Pendahuluan
Kebenaran merupakan satu nilai utama di dalam kehidupan manusia. Oleh karena itu, sifat manusiawi atau martabat kemanusiaan (human dignity) selalu berusaha “memeluk” suatu kebenaran. Manusia selalu berusaha menemukan kebenaran. Banyak cara telah ditempuh untuk memperoleh kebenaran, antara lain dengan menggunakan rasio seperti para rasionalis dan melalui pengalaman atau empiris. Pengalaman-pengalaman yang diperoleh manusia membuahkan prinsip-prinsip yang terkadang melampaui penalaran rasional, kejadian-kejadianyang berlaku di alam itu dapat dimengerti.
Struktur pengetahuan manusia menunjukkan tingkatan-tingkatan dalam hal menangkap kebenaran. Setiap tingkat pengetahuan dalam struktur tersebut menunjukkan tingkat kebenaran yang berbeda. Oleh sebab itulah pengetahuan ini harus dilengkapi dengan pengetahuan yang lebih tinggi. Pada tingkat pengetahuan rasional-ilmiah, manusia melakukan penataan pengetahuannya agar terstruktur dengan jelas.
Metode ilmiah yang dipakai dalam suatu ilmu tergantung dari objek ilmu yang bersangkutan. Macam-macam objek ilmu antara lain fisika-kimia, mahluk hidup, psikis, sosio-politis, humanistis dan religius. Filsafat ilmu memiliki tiga cabang kajian yaitu ontologi, epistemologi dan aksiologi.
Pengertian Kebenaran
Kebenaran merupakan suatu hubungan tetentu antara suatu kepercayaan dengan suatu fakta ( Jujun S. Suriasumantri, 2015). Menurut (Wahono, 2008) kebenaran yaitu segala sesuatu yang selaras, serasi, dan sejalan antara apa yang diyakini dalam pikiran lalu sesuai dengan apa yang terjadi dan menjadi kenyataan yang telah dibuktikan.
Dalam konteks kajian ilmiah, kebenaran ilmiah sendiri yaitu dimana tercapainya kesesuaian antara apa yang dipikirkan sesuai logika dapat terbukti dengan kenyataan secara empiris. Singkatnya, kebenaran ilmiah baru akan tercapai apabila terjadi keharmonisan antara teori yang yang diyakini dengan praktek yang terbukti pada kenyataan (Wahono, 2008).
Jenis-Jenis Kebenaran
No | Jenis Kebenaran Secara Umum | Pengertian |
1 | Kebenaran berdasarkan sumbernya | Kebenaran pengetahuan dapat bersumber dari: fakta empiris /pengamatan indrawi (kebenaran pengetahuan), wahyu atau kitab suci (kebenaran wahyu), fiksi atau fantasi (kebenaran fiksi). |
2 | Kebenaran atas dasar cara atau sarana | Cara atau sarana yang digunakan untuk memperoleh kebenaran pengetahuan antara lain dapat menggunakan: indera (kebenaran inderawi), akal budi (kebenaran intelektual), intuisi (kebenaran intuitif), iman (kebenaran iman). |
3 | Kebenaran atas dasar bidang atau lingkup kehidupan | Dasar bidang atau lingkup kehidupan untuk memperoleh kebenaran antara lain: pengetahuan agama (kebenaran agama), pengetahuan moral (kebenaran moral), pengetahuan seni (kebenaran seni), pengetahuan budaya (kebenaran budaya), pengetahuan sejarah (kebenaran historis), pengetahuan hukum (kebenaran yuridis), pengetahuan politik (kebenaran politik). |
4 | Kebenaran atas dasar tingkat pengetahuan | Kebenaran atas dasar tingkat pengetahuan dapat diperoleh: pengetahuan biasa sehari-hari (ordinary knowledge),pengetahuan ilmiah (scientific knowledge), pengetahuan filsafati (philosofical knowledge). |
(Tim Dosen Filsafat Ilmu Fakultas Filsafat UGM, 2003)
NO | Jenis Kebenaran Ilmiah | Pengertian |
1 | Kebenaran Ontologikal | Kebenaran sebagai sifat dasar yang melekat kepada segala sesuatu yang ada maupun diadakan |
2 | Kebenaran Epistemologikal | Kebenaran yang berhubungan dengan pengetahuan manusia |
3 | Kebenaran Semantikal | Kebenaran yang melekat didalam tutur kata dan bahasa |
(Mukhtar Latif, 2014)
Teori Kebenaran
Dalam menguji suatu kebenaran maka diperlukan teori atau metode sebagai penunjuk jalan untuk penguji kebenarannya. Terdapat tiga teori kebenaran yang menjadi landasan kebenaran ilmiah. Adapun beberapa teori yang dikemukakan (Jujun S. Surya Sumantri, 2010) dan (Louise Kattsoff ,2006) :
1. Teori Korespondensi
Teori kebenaran korespondensi mengatakan bahwa suatu pernyataan itu benar apabila isi pengetahuan yang terkandung dalam pernyataan/pendapat dapat sesuai dengan objek yang dirujuk . Contoh:
- Seseorang mengatakan bahwa negara Indonesia mempunyai 34 provinsi yang terbentang dari sabang sampai merauke, maka berdasarkan teori korespondensi pernyataan tersebut benar. Sebab pernyataan diungkapkan itu sesuai dengan fakta geografis negara Indonesia.
- Seorang mengatakan bahwa Covid-19 asal mula berasal dari Kota Wuhan di China. Berdasarkan teori korespondensi pernyataan itu benar karena pernyataan diungkapkan sesuai fakta dimana pertama kali seseorang terjangkit Covid-19 berasal dari Kota Wuhan, China.
2. Teori Koherensi
Teori koherensi mengatakan bahwa suatu pernyataan dianggap benar apabila pernyataan tersebut bersifat konsisten dengan pernyataan sebelumnya yang dianggap benar. Contoh : Pada teori evolusi dalam biologi merupakan ide-ide baru yang mendorong kepada perubahan-perubahan besar. Kita menerima teori tersebut karena mempunyai konsistensi yang lebih besar dibanding teori sebelumnya yang belum dapat diterangkan pada teori evolusi.
3. Teori Pragmatis
Teori pragmatis mengatakan bahwa suatu pernyataan dianggap benar apabila mempunyai konsekuensi yang dapat digunakan atau bermanfaat . Teori pragmatis cocok untuk menilai kebenaran ilmiah sebagai hipotesis yang masih perlu dibuktikan. Contoh :
- “Semakin banyak hutan yang digunduli, semakin banyak erosi terjadi.” Maka hipotesis tersebut masih perlu dibuktikan.
- “Covid-19 menimbulkan banyak sekali dampak negatif terhadap kesehatan, pendidikan, dan ekonomi.” Pernyataan tersebut masih sebagai hipotesis yang masih perlu dibuktikan.
4. Teori Performatif
Teori Performatif mengatakan bahwa suatu pernyataan dianggap benar apabila diputuskan atau dikemukkan oleh pemegang otoritas tertentu seperti pemimpin masyarakat, pemerintah, pemimpin agama, pemimpin adat, dan sebagainya. Contoh :
- Undang-undang Dasar 1945 disahkan tanggal 18 Agustus 1945.
- Pemerintah mengatakan perekonomian Indonesia mengalami guncangan karena jatuhnya nilai rupiah tehadap dolar AS.
- Pemerintah mengatakan bahwa pasien Covid-19 pada saat ini yaitu sekitar 5.923 orang. Hal tersebut dianggap benar karena telah dikemukakan oleh pemegangotoritas tertentu.
5. Teori Struktural
Teori struktural mengatakan bahwa suatu pernyataan dianggap benar jika teori itu berdasarkan pada paradigma atau perspektif tertentu, dimana komunitas ilmuan mengakui dan menduga paradigma ini. Contoh : Apabila seorang ilmuan menyatakan suatu teori ilmiah tertentu dikatakan benar jika di setujui oleh komunitas ilmuan yang bersangkutan di bidang tersebut. Seperti seorang ilmuwan mengatakan bahwa Covid-19 merupakan penyakit yang berasal dari virus corona yang ditularkan dari hewan seperti ular dan kelelawar kepada manusia. Berdasrkan teori struktural, pernyataan ini dianggap benar apabila telah disetujui oleh komunitas ilmuwan.
Sejarah Empirisme.
Empirisme merupakan aliran yang berpusat kepada pengalaman inderawi sebagai sumber utama pengetauan manusia. Istilah empirisisme muncul ketika terdapat kelemahan pada paham rasionalisme. Dimana pada paham rasionalisme tersebut beraggapan bahwa pengetahuan manusia berasal dari akal saja, sehingga pengalaman Inderawi dianggap sebagai pengenalan saja.
Paham empirisme mempengaruhi banyak perkembangan metode penelitian dalam berbagai disiplin ilmu. Bahkan, Paham ini dianggap sebagai awal digunakannya prosedur ilmiah di dalam penemuan pengetahuan, karena hakikat ilmu pengetahuan adalah pengamatan, percobaan, penyusunan fakta dan penarikan kesimpulan.
Suatu pernyataan dianggap benar apabila isi yang dikandungnya memiliki manifestasi empiris yang berarti perwujudan nyata di dalam pengalaman. Atau pengalaman inderawi dianggap menjadi sumber utama pengetahuan atau kebenaran.
(Louise Katsoff, 1987)
Aspek-aspek Empiris
Aspek-aspek empirisme meliputi:
- Terdapat alam nyata yang terdiri dari fakta atau objek yang dapat ditangkap oleh seseorang.
- Kebenaran atau pengujian kebenaran dari objek tersebut didasarkan pada pengalaman manusia.
- Terdapat prinsip keteraturan. Pada dasarnya alam adalah teratur. Dengan melukiskan bagaimana sesuatu telah terjadi di masa lalu, atau dengan melukiskan bagaimana tingkah laku benda-benda yang sama pada saat ini, apa yang akan terjadi pada objek tersebut di masa depan akan bisa diprediksikan.
- Terdapat prinsip keserupaan. Berarti bahwa bila terdapat gejala-gejala yang berdasarkan pengalaman adalah identik atau sama, maka ada jaminan untuk membuat kesimpulan yang bersifat umum tentang hal itu.
(Sativa, 2011)
Derajat Empirisme
Empirisme, baik yang berkaitan dengan pemaknaan maupun pengetahuan, dapat dibedakan dalam beberapa tingkatan yaitu:
1. Empirisisme absolut
Menganggap bahwa di dalam konsep formal tidak terdapat a priori (ide bawaan yang dimiliki seseorang sebelum ia bersentuhan dengan dunia empiri) baik dalam konsep formal maupun kategorikal, dan dalam proposisi.
2. Empirisisme substantive
Mengakui adanya a priori di dalam konsep formal. Tetapi tidak mengakui adanya a priori dalam konsep kategorikal dan proposisi.
3. Empirisisme parsial
Mengakui adanya a priori dalam konsep lain selain konsep formal, dan terkadang terdapat proposisi informatif substansial tentang alam yang tidak empiris.
(Sativa, 2011)
Kaitan dan Perbedaan antara Empirisme dengan Ilmu Empiris
Menurut The Liang Gie dalam bukunya Filsafat Ilmu (1985), ilmu-ilmu modern memiliki ciri umum yaitu empiris, sistematis, objektif, analisis, dan verifikatif. Penggunaan istilah ilmu empiris sering digunakan untuk membedakan antara ilmu filsafat lama yang bercorak spekulatif dengan ilmu modern yang telah menerapkan metode empiris, eksperimental dan induktif. Sehingga secara pasti semua cabang ilmu dinyatakan sebagai ilmu empiris, walaupun sebenarnya proses penemuan ilmu tersebut tidak hanya menggunakan metode yang berdasarkan faham empirisme saja, tetapi terkadang juga menggunanakan metode yang bedasarkan faham rasionalisme, atau dengan cara memadukan antara keduanya.
Empirisme yang menggunakan metoda induktif sering dipadukan dengan rasionalisme yang menggunakan metoda deduktif. Hal ini bisa terjadi dalam penelitian, dengan tujuan untuk pengembangan pada pengetahuan penelitian tersebut.
(Sativa, 2011)
Pengaruh empirisisme di dalam penelitian
Paham empirisisme banyak digunakan sebagai dasar di dalam proses penemuan pengetahuan. Paradigma penelitian yang berdasarkan pada empirisisme dikenal sebagai fenomenologi. Di dalam paradigma fenomenologi ini dikenal lima macam metoda penelitian (Sudaryono, 2002), yaitu: metoda etnografi, metoda riset partisipatif, metoda aksi, metoda interaksi simbolik dan metoda naturalistik. Metode pertama sampai keempat lebih sering digunakan oleh ilmuwan sosial khususnya antropologi, sedangkan penelitian arsitektural lebih sering menggunakan metoda naturalistik meskipun secara prinsip dasarnya sama yaitu bersifat grounded research. Oleh karena itu, istilah fenomenologi di dalam arsitektur sering juga digantikan atau dianggap sama dengan istilah naturalistik, karena pada dasarnya memiliki pengertian yang sama. Karakteristik penelitian naturalistik adalah:
1. Konteks natural, yaitu suatu konteks kebulatan menyeluruh yang tak akan difahami dengan membuat isolasi atau eliminasi sehingga terlepas dari konteksnya.
2. Manusia merupakan alat utama pengumpul data karena kemampuannya menyesuaikan diri dengan berbagai ragam realitas, dan mampu menangkap makna apalagi untuk mengahadapi nilai lokal yang berbeda-beda.
3. Pemanfaatan pengetahuan tak terkatakan (misalnya intuisi atau perasaan) karena akan memperkaya yang eksplisit.
4. Mengutamakan metoda kualitatif, karena lebih mampu mengungkap realitas ganda, lebih sensitif dan adaptif terhadap berbagai pengaruh timbal-balik.
5. Pengambilan sampel secara purposif, untuk menekan kemungkinan munculnya kasus yang menyimpang. Hasil yang dicapai dari pengambilan sampel ini untuk mencari kemungkinan transferabilitas pada kasus lain bukan generalisasi.
6. Mengutamakan analisis data induktif daripada deduktif, karena dengan cara tersebut konteksnya akan lebih mudah didekripsikan.
7. Menyusun grounded theory yang diangkat dari empiri, yang sesuai dengan konteks idiografik.
8. Desain sementara. Sifat naturalistik cenderung memilih penyusunan desain sementara daripada mengkonstruksikannya secara apriori, karena realitas ganda sulit dikerangkakan.
9. Hasil yang disepakati antara makna dan tafsir atas data yang diperoleh dengan sumbernya (responden), karena responden lebih memahami konteks lokal daripada peneliti.
10. Modus laporan studi kasus untuk menghindari bias yang mungkin muncul dari realitas ganda yang tampil dari interaksi antara peneliti dan responden.
11. Kriteria kepercayaan, yaitu kredibilitas, transferabilitas, dependabilitas dan konfirmabilitas.
Contoh penelitian yang berdasarkan paham empirisisme, yaitu dengan paradigma dan metoda naturalistik atau fenomenologi di dalam bidang arsitektur cukup banyak. Salah satunya adalah penelitian Sativa (2004), dengan judul Konsep Privasi Rumah Tinggal di Kampung Kauman Yogyakarta. Dari bagan pemikiran penelitian tersebut bisa terlihat karakter kenaturalistikannya:
Gambar.1. Jalannya Penelitian dan Proses Analisis
(sumber: Sativa, 2004)
Daftar Pustaka
Gie, The Liang. (1991). Pengantar Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Lyberti
Kattsoff, Louise .(2006). Pengantar Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Tiara
Wacana.
Latif, Mukhtar. (2014). Orientasi Ke Arah Pemahaman Filsafat Ilmu. Jakarta: Prenadamedia Group.
Sativa. (2011). Empirisisme, Sebuah Pendekatan Penelitian Arsitektural. Jurnal Inersia, 7(2), 115-123.
Sativa, (2004), Konsep Privasi Rumah Tinggal di Kampung kauman Yogyakarta, Tesis Pascasarjana UGM.
Sudaryono, (2002), Metodologi Penelitian I dan II Program Studi Teknik Arsitektur Pascasarjana UGM, Tesis Pacasarjana UGM.
Suriasumantri, Jujun. (2003). Filsafat Ilmu, Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Sinar Harapan.
Suriasumantri, S Jujun. (2015). Ilmu Dalam Perspektif. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Tim Dosen Filsafat Ilmu Fakultas Filsafat UGM. (2003). Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Liberty.
Wahono.(2008). Filsafat Ilmu Pengetahuan. Jakarta: Gramedia