Bahan Tambahan Pangan (BTP) adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan komponen khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi pada pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan dan penyimpanan
Tujuan penggunaan bahan tambahan makanan adalah
- Mempertahankan atau memperbaiki nilai gizi makanan. Contohnya: tambahan vitamin, iodin, zat besi, asam amino
- Mempertahankan kesegaran bahan, terutama untuk menghambat kerusakan bahan oleh mikroorganisme (jamur, bakteri, dan khamir). Bahan pengawet yang ditambahkan dengan tujuan umtuk mempertahankan kersegaran warna maupun aroma. Misalnya: natrium nitrit (dapat mematikan bakteri, mempertahankan warna daging, antioksidan, mencegah ketengikan dangan vitamin C dsb).
- Membantu mempermudah pengolahan dan persiapan
- Membantu memperbaiki kenampakan atau aroma makanan. Misalnya pewarna makanan (alamiah maupun buatan) dan aroma.
Apa Itu Bahan Pengawet?
Bahan pengawet umumnya digunakan untuk mengawetkan pangan yang mempunyai sifat mudah rusak. Bahan ini dapat menghambat atau memperlambat proses fermentasi, pengasaman atau peruraian yang disebabkan oleh mikroba. Tetapi tidak jarang produsen menggunakanya pada pangan yang relatif awet dengan tujuan untuk memperpanjang masa simapan atau memperbaiki tekstur.
Bahan pengawet terbagi menjadi 2 bagian besar, yaitu:
1. Zat Pengawet Anorganik
Zat pengawet anorganik yang masih sering dipakai adalah sulfit, hidrogen peroksida, nitrat, dan nitrit. Sulfit digunakan dalam bentuk gas SO2, garam Na atau K sulfit, bisulfit, dam metabisulfit. Bentuk efektifnya sebagai pengawet adalah asam sulfit yang tidak terdisosiasi dan terutama terbentuk pH di bawah 3. Melekul sulfit lebih mudah menembus dinding sel mikroba bereaksi dengan asetaldehid membentuk senyawa yang tidak dapat difermentasi oleh enzim mikroba, mereduksi ikatan disulfida enzim, dan bereaksi dengan keton membentuk hidroksisulfonat yang dapat menghambat mekanisme pernapasan.
Garam nitrat dan nitrit umumnya digunakan pada proses curing daging untuk memperoleh warna yang baik dan mencegah pertumbuhan mikroba seperti Clostridium botulinum, suatu bakteri yang dapat memproduksi racun yang mematikan. Akhirnya, nitrit dan nitrat banyak digunakan sebagai bahan pengawet tidak saja pada produk-produk daging, tetapi pada ikan dan keju
2. Zat Pengawet Organik
Zat pengawet organik lebih banyak dipakai daripada yang anorganik, karena bahan ini lebih mudah dibuat. Bahan organik digunakan baik dalam bentuk asam maupun dalam bentuk garamnya. Zat kimia yang sering dipakai sebagai bahan pengawet ialah asam sorbat, asam propionat, asam benzoat, asam asetat, dan epoksida.
Penggunaan bahan pengawet yang diizinkan akan mengawetkan bahan pangan dengan muatan mikroorganisme yang normal untuk jangka waktu tertentu, tetapi kurang efektif untuk bahan pangan yang sudah terkontaminasi atau membusuk. Untuk itu konsentrasi penggunaan bahan pengawet diatur untuk menghindari dampak terhadap konsumen. Untuk mengetahui efek dari penggunaan bahan pengawet biasanya dilakukan pengujian toksisitas terhadap suatu bahan pangan. Secara umum ada 3 teknik pengujian yang sering digunakan, yaitu:
1. Penentuan LD 50, yaitu dosis suatu bahan saat 50% hewan percobaan mati, hal ini memberikan indikasi toksisitas relatif senyawa yang diuji.
2. Penentuan dosis maksimum yang dapat ditolerir, yaitu dosis harian maksimum saat hewan percobaan dapat bertahan hidup untuk periode 21 hari, dimana tujuan pengujian ini adalah untuk menunjukkan bahan organ yang diperiksa memperlihatkan efek keracunan.
3. Pengujian pemberian pakan selama 90 hari, maka akan diketahui gejala tidak normal pada hewan percobaan sehubungan dengan pakan yang diberikan.
Metode Analisis Pengawet Pada Bahan Pangan
Metode Spektrofotometri
a. Pereaksi
- larutan p-rosanilin(acid blanced p-rosanilin-rohn). Timbang 100 mg p-rosanilin klorida, masukkan ke dalam labu ukur1 liter, tambahkan 100 ml air dan 160 ml HCL (1:1), kemudian encerkan sampai tanda batas. Biarkan 12 jam sebelum dipergunakan.
- Natrium Tetrakloromerkurat. Larutkan 4,7 g NaCldan 10,9 g HgCl2 dalam kira-kira 1,900mlH2O kemudian encerkan sampai 2 liter
- Larutan formaldehid HCHO 0,015%. Encerkan 2 ml formalin samapai 100 ml dengan air, kemudian encerkan kembali 2 ml larutan tersebutsampai 100 ml
- Larutan natrium sulfit 1 mg/ml. larutkan 100 mg natrium sulfit dalam 100 ml larutan tetrakloromerkurat.
b. Persiapan Kurva Standar sulfit
- Pipet 0,1,2,3,4,5 dan 6 ml larutan Na-sulfit ke dalam 7 buah labu ukur 100 ml, tambahkan 50 ml larutan Na-tetrakloromerkuratpada masing-masing labu, encerkan dengan aquades sampai tanda batas
- pindahkan 1,0 ml alikot dari setiap labu ukur ke dalam tabung reaksi 200 ml, tambahkan 5 mllarutan rosanilin dan kocok, tambahkan10 ml larutan HCHO, kocok dan biarkan selam 30 menit
- baca resapannya pada panjang gelombang 550 nm. Plotkan resapan tersebut terhadap kepekatan.
c. Penetapan Sulfit
- Pipet 5,0 ml alikot ke dalam tabung reaksi 200ml yang mengandung 5 ml Na-tetrakloromerkurat, kocok
- Pindahkan 1,0 ml larutan yang telah diencerkan tadi ke dalam tabung reaksi lainnya, tambahkan 5 ml larutan p-rosanilin, aduk
- Tambahkan 10 ml larutan HCHO aduk dan biarkan 30 menit. Apabila terbentuk warna lembayung, saring melalui penyaring gelas dan kaca resapannya. 1 ml alikot yang diuji mengandung 0,1 gr daging sehingga 0,01 mg sesuai dengan Na-sulfit0,01%. Apabila warna terlalu pekat, encerkan larutan dari tabung pertama dengan larutan Na-tetrakloromerkurat (1:1).
Metode Titrasi
Analisis bahan pengawet dengan titrasi merupakan suatu metode yang umum digunakan dalam kimia analitik untuk menentukan konsentrasi bahan pengawet dalam suatu sampel. Titrasi adalah proses penentuan konsentrasi suatu zat dalam larutan dengan menambahkan zat pemtitrasi yang bereaksi dengan zat yang dianalisis hingga mencapai titik ekivalen, di mana reaksi antara zat yang dianalisis dan zat pemtitrasi seimbang.
Berikut adalah langkah-langkah umum untuk melakukan analisis bahan pengawet dengan titrasi:
- Persiapan Sampel: Ambil sampel yang akan dianalisis dan persiapkan sampel tersebut sesuai dengan metode yang ditentukan. Contohnya, jika pengawet yang akan dianalisis berada dalam makanan, maka makanan harus dihaluskan atau dilarutkan terlebih dahulu dalam pelarut yang sesuai.
- Persiapan Pemtitrasi: Persiapkan larutan pemtitrasi yang sesuai dengan bahan pengawet yang akan dianalisis. Pemtitrasi yang umum digunakan dalam analisis bahan pengawet adalah larutan standar dari zat kimia yang dapat bereaksi dengan bahan pengawet, seperti asam atau basa.
- Penentuan Titik Akhir: Pilih indikator yang sesuai untuk titrasi tersebut. Indikator adalah zat kimia yang akan mengalami perubahan warna saat titrasi mencapai titik ekivalen. Pemilihan indikator harus didasarkan pada sifat kimia bahan pengawet dan pemtitrasi yang digunakan.
- Titrasi: Tambahkan larutan pemtitrasi secara perlahan ke dalam sampel yang telah dipersiapkan sambil diaduk. Aduk larutan secara perlahan dan terus-menerus hingga titik akhir, yaitu saat perubahan warna yang ditunjukkan oleh indikator muncul. Titik akhir menandakan bahwa reaksi antara bahan pengawet dan pemtitrasi telah mencapai kesetimbangan.
- Penghitungan Hasil: Catat volume larutan pemtitrasi yang digunakan saat mencapai titik akhir. Volume larutan pemtitrasi ini dapat digunakan untuk menghitung konsentrasi bahan pengawet dalam sampel, sesuai dengan persamaan reaksi antara bahan pengawet dan pemtitrasi. Perhitungan ini biasanya dilakukan dengan menggunakan konsep stoikiometri.