Karbohidrat adalah polihidroksi aldehid (aldosa) atau polihidroksi keton (ketosa) dan turunannya atau senyawa yang bila dihidrolisa akan menghasilkan salah satu atau kedua komponen tersebut di atas. Karbohidrat merupakan sumber energi bagi aktivitas kehidupan manusia selain protein dan lemak. Karbohidrat dalam makanan biasanya dalam bentuk umbi- umbian, serealia maupun dalam batang tanaman. Selain dari sumber nabati, karbohidrat juga berasal dari pangan hewani yang terbentuk dalam jumlah yang kecil yang melalui biosintesa glikogen dan sintesa secara kimiawi.
Beberapa zat yang termasuk golongan karbohidrat adalah gula, dekstrin pati, selulosa, hemiselulosa, pektin, dan karbohidrat lain. Karbohidrat dikenal sebagai bentuk yang memiliki senyawa kimia yang berbeda antara lain monosakarida, disakarida, oligosakarida dan polisakarida. Monosakarida adalah golongan karbohidrat yang paling sederhana ukuran molekulnya.
Contoh monosakarida adalah glukosa dan fruktosa. Disakarida adalah 2 molekul monosakarida dan melepaskan molekul air. Disakarida yang penting antara lain sukrosa, maltosa dan laktosa. Sedangkan polisakarida terdiri dair monosakarida yang membentuk rantai polimer dengan ikatan glikosidik. Jenis polisakarida antara lain selulosa, hemi selulosa, pektin dan lignin.
Analisis Karbohidrat Kualitatif
1. Uji Molisch
Uji Molisch Prinsip reaksi ini adalah dehidrasi senyawa karbohidrat oleh asam sulfat pekat. Dehidrasi heksosa menghasilkan senyawa hidroksi metil furfural, sedangkan dehidrasi pentose menghasilkan senyawa fulfural. Uji positif jika timbul cincin merah ungu yang merupakan kondensasi antara furfural atau hidroksimetil furfural dengan a-naftol dalam
pereaksi molish.Uji molisch adalah uji kimia kualitatif untuk mengetahui adanya karbohidrat. Sampel yang diuji dicampur dengan reagent Molisch, yaitu -naphthol yang terlarut dalam etanol 95%.
Setelah H2SO4 pencampuran atau homogenisasi, pekat perlahan-lahan dituangkan melalui dinding tabung reaksi agar tidak sampai bercampur dengan larutan atau hanya membentuk lapisan. H2SO4 pekat (dapat digantikan asam kuat lainnya) berfungsi untuk menghidrolisis ikatan pada sakarida untuk menghasilkan furfural. Furfural ini kemudian bereaksi dengan reagent Molisch, alfanaphthol membentuk cincin yang berwarna ungu. Reaksi :.Reaksi Uji Molisch pada karbohidrat H2SO4 KH (pentose) + pekat → furfural → + α-naftol → warna ungu KH (heksosa) + H2SO4
pekat → HM-furfural → + α-naftol → warna ungu
Kedua macam reaksi diatas berlaku umum, baik untuk aldosa (-CHO) maupun karbohidrat kelompok ketosa (C=O).
2. Uji Fehling
Larutan Fehling ditemukan oleh ahli Kimia Jerman Hermann von Fehling tahun 1849. Larutan ini digunakan untuk menguji kandungan gula tereduksi (monosakarida atau disakarida) dalam suatu sampel. Pengujian secara kualitatif ini berdasarkan keberadaan gugus aldehida atau keton yang bebas. Larutan Fehling dibagi atas dua macam yaitu larutan Fehling A (Tembaga(II) sulfat atau CuSO4) dan larutan Fehling B (KOH dan Natrium kalium tartarat). Ketika larutan basa dari kuprik hidroksida dipanaskan dalam sampel yang mengandung gula tereduksi, hasil yang didapatkan adalah warna kuning yang tidak larut atau warna merah kurprik oksida.
Larutan Fehling akan bereaksi dengan monosakarida (glukosa, fruktosa, galaktosa) dan disakarida (laktosa dan maltosa) yang memiliki gugus aldehida dan keton bebas. Akan tetapi sukrosa tidak memiliki gugus aldehida dan keton bebas, sehingga sukrosa tidak dapat dideteksi dengan larutan Fehling.
3. Uji Benedict
Larutan Benedict digunakan untuk menguji keberadaan gula pereduksi dalam suatu sampel. Prinsip pengujiannya sama dengan uji menggunakan larutan Fehling. Gula pereduksi yang dapat diuji berupa monosakarida, disakarida kecuali sukrosa. Larutan Benedict akan menguji keberadaan gugus aldehida dan keton pada gula aldosa dan ketosa. Larutan Benedict mengandung natrium sitrat, natrium karbonat anhidrat, dan tembaga sulfit.7H2O, dan semua garam tersebut dilarutkan dalam air.] Terdapat perbedaan dengan larutan Fehling yang berkerja pada basa kuat karena mengandung kalium hidroksida, sedangkan dalam larutan Benedict hanya terdpat natrium karbonat sehingga tidak terlalu basa. Hasil positif yang ditunjukkan dari uji ini adalah terbentukan endapan berwarna merah bata yang tidak larut. Endapan merah bata diakibatkan reaksi dari ion logam tembaga(II) direduksi menjadi tembaga (I). Uji gula reduksi menggunakan larutan Benedict sangat sensitif hingga dapat mendeteksi kadar glukosa sebesar 0.1% dalam campuran, sehingga sangat sering digunakan untuk sampel urin dan darah.
4. Uji Asam Pikra
uji Asam Pikrat dalam menganalisis karbohidrat yaitu untuk mengetahui karbohidrat yang bersifat gula pereduksi dengan mereduksi asam pikrat membentuk asam pikramat dimana uji positifnya ditandai dengan perubahan warna larutan dari kuning menjadi berwarna merah.
5. Uji Barfoed
Uji Barfoed adalah uji kimia yang digunakan untuk mendeteksi keberadaan monosakarida . Ini didasarkan pada reduksi tembaga (II) asetat menjadi tembaga (I) oksida (Cu 2 O), yang membentuk endapan berwarna merah bata
RCHO + 2Cu 2+ + 2H 2 O → RCOOH + Cu 2 O ↓ + 4H +
(Disakarida juga dapat bereaksi, tetapi reaksinya jauh lebih lambat.) Gugus aldehida dari monosakarida yang biasanya membentuk hemiasetal siklik dioksidasi menjadi karboksilat.
Tes ini mirip dengan reaksi larutan Fehling terhadap aldehida.
Reagen Barfoed terdiri dari larutan 0,33 molar tembaga (II) asetat dalam larutan asam asetat 1% .
6. Uji Saliwanoff
Uji Seliwanoff adalah sebuah uji kimia yang membedakan gula aldosa dan ketosa. Ketosa dibedakan dari aldosa via gugus fungsi keton/aldehida gula tersebut. Jika gula tersebut mempunyai gugus keton, ia adalah ketosa. Sebaliknya jika ia mengandung gugus aldehida, ia adalah aldosa. Uji ini didasarkan pada fakta bahwa ketika dipanaskan, ketosa lebih cepat terdehidrasi daripada aldosa.
7. Uji Bial
Uji Bial adalah uji kimia untuk mengetahui keberadaan pentosa . Ini dinamai Manfred Bial , seorang dokter Jerman. Komponennya termasuk orcinol , asam klorida , dan besi klorida . Sebuah pentosa, jika ada, akan mengalami dehidrasi untuk membentuk furfural yang kemudian bereaksi dengan orcinol untuk menghasilkan zat berwarna. Larutan akan menjadi kebiru-biruan dan endapan bisa terbentuk. Solusinya menunjukkan dua pita serapan , satu di merah antara garis Fraunhofer B dan C dan yang lainnya di dekat garis D. Perkiraan panjang gelombang yang relevan dapat dibuat dengan mengacu pada artikel garis Fraunhofer .
Reagen Bial terdiri dari 0,4 g orcinol , 200 ml asam klorida pekat, dan 0,5 ml larutan besi klorida 10%. Uji Bial digunakan untuk membedakan pentosa dari heksosa; perbedaan ini didasarkan pada warna yang berkembang dengan adanya orcinol dan besi (III) klorida. Furfural dari pentosis memberi warna biru atau hijau. Hidroksimetilfurfural terkait dari heksosa dapat menghasilkan larutan berwarna coklat keruh, kuning atau abu-abu, tetapi hal ini mudah dibedakan dari warna hijau pentosa.
8. Uji Tauber
Uji tauber adalah reaksi positif terhadap pentosa dan negatif terhadap heksosa. Reagen tauber terdiri dari larutan 4% benzidin dalam asam asetat glacial. Reaksi pentosa dihidrolisis oleh asam asetat glacial menjadi furfural. Furfural yang terbentuk akan bereaksi dengan 4% benzidin membentuk kompleks senyawa berwarna merah anggur. Arabinosa
termasuk pentosa (aldopentosa) sehingga memberi reaksi positif terhadap reagen Tauber, sedang glukosa dan fruktosa termasuk heksosa sehingga reaksinya negatif.
sebanyak 2 tetes larutan contoh ditambahkan ke dalam 1 ml larutan benzidina, didihkan, dan dinginkan cepat-cepat. Timbulnya warna ungu menunjukkan adanya pentose.
Analisis Karbohidrat Kuantitatif
1. Nelson-Somogyi
Metode ini dapat digunakan untuk mengukur kadar gula reduksi dengan menggunakan pereaksi tembaga-arseno-molibdat. Kupri mula-mula direduksi menjadi bentuk kupro dengan pemansana larutan gula. Kupro yang terbentuk berupa endapan selanjutnya dilarutkan dengan arseno-molibdat menjadi molibdenum berwarna biru yang menunjukkan ukuran konsentrasi gula. Dengan membandingkannya terhadap larutan standar, konsentrasi gula dalam sampel dapat ditentukan. Reaksi Warna yang terbentuk dapat menentukan konsentrasi gula dalam sampel dengan mengukur absorbansi.
2. Metode Lane-Eynon
Indikator yang digunakan pada cara ini adalah methilen biru. Metode Lane- eynon adalah metode titrasi (volumetri) untuk penentuan gula pereduksi. Penentuan gula reduksi dengan metode ini didasarkan atas pengukuran standar yang dibutuhkan untuk mereduksi preaksi tembaga basa yang diketahui volumenya
Lane-Eynon Penetapan gula pereduksi dengan metode ini dilakukan secara volumetrik. Biasanya digunakan untuk penentuan laktosa anhidrat atau monohidrat, glukosa, fruktosa, maltosa anhidrat atau monohidrat dan lainnya. Penetapan gula pereduksi dengan metode ini didasarkan atas pengukuran volum larutan gula pereduksi standar yang dibutuhkan untuk mereduksi pereaksi tembaga basa yang diketahui volumnya.
Penentuan gula cara ini adalah dengan cara menitrasi reagen Soxhlet (larutan CuSO4, K- Na-tartrat) dengan larutan gula yang diselidiki. Banyaknya larutan yang dibutuhkan untuk menitrasi reagen soxhlet perlu distandarisasi dengan larutan standar. Pada titrasi reagen soxhlet dengan larutan gula akan berakhir apabila warna larutan berubah dari biru menjadi tak berwarna.
4. Metode Shaffer-Somogyi
Metode ini dapat diterapkan untuk segala jenis bahan pangan. Terutama berguna untuk menetapkan sampel yang mengandung sedikit gula pereduksi. Gula reduksi akan mereduksi Cu 2+ menjadi Cu +. Cu + akan dioksidasi oleh I 2 yang terbentuk dari hasil oksidasi KI oleh KIO 3 dalam asam menjadi Cu 2+ kembali. Kelebihan I 2 dititrasi dengan Na2S2O3. Dengan menggunakan blanko, maka kadar gula reduksi dalam sampel dapat ditentukan.
5. Metode Anthrone
Metode ini dapat diterapkan untuk semua jenis bahan makanan. Anthrone 9,10- dihydro-9- oxanthracene, merupakan hasil reduksi anthraquinone. Anthrone bereaksi secara spesifik dengan karbohidrat dalam asam sulfat pekat menghasilkan warna biru kehijauan yang khas.
6. Metode Luff Schoorl
Pada penentuan gula cara ini, yang ditentukan bukannya kupro oksida yang mengendap tetapi dengan menentukan kupri oksida dalam larutan sebelum direaksikan dengan gula reduksi (titrasi blanko) dan sesudah direaksikan dengan sampel gula reduksi (titrasi sampel). Penentuannya dengan titrasi menggunakan Na-Tiosulfat. Selisih titrasi blanko dengan titrasi sampel ekuivalen dengan kupro oksida yang terbentuk dan juga ekuivalen dengan jumlah gula reduksi yang ada dalam bahan atau larutan. Metode Luff Schoorl mempunyai kelemahan yang terutama disebabkan oleh komposisi yang konstan. Monosakarida akan mereduksikan CuO dalam larutan Luff menjadi Cu2O. Kelebihan CuO akan direduksikan dengan KI berlebih, sehingga dilepaskan I2. I2 yang dibebaskan tersebut dititrasi dengan larutan Na2S2O3. Pada dasarnya prinsip metode analisa yang digunakan adalah Iodometri karena kita akan menganalisa I2 yang bebas untuk dijadikan dasar penetapan kadar. Dimana proses iodometri adalah proses titrasi terhadap iodium (I2) bebas dalam larutan. Apabila terdapat zat oksidator kuat (misal H2SO4) dalam larutannya yang bersifat netral atau sedikit asam penambahan ion iodida berlebih akan membuat zat oksidator tersebut tereduksi dan membebaskan I2 yang setara jumlahnya dengan dengan banyaknya oksidator. I2 bebas ini selanjutnya akan dititrasi dengan larutan standar Na2S2O3 sehinga I2 akan membentuk kompleks iod-amilum yang tidak larut dalam air. Oleh karena itu, jika dalam suatu titrasi membutuhkan indikator amilum, maka penambahan amilum sebelum titik ekivalen. Metode Luff Schoorl ini baik digunakan untuk menentukan kadar karbohidrat yang berukuran sedang. metode Luff Schoorl merupakan metode tebaik untuk mengukur kadar karbohidrat dengan tingkat kesalahan sebesar 10%.