula dalam darah adalah rendah atau normal. Kadar gula dalam darah meningkat karena kekurangan hormone insulin. Sedangkan nefron tidak mampu menyerap kembali kelebihan glukosa, sehingga kelebihan glukosa dibuang bersama urin (Setiadi, 2016).
Pemeriksaan urine biasanya digunakan sebagai pemeriksaan penyaring yang berfungsi untuk mengetahui potensi gangguan penyakit hati, penyakit diabetes mellitus, gangguan penyakit ginjal dan infeksi saluran kemih. Pemeriksaan urine terdiri dari pemeriksaan makroskopis, mikroskopis dan kimia urine. Metode yang dipakai untuk memperoleh hasil pemeriksaan urine pun bermacam-macam, salah satunya dengan pemeriksaan kadar glukosa dalam urine dengan metode spektrofotometer UV-Vis (Mayangsari, 2008).
Spektrofotometri merupakan suatu metode yang didasarkan pada pengukuran serapan sinar monokromatis oleh suatu larutan berwarna pada panjang geombang spesifik dengan menggunakan monokromator prisma atau kisi difraksi dengan detector. Spektrofotometer merupakan alat yang terdiri dari spektrometer dan fotometer. Spektrofotometer adalah alat untuk mengukur transmitan atau absorban suatu sampel sebagai fungsi panjang gelombang. Spectrometer dapat menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau diabsorbsi. Ada beberapa jenis spektrofotometri yang sering digunakan dalam analisis secara kimiawi, yaitu spektrofotometri VIS, spektrofotometri UV dan spektrofotometri UV-VIS. (Khopkar, 1990).
Analisis kuantitatif dapat diketahui dengan menggunakan spektrofotometri UV- VIS. Penentuan panjang gelombang maksimum yang digunakan dalam pengukuran absorbansi maksimum konsentrasi larutan standar. Ketelitian kemampuan cara ini tergantung pada ketepatan pemilihan panjang gelombang yang sesuai dengan memberikan perbedaan kontras pada masing -masing absorbansi dan pemilihan faktor koreksi terhadap konsentrasi komponen asing yang tidak terukur (Sumarauw et al, 2013).
Gambar 1. Spektrofotometer UV-Vis
Spektrofotometri UV-Vis diaplikasikan dalam penentuan kandungan suatu larutan berdasarkan kekhasan penyerapan cahaya dan sinar ultraviolet oleh molekul. Selain dapat menentukan kandungan suatu larutan, melalui spektrofotometer UV-Vis ini konsentrasi bahan tersebut dapat dihitung, yaitu dengan Hukum Beer-Lambert. Hukum Beer-Lambert menghubungkan antara penyerapan (absorbansi) cahaya dengan konsentrasi bahan dalam suatu larutan, absorptivitas molar bahan dan panjang lintasan yang dilalui oleh cahaya tersebut (Muttaqin & Marsaini, 2012).
A = εlc (1)
dimana:
A : absorbansi bahan
ε : absorptivitas molar bahan (l/mol.cm)
l : lebar kuvet (cm)
c : konsentrasi suatu bahan dalam sampel larutan (mol/l)
sementara absorbansi adalah perbandingan antara intensitas cahaya mula-mula dengan
intensitas cahaya setelah melewati sampel.
A = log(I0/I) (2)
dimana:
I0 : intensitas cahaya awal tanpa melewati sampel
I : intensitas cahaya setelah melewati sampel
Sehingga:
log (I0/I) = εlc (3)
dan dari turunan persamaan ini konsentrasi suatu bahan dalam larutan dapat diketahui
Dengan:
(4)
Masing-masing bahan memiliki absorptivitas molar tersendiri yang berbeda di tiap-tiap panjang gelombang cahaya yang diserap. Absorptivitas molar tersebut memiliki nilai maksimum di suatu nilai panjang gelombang khas yang diserap bahan tersebut.
Alat dan Bahan
Alat:
|
Bahan :
|
Langkah Kerja
Data Pengamatan
flask |
Volume glukosa (mL)
2,7 x 10-3 M |
Volume ferrisianide (mL)
0,015 M |
Konsensentrasi |
Absorbansi |
A |
0,00 | 4,00 | 0 |
0 |
B |
1,00 | 4,00 | 0,054. 10-3 M |
0,310 |
C |
2,00 | 4,00 | 0,108. 10-3 M |
0,439 |
D |
3,00 | 4,00 | 0,162. 10-3 M | 0,684 |
Larutan sampel 5 mL, absorbansi = 0.3
Analisis Data
1. V1 = 0
V1. M1 = V2.M2
0 x 2,7. 10-3 = 50 x M2
M = 0
2. V2 = 1 mL
V1. M1 = V2.M2
1 x 2,7. 10-3 = 50 x M2
M = 0,054. 10-3
3. V3 = 2 mL
V1. M1 = V2.M2
2 x 2,7. 10-3 = 50 x M2
M = 0,108. 10-3
4. V4 = 3 mL
V1. M1 = V2.M2
3 x 2,7. 10-3 = 50 x M2
M = 0,162. 10-3
Berdasarkan grafik, diperoleh persamaan:
Larutan sampel 5 mL, absorbansi = 0.3
y = 4,05x + 0,0277
R² = 0,9818 dimana y = 0,3
0,3 = 4,05x – 0,0277
4,05x = 0,3 + 0,0277
4,05x = 0,3277
x = 0,08
Faktor pengenceran 5 mL sampel menjadi 50 mL (10 kali)
Kadar glukosa dalam urin = C x faktor pengenceran
= 0,08 .10 -3x 10
= 0,8 . 10-3 M
Jadi konsentrasinya 0,8 .10-3 M
Pembahasan
Praktikum dilakukan untuk menentukan kadar glukosa menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Menurut Setianingsih dalam Nadeak et al (2019), pemeriksaan laboratorium berfungsi sebagai uji saring adanya penyakit, dana mendeteksi dini penyakit terutama individu yang beresiko tinggi, dimana contoh pemeriksaan uji saring adalah pemeriksaan urinalisa. Dimana pemeriksaan urine biasanya digunakan sebagai pemeriksaan penyaring yang berfungsi mengetahui potensi gangguan penyakit hati, penyakit diabetes melitus, gangguan penyakit ginjal dan infeksi saluran kemih.
Glukosa merupakan kelompok senyawa karbohidrat sederhana atau monosakarida. Di alam, glukosa terdapat dalam buah-buahan dan madu lebah. Glukosa berfungsi sebagai sumber energi untuk sel-sel otak, syaraf, dan sel darah merah. Darah manusia normal mengandung glukosa dalam jumlah atau konsentrasi yang tetap, yaitu antara 70-100 mg tiap 100 ml darah.
Spektrofotometer UV-Vis sendiri digunakan untuk analisis sampel yang memiliki panjang gelombang sinar tampak yaitu 400-800 nm dan daerah UV 200-400 nm. Prinsip pengukuran dengan spektrofotometer adalah interaksi antar molekul dengan cahaya elektromagnetik berupa serapan sinar monokromatis oleh suatu larutan bewarna pada panjang gelombang tertentu. Secara umum, cara kerja yang dipakai yaitu larutan standar beberapa konsentrasi dianalisis panjang gelombang maksimumnya. Panjang gelombang maksimum adalah panjang gelombang ketika suatu sampel memiliki absorbansi terbesar. Data yang diperoleh diplotkan, konsentrasi vs absorbansi sehingga diperoleh persamaan garis lurus. Rentan konsentrasi larutan standar yang dipilih harus diperkirakan mencakup konsentrasi senyawa dalam larutan sampel. Kemudian sampel diukur absorbansinya dan hasilnya dimasukkan ke persamaan garis sebagai y, sehingga diperoleh x sebagai konsentrasi senyawa dalam sampel.
Aplikasi hukum Lambert Beer dapat menentukan kadar gula dalam sampel secara kuantitatif. Metode spektrofotometri menggunakan Hukum Lambert Beer yang berbunyi: jumlah radiasi cahaya tampak (ultraviolet, inframerah, dan sebagainya) yang diserap atau ditransmisikan oleh suatu fungsi eksponen dari konsentrasi zat dan tebal larutan. Sehingga dapat dituliskan sebagai
A = -log((I0/I)) = ∈bc
Dari persamaan tersebut dapat diketahui bahwa absorbansi berbanding lurus dengan konsentrasi. Faktor yang mempengaruhi adalah konsentrasi larutan dan bentuk wadah. Bagian sinar yang diserap akan tergantung pada berapa banyak molekul yang berinteraksi dengan sinar. Jika zat warna tersebut berupa larutan pekat maka akan diperoleh absorbansi yang sangat tinggi karena ada banyak molekul yang berinteraksi dengan sina. Akan tetapi, dalam larutan yang sangat encer, sangat sulit untuk melihat warnanya. Absorbansi sangat rendah. Bentuk wadah yang semakin panjang akan mempengaruhi panjang larutan sehingga sinar akan lebih banyak diserap karena sinar berinteraksi dengan lebih banyak molekul (Murray, 2003).
Pertama, disiapkan 4 labu takar yang diberi tanda A B C D masing-masing diisi glukosa 2,7.10-3 M dengan volume 0,00; 1,00; 2,00; 3,00 mL. Satu labu takar lagi digunakan untuk analisis gula yang belum diketahui konsentrasinya. Kemudian ditambah ferisianat 0,015 M masing-masing 4 mL. Penambahan ferisianat dilakukan untuk memberi warna pada glukosa sehingga dapat dianalisis dengan spektrofotometer UV Vis. Kemudian ditambah aquades untuk mengencerkan larutan. Larutan dipanaskan untuk mempercepat proses reduksi. Dimana glukosa memiliki sifat mereduksi. Kemudian dilakukan pendinginan untuk menghindari kerusakan komponen-komponen dalam larutan akibat proses pemanasan yang dilakukan. Spektrofotometer UV Vis dihidupkan dan dibiarkan untuk menyiapkan alat.
Kuvet diisi dengan aquades kemudian dimasukkan ke spektrofotometer uv vis. Aquades bertindak sebagai blanko, alat diset absorbansi 0% dan transmitansi 100%. Jika absorbansi yang diukur melebihi 1, maka datanya dianggap tidak valid. Hal ini dapat dihindari dengan cara ketika menentukan panjang gelombang maksimum, dipilih salah satu larutan standard yang telah dibuat dengan menggunakan larutan sampel. Kuvet dicuci dengan aquades kemudian larutan yang dianalisis dimasukkan ke kuvet yang sama. Penggunaan kuvet yang sama dilakukan agar besar diameter kuvet sama sehingga saat dilakukan analisis data dapat dihitung dengan mudah karena nilai b sama. Analisis dilakukan pada panjang gelombang 420 nm, panjang gelombang tersebut sesuai dengan warna yang tampak yaitu kuning kehijauan. Kelima tabung reaksi dianalisis absorbansinya dan data yang diperoleh dicatat. Data hasil analisis absorbansi labu takar A B C D diplotkan, konsentrasi vs absorbansi dimana konsentrasi sebagai sumbu x dan absorbansi sebagai sumbu y. Sehingga diperoleh persamaan garis lurus.
Berdasarkan kurva baku absorbansi glukosa didapatkan hasil persamaan y = 4,05x + 0,0277 dengan R² = 0,9818 dan absorbansi 0,3 sehingga mendapatkan konsentrasi sebesar 0,8 .10-3 M. Dan dapat dilihat bahwa absorbansi meningkat seiring bertambahnya konsentrasi.
Aplikasi dari etode penentuan gula pereduksi ini dimanfaatkan dalam engineering. Sebagai contoh adalah pemanfaatan dalam menentukan konsentrasi glukosa yang berada di batang. Batang digerus kemudian dilarutkan dalam air kemudian dianalisis dengan metode Folin-Wu. Fungsi dari analisis glukosa pada batang adalah untuk mengetahui seberapa banyak glukosa hasil fotosintesis.
Kesimpulan
Penenntuan kadar glukosa dalam urin dilakukan dengan metode spektrofotometri UV-Vis . Metode spektrofotometri menggunakan Hukum Lambert Beer dengan panjang gelombang 420 nm dimana panjang gelombang tersebut sesuai dengan warna yang tampak yaitu kuning kehijauan. Prinsip pengukuran dengan spektrofotometer adalah interaksi antar molekul dengan cahaya elektromagnetik berupa serapan sinar monokromatis oleh suatu larutan bewarna pada panjang gelombang tertentu. Kemudian ditambahkan ferisianat untuk memberi warna pada glukosa agar dapat dianalisis dengan spektrofotometri UV-Vis. Berdasarkan kurva baku absorbansi glukosa didapatkan hasil persamaan y = 4,05x + 0,0277 dengan R² = 0,9818 dan absorbansi 0,3 sehingga mendapatkan konsentrasi sebesar 0,8 .10-3 M. Dan dapat dilihat bahwa absorbansi meningkat seiring bertambahnya konsentrasi.
Daftar Pustaka
Khopkar, S. M. (1990). Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: Universitas Indonesia.
Mayangsari, C. (2008). Kesesuaian Hasil Pemeriksaan Glukosuria Metode Konvensional Benedict Dengan Metode Spektrofotometri. Jakarta: Penerbit Dian Rakyat.
Mohammadifar, M., Tahernia, M. Choi, S. (2019). An Equipment-Free, Paper-Based Electrochemical Sensor for Visual Monitoring of Glucose Levels in Urine. SLAS Technology, 24 (5): 499-505.
Murray, R. F. (1999). Biokimia Harper edisi 24. Jakarta: EGC
Muttaqin, A. & Marsaini, T. (2012). Penentuan Kadar Gula Darah Pada Penderita Diabetes Mellitus (DM) Melalui Uji Spektroskopi Aseton Dalam Air Liur. Jurnal Ilmu Fisik (JIF), 4 (1): 8-13.
Nadeak, F.D.P., Riyanto., Lubis, R. (2019). Penentuan Kadar Glukosa Urine di Laboratorium Rumah Sakit Sari Mutiara Medan. Jurnal Ilmiah Biologi UMA (JIBIOMA), 1 (2): 53-57.
Setiadi. (2016). Dasar-Dasar Anatomi dan Fisiologi Manusia. Yogyakarta: Indomedia Pustaka.
Sumarauw, F. & Yudistira. (2013). Identifikasi dan Penetapan Kadar Asam Benzoat Pada Kecap Asin yang Beredar di Kota Manado. Jurnal Ilmiah Farmasi – UNSRAT, 2 (1).